
Bersinergi, Menpar Minta Media Dukung Pariwisata
CNN Indonesia, CNN Indonesia | Senin, 17/12/2018 20:33 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan sebagian warga menggantungkan perekonomiannya kepada pariwisata sehingga media diharapkan memberitakan pariwisata yang terkonfirmasi dengan baik.
"Bukan hanya bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan, tetapi juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pariwisata," ujar Arief dalam keterangan tertulis, Senin (17/12).
Untuk itu, dia menyarankan agar jurnalis bisa menjalin sinergi dengan pemerintah sehingga pemberitaan soal pariwisata dapat akurat.
"Serta menjalin sinergi dengan pemerintah. Tujuannya agar berita-berita negatif bisa terkonfirmasi dengan baik. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan," harapnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia SMSI Auri Jaya, mengatakan akses yang tinggi pada media digital menjadi pemicu maraknya penyebaran hoaks, sehingga kompetensi media menjadi hal mutlak.
"Perlu dipertegas regulasi yang mengatur bagaimana aturan menggunakan media sosial dan penyebaran berita-berita yang tidak benar. Ditambah lagi saat ini akses menuju media digital menjadi pendorong maraknya penyebaran hoaks. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah," kata Auri dalam Focus Group Discussion (FGD) 'Pencanangan Jurnalisme Ramah Pariwisata' di Lombok, Jumat (14/12).
Rentan Pemberitaan
Dewan Penasehat SMSI Pusat Agus Sudibyo mengatakan jurnalisme yang mengulas pariwisata juga punya keterkaitan erat dalam hal akurasi, uji kebenaran informasi, menghindari dramatisasi, hingga kompetensi wartawan.
"Penting sekali menjaga poin tersebut. Dalam hal kompetensi wartawan, misalnya, jika wartawan tidak tahu kawasan setempat, jangan ditugaskan untuk meliput dan potensi narasumber juga harus jelas dan sesuai bidangnya," katanya.
Agus menekankan sektor pariwisata rentan terhadap pemberitaan pers yang dapat membentuk persepsi tentang keamanan daerah tujuan wisata.
"Ambil contoh saja fenomena bencana di Yogyakarta. Pemberitaan yang membuat resah warga setempat dan membuat takut wisatawan. Pemberitaan yang salah dan tidak benar berdampak sangat besar dan merugikan," katanya.
Agus menambahkan kebebasan pers tetap harus mengimbangi fungsi kontrol dan fungsi pemberdayaan pariwisata, tidak menutupi fakta, namun juga dengan memperhitungkan dampak pemberitaan.
"Kebebasan pers hanyalah sarana untuk memakmurkan dan membuat nilai masyarakat lebih tinggi. Kebebasan pers juga tidak berdiri di ruang kosong, saling berdampingan dengan kepentingan publik atau nilai yang lain," katanya.
(prf/vws)
"Bukan hanya bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan, tetapi juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pariwisata," ujar Arief dalam keterangan tertulis, Senin (17/12).
Untuk itu, dia menyarankan agar jurnalis bisa menjalin sinergi dengan pemerintah sehingga pemberitaan soal pariwisata dapat akurat.
"Serta menjalin sinergi dengan pemerintah. Tujuannya agar berita-berita negatif bisa terkonfirmasi dengan baik. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan," harapnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia SMSI Auri Jaya, mengatakan akses yang tinggi pada media digital menjadi pemicu maraknya penyebaran hoaks, sehingga kompetensi media menjadi hal mutlak.
"Perlu dipertegas regulasi yang mengatur bagaimana aturan menggunakan media sosial dan penyebaran berita-berita yang tidak benar. Ditambah lagi saat ini akses menuju media digital menjadi pendorong maraknya penyebaran hoaks. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah," kata Auri dalam Focus Group Discussion (FGD) 'Pencanangan Jurnalisme Ramah Pariwisata' di Lombok, Jumat (14/12).
Rentan Pemberitaan
Dewan Penasehat SMSI Pusat Agus Sudibyo mengatakan jurnalisme yang mengulas pariwisata juga punya keterkaitan erat dalam hal akurasi, uji kebenaran informasi, menghindari dramatisasi, hingga kompetensi wartawan.
"Penting sekali menjaga poin tersebut. Dalam hal kompetensi wartawan, misalnya, jika wartawan tidak tahu kawasan setempat, jangan ditugaskan untuk meliput dan potensi narasumber juga harus jelas dan sesuai bidangnya," katanya.
Agus menekankan sektor pariwisata rentan terhadap pemberitaan pers yang dapat membentuk persepsi tentang keamanan daerah tujuan wisata.
"Ambil contoh saja fenomena bencana di Yogyakarta. Pemberitaan yang membuat resah warga setempat dan membuat takut wisatawan. Pemberitaan yang salah dan tidak benar berdampak sangat besar dan merugikan," katanya.
Agus menambahkan kebebasan pers tetap harus mengimbangi fungsi kontrol dan fungsi pemberdayaan pariwisata, tidak menutupi fakta, namun juga dengan memperhitungkan dampak pemberitaan.
"Kebebasan pers hanyalah sarana untuk memakmurkan dan membuat nilai masyarakat lebih tinggi. Kebebasan pers juga tidak berdiri di ruang kosong, saling berdampingan dengan kepentingan publik atau nilai yang lain," katanya.
ARTIKEL TERKAIT

4 Industri Pariwisata Kepri Raih Penghargaan Hot Deals
Gaya Hidup 2 bulan yang lalu
Kemenpar Gaet Investor untuk 10 Bali Baru di Beijing
Gaya Hidup 2 bulan yang lalu
Kementar Minta Media Bantu Bangkitkan Pariwisata Lombok
Gaya Hidup 2 bulan yang lalu
Maskapai Batik Air Buka Rute Jakarta-Banyuwangi
Gaya Hidup 2 bulan yang lalu
Kemenpar dan SMSI Gelar FGD Jurnalisme Ramah Pariwisata
Gaya Hidup 2 bulan yang lalu
Kemenpar Sukses Jual 500 Ribu Paket Wisata Lewat Hot Deals
Gaya Hidup 2 bulan yang lalu
BACA JUGA

Kenaikan Harga Tiket Pesawat Bikin Hunian Hotel Drop
Ekonomi • 11 February 2019 15:25
Rerata Belanja Delegasi Pertemuan IMF-World Bank Rp38 Juta
Ekonomi • 12 October 2018 14:16
Target Devisa Pariwisata Tembus Rp288 Triliun Tahun Depan
Ekonomi • 16 August 2018 15:06
Bos Jababeka Ungkap Peran Pengusaha dalam Buku Kelima
Ekonomi • 06 August 2018 18:32
TERPOPULER

Karier Karl Lagerfeld:Balmain Sampai 'Kontrak Mati' di Chanel
Gaya Hidup • 2 jam yang lalu
Menebak Nasib Chanel dan Fendi Sepeninggal Karl Lagerfeld
Gaya Hidup 1 jam yang lalu
Tanda Pria Punya Jantung Sehat: Bisa Push-Up 40 Kali
Gaya Hidup 4 jam yang lalu