Hingga 2019, Pariwisata RI Butuh Investasi Rp500 Triliun

Kemenpar | CNN Indonesia
Kamis, 27 Sep 2018 19:10 WIB
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan hingga 2019 sektor pariwisata RI masih membutuhkan investasi dan pembiayan sebesar Rp500 triliun.
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III Tahun 2018. (Dok Kemenpar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terkait kondisi pariwisata dan peluang-peluang mendatangkan investasi, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan hingga 2019 sektor pariwisata RI masih membutuhkan investasi dan pembiayaan sebesar Rp500 triliun.

"Sampai tahun 2019, sektor pariwisata membutuhkan investasi dan pembiayaan sebesar Rp500 triliun. Besarnya kebutuhan investasi dan pembiayaan di sektor pariwisata ini kita coba petakan dan bahas dalam Rakornas Pariwisata III/2018," kata Arief.

Hal itu diungkap Arief dalam pemaparan "Accelerate Investment and Financing for Tourism Sector" dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III Tahun 2018 di di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (26/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan saat ini ada tiga isu kebutuhan pembiayaan yang diperlukan yakni kebutuhan pembiayaan untuk membangun 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP), kebutuhan pembiayaan Usaha Homestay (2018-2019), dan kebutuhan pembiayaan Usaha UMK Pariwisata (KUR Khusus Pariwisata).

"Untuk homestay membutuhkan investasi Rp2 triliun. Usaha UMK Pariwisata Rp 25 triliun. Tahun ini jumlah pelaku usaha mikro dan kecil di sektor pariwisata sebanyak 6,7 juta pelaku usaha," ujarnya.

Menurutnya, selama periode 2019-2024, dibutuhkan banyak investasi di sektor pariwisata seperti 120 ribu kamar hotel, 15 ribu restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, dan 100 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

"Semuanya butuh melibatkan peran serta dunia usaha. Begitu juga program pembangunan 100 ribu homestay, butuh melibatkan UKM pariwisata," tambahnya.

Arief juga sempat memparkan pencapaian di setornya terhadap devisa negara. Ia mengatakan dalam empat tahun terakhir, pariwisata RI menghasilkan balance payment yang positif yakni selalu surplus antara devisa yang diperoleh dari kunjungan wisman dengan uang yang dibelanjakan oleh wisatawan nasional yang berwisata ke luar negeri.

Berdasarkan catatan Kemenpar, periode Januari-Juli 2018, sektor pariwisata telah menyumbang devisa sebesar USD 9 juta. Sedangkan pada Juli 2018 menyumbang devisa sebesar US$1,5 juta.

"Kalau kita bisa mempertahankan US$1,5 juta sampai enam bulan ke depan, maka totalnya menjadi US$16,5 juta. Target kita di 2018 sebesar US$17 juta. Artinya masih kurang US$500 ribu. Oleh karena itu, kita jangan sampai ngantuk. Kita kejar kekurangan tersebut agar tahun 2018 pariwisata akan menjadi sektor terbesar yang menghasilkan devisa dan menjadi yang terbaik," paparnya.

Rakornas yang digelar Kemenpar ini mendatangkan pembicara dari berbagai lembaga seperti Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Wisnu Wijaya Soedibjo, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring.

Hadir juga Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Reza Anglingkusuma, dan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Hadi Sucahyono.

Rakornas III Pariwisata ini juga membahas dan meluncurkan program Universal Traveller Protection yakni sebuah program perlindungan bagi wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang melakukan perjalanan di Indonesia. Asuransi perjalanan diperkirakan dapat meng-cover sampai Rp320 triliun sampai tahun 2024 mendatang.

Di kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan sejumlah kementerian antara lain Menteri Pariwisata dengan Menteri Keuangan, Menteri Koperasi dan UKM, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Lembaga Pembiayaan Pemerintah serta launching Universal Traveller Protection.

Arief berharap, Rakornas ini dapat dijadikan sebagai momentum oleh pelaku usaha pariwisata. Mereka bisa mendapatkan alternatif pembiayaan dalam pengembangan usahanya.

"Alternatif pembiayaan dimaksud berupa pembiayaan melalui lembaga pembiayaan pemerintah seperti LPEI, PT SMI, PT SMF, PT PII, PINA, dan LPDB. Juga melalui pembiayaan swasta seperti Industri Keuangan Bank, Industri Keuangan Non Bank, dan Pasar Modal," ujarnya. (egp/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER