Lapangan Banteng, Hutan Berburu sampai Terminal Bau Pesing

agr | CNN Indonesia
Rabu, 25 Jul 2018 12:38 WIB
Lapangan Banteng sempat menjadi hutan tempat kompeni Belanda berburu di akhir pekan. Pernah juga menjadi terminal bus yang bau pesing.
Pemprov DKI Jakarta melakukan revitalisasi Taman Lapangan Banteng yang dibagi menjadi tiga zona yakni, zona Monumen Pembebasan Irian Barat, zona olahraga, serta zona taman. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadwalkan akan meresmikan revitalisasi Taman Lapangan Banteng pada hari ini, Selasa (25/7). Lapangan seluas 5,2 hektare itu menambah daftar objek wisata baru berkonsep ruang terbuka bagi masyarakat Jakarta yang selama ini dikelilingi oleh "hutan beton".

Salah satu ikon lapangan yang berada di dekat Masjid Istiqlal dan Gereja Kathedral ini adalah Monumen Pembebasan Irian Barat. Namun jauh sebelum monumen itu berdiri, Lapangan Banteng memiliki sejarah yang cukup panjang, khususnya terkait rekreasi.

Pengamat sejarah Jakarta, Rachmat Ruchiat, pernah menuliskan sejarah Lapangan banteng dalam buku berjudul 'Asal Usul Nama Tempat di Jakarta'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam buku setebal 146 halaman itu, ia menulis pada zaman penjajahan Belanda Lapangan Banteng disebut Waterlooplein.

Plein berarti lapangan dalam bahasa Belanda. Sehingga jika diterjemahkan secara harfiah, namanya adalah Lapangan Waterloo.

Di tempat itu terdapat patung singa yang berdiri gagah sebagai tugu peringatan kemenangan pertempuran di Waterloo.

Namun ada versi lain yang mengatakan sejak era Belanda, kawasan ini sudah disebut Buffelsfeld atau lapangan banteng.

Pemilihan nama itu disebabkan karena kerap dijumpai kubangan air berukuran besar bekas galian tanah untuk membuat batu bata di sana.

Kubangan itu kerap dijadikan lapak bermain kerbau-kerbau milik warga sekitar.

Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain, banteng kerap dijadikan lambang nasionalisme Indonesia melawan penjajahan.

Rekreasi Zaman Kompeni

Mengutip portal resmi Provinsi DKI Jakarta, pada saat J.P. Coen membangun kota Batavia di dekat muara Ciliwung, kawasan Lapangan Banteng dan sekelilingnya masih berupa hutan belantara dan rawa.

Kemudian pada tahun 1623 kawasan tersebut menjadi milik Anthony Paviljoen Sr, yang dikenal dengan sebutan Paviljoensveld. Tanah itu dinamainya Lapangan Paviljoen.

Pada tahun 1649, lahan itu dihibahkan kepada puteranya.

Lapangan Banteng, Nadi Rekreasi Warga Ibu KotaLapangan Banteng. (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Namun sepertinya sang pemilik kawasan itu lebih suka menyewakannya kepada pedagang China.

Kawasan itu ditanami tebu dan sayuran oleh para pedagang China, sedangkan sang pemilik hanya menyisakan sebagian lokasi untuk berternak sapi.

Melihat lokasinya yang masih rimbun, Gubernur Jenderal Daendels pernah menjadikan Lapangan Paviljoen sebagai kawasan peristirahatan para pejabat Hindia Belanda, yang sehari-harinya berada di dalam tembok Kota Tua Batavia.

Di sana setiap akhir pekan para kompeni biasa kongko sambil berburu hewan liar.

Lokasi ini dulu memang dikenal sebagai kawasan hutan lebat dengan beragam satwa liar. Mulai dari harimau, macan, singa, babi hutan, banteng, dan kijang.

Daendels pun sering memanfaatkan banyaknya kijang untuk menjajal daya tembak senjata laras panjangnya.

Kemudian daerah ini dijual kepada pemerintah tahun 1808 dan dikenal sebagai Weltevreden. Perkembangan selanjutnya Lapangan Banteng menjadi pusat ketentaraan dan namanya menjadi Lapangan Parade.

Lapangan Banteng, Nadi Rekreasi Warga Ibu KotaLapangan Banteng. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Menjelang abad ke-19 Lapangan Banteng menjadi tempat berkumpulnya kaum elit. Pada Minggu malam diperdengarkan musik militer, dan pada sore hari penuh kereta kuda dan kuda tunggangan.

Sampai tahun 1920-an masih kerap terdengar permainan musik di sudut lapangan, sehingga menarik banyak peminat.

Aura wisata di Lapangan Banteng sempat memudar pada tahun 1970-an, karena pemerintah menjadikannya sebagai terminal bus. 

Kawasan hijau kegemaran kompeni berubah menjadi bising oleh deru knalpot, teriakan para kondektur, hingga bau pesing yang tidak bertanggung jawab.

Mulai tahun 1993 Lapangan Banteng kembali difungsikan sebagai ruang terbuka hijau kota. Setelah periode kelamnya, Lapangan Banteng berangsur-angsur menjelma menjadi kawasan rekreasi.

Setiap tahunnya acara pameran flora dan fauna digelar di Lapangan Banteng. 

Revitalisasi Lapangan Banteng telah dilakukan sejak tahun 2017. Yang dibangun berupa fasilitas baru yang bisa dinikmati masyarakat, mulai dari ruang olahraga, taman bermain anak, hingga pertunjukkan air mancur menari.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan kalau program tersebut bisa menciptakan 700 lapangan pekerjaan baru terkait industri wisata.

(ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER