Rayuan Manisnya Penuh Budaya Wedang Tahu Khas Semarang

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Selasa, 19 Jun 2018 01:31 WIB
Kuliner Semarang tak cuma sekadar lunpia, bandeng presto, dan babat gongso, namun ada juga yang namanya wedang tahu.
ilustrasi kembang tahu (Dok. YouTube)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bicara soal kuliner khas Semarang, umumnya orang langsung teringat pada lunpia. Rupanya ada hidangan khas lain yang patut dicicipi yakni wedang tahu. Meski sama-sama merupakan hidangan 'beraroma' budaya Tionghoa, tetapi memiliki citarasa berbeda.

Sekilas, wedang tahu ini mirip dengan bubur sumsum dari Semarang.

Hanya saja warna putih pada hidangan ini adalah kembang tahu dengan kuah air jahe berwarna kecokelatan. Kembang tahu sendiri adalah produk rebusan kedelai yang turut menjadi bahan baku pembuatan tahu. Di Jakarta, wedang tahu ini dikenal juga dengan kembang tahu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Rasanya? Kembang tahu memiliki rasa mirip susu kedelai tapi padat, berpadu dengan rasa manis dan pedas jahe.

Dilansir dari Antara, Ani, seorang penjual wedang tahu mengatakan bahwa makanan ini masih banyak dijual di Semarang dan sekitarnya. Wedang tahu masih dijual keliling baik dengan gerobak, sepeda bahkan dipikul.

"Semangkuknya Rp8ribu," ujarnya saat ditanya seorang pembeli dikutip dari Antara.

Tampilan boleh sederhana, tetapi wedang tahu menyimpan sejarah dan nilai budaya tinggi. Dosen Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko mengatakan wedang tahu pertama kali masuk ke Semarang pada akhir abad 19. Kala itu ia dibawa oleh seorang Tionghoa bernama Ong Kiem Nio.

Dalam sebuah surat kabar, Heri menuliskan bahwa wedang tahu dijual hanya dengan dipikul. Tak hanya itu, wedang tahu pun memiliki bahan berbeda dengan wedang tahu yang dikenal kini.

Wedang tahu dibuat dari sari kedelai beraroma jahe dan dicampur dengan kembang tahu. Selain itu terdapat tambahan bahan lain berupa udang kecil (rebon), kecap asin, irisan sayur, daun bawang serta ketumbar.

"Saat itu, wedang tahu dinikmati sembari menggigit cakwe atau mantou (sejenis bakpao China)," tulis Heri.


Singkat cerita, ternyata makanan yang dibawa Ong populer di tengah masyarakat Semarang. Kemudian masyarakat membawa wedang tahu ke rasa dan bentuk yang berbeda.

Wedang tahu yang awalnya bercita rasa gurih kini menjadi manis. Sari kacang kedelai pun diganti dengan susu kedelai yang dicampur dengan agar-agar. Kuah dibuat dari air jahe plus daun pandan, daun jeruk, kayu manis atau cengkeh agar lebih harum.

"Waktu merambat pelan, orang lain rupanya kepincut untuk ikut menjajakannya seraya mengakrabkan dengan lidah penghuni Semarang lintas etnis dan kelas," tutur Heri.

Dalam perkembangannya, wedang tahu ditemukan pula di wilayah Pecinan lain di Indonesia, tetapi dengan nama berbeda. Heri menjelaskan, di Solo, Jawa Tengah orang menyebutnya dengan 'tahoek', di Surabaya, Jawa Timur disebut 'tahuwa', di Singkawang, Kalimantan Barat orang menyebutnya dengan 'bubur tahu'. Sedangkan di Palembang, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, wedang tahu disebut 'kembang tahu'.

Menyantap semangkuk wedang tahu seolah menikmati kelezatan hidangan sebagai hasil produk akulturasi budaya.

"Aspek makanan merupakan perekat relasi sosial yang ampuh. Buktinya, kita menyantap hasil olah kreasi tanpa menyoal perbedaan etnis,"pungkasnya. (chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER