Jakarta, CNN Indonesia -- Kurangnya informasi mengenai Tuberkulosis (TB/TBC) menjadi hambatan bagi Binsar Manik. Pria asal Medan ini telah menderita TB sejak tahun 1997, saat itu ia masih duduk di bangku STM.
Batuk terus menerus yang ia alami membuat daya tahan tubuhnya menurun, merasa lemah, berat badannya terus menurun sehingga ia tidak mampu melanjutkan pendidikan dan terpaksa harus putus sekolah.
Pihak keluarga berusaha melakukan pengobatan dengan membawanya ke klinik. Semenjak itu ia diberikan obat yang dikonsumsi selama berbulan-bulan. Setelah berbulan-bulan mengonsumsi obat ia merasa sehat dan kuat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Minimnya informasi mengenai gejala TB dan bagaimana cara mengobatinya membuat Binsar dan keluarga mengalami kesulitan. Bahkan setelah berobat ke klinik pun dirinya belum terdiagnosa TB. Sehingga penanganan TB yang terjadi pada dirinya belum dilaksanakan secara optimal.
Ayah dari tiga orang anak ini sempat merantau pada tahun 2002, dan pada tahun 2009 penyakit itu kambuh lagi. Pada tahun 2009 dia positif terdiagnosa mengalami tuberkulosis dan mulai menjalani pengobatan TB kategori 2. Pengobatan kategori dua dilakukan dengan mengonsumsi obat selama 9 bulan dan juga menerima obat suntik selama 2 bulan.
"Tahun 2009 kambuh lagi hingga batuk darah, sampai orang tua pesimistis saya tidak bisa bertahan untuk hidup," ceritanya pada CNNIndonesia.com, saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat itu, Binsar memilih untuk tidak berobat karena dia harus bekerja untuk memuhi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi inilah yang membuat Binsar putus semangat untuk berobat. Namun, kuman yang telah ada di dalam tubuhnya membuat dirinya semakin lemah. Pada awal 2011 Binsar di diagnosis TB MDR (Multi Drug Resistant) atau TB Resistant Obat.
Keinginan Binsar untuk sembuh dan kembali bekerja sangat besar karena ia harus memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Akhirnya, ia harus menjalani pengobatan TB MDR selama dua tahun.
Namun, baru 7 bulan ia merasakan banyak efek samping dari pengobatannya. Dirinya sering mengalami halusinasi, tidak nafsu makan kondisi lemah, dan merasa tertekan. Hal itu membuat dirinya tidak kuat bekerja dan harus meninggalkan pekerjaannya.
"Selama masa pengobatan saya batuk berdarah terus, tapi saya tetap optimistis dan terus minum obat," jelasnya.
"Saya kuat karena banyak orang dan keluarga yang mendampingi saya. Semua hal yang saya lewati tidak mudah tetapi saya memiliki komitmen kuat dalam diri saya."
Keinginannya untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang suami membuat Binsar begitu kuat dan siap menjalani berbagai macam cara untuk mendapatkan kemenangan atas kesembuhannya dan ia juga tidak ingin penyakit ini menularkan banyak orang.
Ketika menjalani pengobatan TB MDR, dokter yang memeriksanya juga menyarankan agar keluarga dan istirnya untuk melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan ternyata penyakit TB yang di alami olehnya tertular pada anak pertamanya. Sehingga anak pertamanya yang waktu itu berusia 4 tahun juga harus menjalani pengobatan selama satu tahun.
Bahkan, ia juga mengatakan 'saya lebih baik mati dari pada tidak sembuh'. Penyakit TB merupakan penyakit yang menular melalui dahak atau air liur dari penderita. Sehingga Binsar juga berpikir untuk apa dirinya hidup tetapi sakit. Baginya itu hanya menularkan penyakit kepada banyak orang.
Perjuangan Binsar menghadapi penyakit yang dideritanya selama bertahun-tahun membuahkan hasil. Ia dinyatakan sembuh pada tahun 2012.
(cel/rah)