Brisbane, CNN Indonesia -- Rindu adalah perasaan yang selalu menghantui anak anak rantau. Sebagai mahasiswa yang merantau di Australia, bukan hanya keluarga, teman teman, atau opor ayam nenek yang saya rindukan.
Namun saya juga sangat merindukan biaya hidup yang jauh lebih murah.
Biaya sekolah, biaya sewa rumah, dan biaya transportasi yang berlipat ganda dari Jakarta membuat saya enggan untuk mengeluarkan uang berlebih untuk berbagai hal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi terkadang perut menjadi biang keladi terkurasnya dompet, tak hanya saya juga pasti mahasiswa Indonesia di belahan dunia lain.
Jangan salah tanggap. Saya tidak mogok makan atau melaparkan diri untuk menghemat.
Lebih tepatnya, saya sangat jarang membeli makanan dari restoran, karena harganya yang sangat jauh lebih mahal dibandingkan dengan membeli bahan bahan baku dan memasaknya sendiri.
Untuk gambaran, harga dua potong paha ayam di restoran bisa mencapai $7 AUD (sekitar Rp75 ribu).
Sedangkan harga sembilan potong paha ayam mentah hanya sekitar $4 AUD (sekitar Rp42 ribu).
Perbedaan harga yang sangat jauh ini memicu saya untuk selalu masak.
Maka dari itu, selain di kampus, dapur di rumah juga telah menjadi tempat saya belajar dan bereksperimen.
Situs Youtube telah menjadi guru memasak saya. Sampai-sampai kolom rekomendasi di akun Youtube saya dipenuhi oleh video tutorial memasak.
Garam, lada, dan bawang putih juga telah menjadi teman belajar yang setia bagi saya. Dengan tiga bahan tersebut, memasak menjadi hal yang mudah.
Segala sesuatu yang dimasak dengan garam, lada, dan bawang putih menurut lidah saya sudah terasa cukup enak. Baik itu nasi goreng, tumis sayur, atau sop.
 Suasana dapur di apartemen Gyanindra Ali. (Dok. Gyanindra Ali). |
Walaupun saya bukan koki yang terbaik, saya cukup puas dengan rasa makanan yang saya masak sendiri.
Minimal saya bisa jadi "pemadam kelaparan" bagi diri sendiri hehehe...
Mendapatkan bahan memasak yang diperlukan juga tidak sulit.
Hanya butuh waktu 10 menit jalan kaki untuk mencapai pasar swalayan terdekat andalan saya, Coles.
Walaupun Coles tidak menjual rempah rempah selengkap di Indonesia, saya puas dengan harga yang cukup murah dan tidak terlalu jauh lebih mahal dibandingkan bahan yang dijual di pasar swalayan Indonesia.
Di kala saya sangat rindu dengan masakan Indonesia, biasanya saya pergi ke daerah West End untuk pergi ke Asian Market dimana bumbu saset masakan Indonesia seperti rendang, opor, atau sambal goreng dijual.
West End terletak tidak terlalu jauh dari tempat saya tinggal, hanya sekitar 20 menit perjalanan yang dibutuhkan.
Bumbu-bumbu itu juga tidak mahal dibandingkan membeli makanan di restoran Indonesia yang ada di Brisbane.
Sepertinya memang ada hikmah di balik mahalnya biaya hidup di Australia.
Hal ini membuat mahasiswa seperti saya tidak hanya belajar materi perkuliahan, tapi juga belajar materi bertahan hidup, salah satunya memasak, di negara orang.
---Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: [email protected], [email protected], [email protected].Kami tunggu!
(ard)