
Wanita yang Suka Bangun Pagi Lebih Jarang Kena Depresi
Elise Dwi Ratnasari, CNN Indonesia | Senin, 25/06/2018 07:07 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah riset terbaru mengungkapkan bahwa wanita yang bangun pagi berisiko rendah terkena depresi. Studi ini dimuat dalam Journal of Psychiatric Research.
Periset menemukan bahwa mereka yang secara alami bangun lebih awal memiliki risiko lebih rendah terkena depresi sebab mereka dapat terpapar sinar matahari lebih lama daripada mereka yang bangun siang.
Studi yang dilakukan oleh University of Colorado dan Women's Hospital Boston ini melibatkan sebanyak 32 ribu wanita. Mereka memeriksa hubungan antara gangguan perasaan atau mood dan chronotype yaitu seberapa awal atau seberapa terlambat seseorang melakukan sinkronisasi dalam 24 jam sehari.
Gejala-gejala ini umumnya terwujud dalam skala mulai dari 'morning larks' (mereka yang suka bangun pagi dan tidur awal) dan 'night owl' (mereka yang memilih rutinitas sebaliknya).
Peneliti menyimpulkan mereka yang berada pada skala 'morning larks' memiliki peluang 12-27 persen lebih sedikit untuk terkena depresi.
Analisis dimulai pada 2009 dengan melibatkan 32ribu lebih perawat wanita. Para responden rata-rata berusia 55 tahun. Setelah tes, sebanyak 37 persen memiliki kebiasaan bangun pagi, sebanyak 53 persen mereka tipe di tengah-tengah, dan sebanyak 10 persen adalah 'night owl'.
Setelah studi selesai, tim periset menemukan lebih dari dua ribu kasus depresi yang berkembang dan sebanyak 290 kasus dialami mereka yang berasal dari kategori 'night owl'.
Berdasar riset, mereka yang bangun siang lebih cenderung terkena depresi. Bahkan situasi ini bakal lebih buruk saat mereka juga 'terikat' dengan faktor-faktor lain seperti, hidup sendiri, merokok, dan masih single.
"Ini memberitahu kita bahwa mungkin ada efek chronotype pada risiko depresi yang tidak didorong oleh faktor lingkungan dan gaya hidup," kata ketua tim penulis, Celine Vetter dikutip dari The Independent.
"Kapan dan berapa banyak cahaya matahari yang Anda dapatkan juga akan memengaruhi chronotype, dan paparan cahaya juga akan memengaruhi risiko depresi," katanya.
Meski temuan mengarah pada pola tidur adalah faktor independen dari depresi, Vetter mengklarifikasi bahwa tidak serta merta mereka yang suka tidur larut dengan mudah terkena depresi. Menurutnya, chronotype merupakan hal yang relevan dihubungkan dengan depresi tetapi ini hanya efek kecil.
Untuk mencegah tingginya risiko depresi pada wanita yang lebih suka tidur larut dan bangun siang, Vetter memberi beberapa saran.
"Coba untuk tidur cukup, olah raga, menghabiskan waktu di luar ruangan, matikan lampu saat malam, dan coba peroleh sebanyak mungkin sinar matahari seharian jika memungkinkan," ucapnya. (chs/chs)
Periset menemukan bahwa mereka yang secara alami bangun lebih awal memiliki risiko lebih rendah terkena depresi sebab mereka dapat terpapar sinar matahari lebih lama daripada mereka yang bangun siang.
Studi yang dilakukan oleh University of Colorado dan Women's Hospital Boston ini melibatkan sebanyak 32 ribu wanita. Mereka memeriksa hubungan antara gangguan perasaan atau mood dan chronotype yaitu seberapa awal atau seberapa terlambat seseorang melakukan sinkronisasi dalam 24 jam sehari.
Peneliti menyimpulkan mereka yang berada pada skala 'morning larks' memiliki peluang 12-27 persen lebih sedikit untuk terkena depresi.
Analisis dimulai pada 2009 dengan melibatkan 32ribu lebih perawat wanita. Para responden rata-rata berusia 55 tahun. Setelah tes, sebanyak 37 persen memiliki kebiasaan bangun pagi, sebanyak 53 persen mereka tipe di tengah-tengah, dan sebanyak 10 persen adalah 'night owl'.
Setelah studi selesai, tim periset menemukan lebih dari dua ribu kasus depresi yang berkembang dan sebanyak 290 kasus dialami mereka yang berasal dari kategori 'night owl'.
Berdasar riset, mereka yang bangun siang lebih cenderung terkena depresi. Bahkan situasi ini bakal lebih buruk saat mereka juga 'terikat' dengan faktor-faktor lain seperti, hidup sendiri, merokok, dan masih single.
"Ini memberitahu kita bahwa mungkin ada efek chronotype pada risiko depresi yang tidak didorong oleh faktor lingkungan dan gaya hidup," kata ketua tim penulis, Celine Vetter dikutip dari The Independent.
"Kapan dan berapa banyak cahaya matahari yang Anda dapatkan juga akan memengaruhi chronotype, dan paparan cahaya juga akan memengaruhi risiko depresi," katanya.
Meski temuan mengarah pada pola tidur adalah faktor independen dari depresi, Vetter mengklarifikasi bahwa tidak serta merta mereka yang suka tidur larut dengan mudah terkena depresi. Menurutnya, chronotype merupakan hal yang relevan dihubungkan dengan depresi tetapi ini hanya efek kecil.
Untuk mencegah tingginya risiko depresi pada wanita yang lebih suka tidur larut dan bangun siang, Vetter memberi beberapa saran.
"Coba untuk tidur cukup, olah raga, menghabiskan waktu di luar ruangan, matikan lampu saat malam, dan coba peroleh sebanyak mungkin sinar matahari seharian jika memungkinkan," ucapnya. (chs/chs)
ARTIKEL TERKAIT

Studi: Empat Cangkir Kopi Sehari Tingkatkan Kesehatan Jantung
Gaya Hidup 1 tahun yang lalu
Tips agar Tetap Sehat kala Begadang Nonton Piala Dunia 2018
Gaya Hidup 1 tahun yang lalu
Waspada Penyakit akibat ART Mudik saat Lebaran
Gaya Hidup 1 tahun yang lalu
Nonton Piala Dunia Picu Kenaikan Risiko Serangan Jantung
Gaya Hidup 1 tahun yang lalu
Gerakan Peregangan untuk Atasi Pegal Saat Macet Arus Balik
Gaya Hidup 1 tahun yang lalu
Makanan 'Ajaib' Penurun Kolesterol
Gaya Hidup 1 tahun yang lalu
BACA JUGA

Bernyanyi Selamatkan Billie Eilish dari Depresi
Hiburan • 11 December 2019 06:07
Jokowi Tambah 'Subsidi' Iuran BPJS Kesehatan Pejabat dan PNS
Ekonomi • 29 October 2019 21:34
Jokowi Resmi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan 100 Persen
Ekonomi • 29 October 2019 20:46
Cari Cara Kurangi Stres, Ilmuwan Uji 'Neuroplasticity'
Teknologi • 27 October 2019 10:13
TERPOPULER

8 Tanda Fisik yang Muncul Saat Mengenakan Bra yang Salah
Gaya Hidup • 1 jam yang lalu
4 Kesalahan saat Liburan yang Merusak Kulit
Gaya Hidup 5 jam yang lalu
Melantai di Mediterania, Dicumbu Senja Langit Canggu
Gaya Hidup 7 jam yang lalu