Sirine Tsunami Berbasis Komunitas, Solusi Objek Wisata Pantai

CNN Indonesia
Jumat, 15 Feb 2019 20:42 WIB
Sirine berbasis komunitas jauh lebih murah ketimbang sirine yang dibangun oleh BMKG.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia, sekaligus daerah yang rawan akan bencana alam seperti tsunami, mencoba menjaga kualitasnya dengan mengajukan penambahan sepuluh sirene Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina -TEWS) kepada Badan Meteorolgi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

Rencananya sirine tersebut akan diletakkan di kawasan pantai Bali Barat (Pantai Candikusuma, Pantai Yehembang, Pantai Surabrata, Pantai Yehgangga, dan Pantai Petitenget) dan Bali Timur (Pantai Lebih, Pantai Kusamba, Pelabuhan Padang Bai, Pantai Candi Dasa, dan Pantai Jasi).

Menanggapi hal tersebut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, menuturkan sirine tersebut membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk biaya perawatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk biaya perawatan sembilan sirine milik BMKG di Bali, diperlukan biaya Rp1 miliar. Untungnya anggarannya Bali cukup untuk merawat alat ini," ujar Sutopo saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (14/2).

Sutopo menuturkan saat ini Indonesia hanya punya sekitar 52 sirine tsunami, padahal dibutuhkan ribuan sirine di seluruh kawasan pesisir. Untuk itu diperlukan cara agar bisa mencukupi 'kuota' tersebut.

Menurut Sutopo beberapa kawasan pesisir di Indonesia sudah membuat sirine tsunami berbasis komunitas. Hal ini tentu sangat membantu untuk mengejar ketertinggalan tersebut.

Dari segi biaya pembuatan, ia menambahkan, sirine skala kecil ini hanya memerlukan biaya maksimal Rp50 juta. Bahkan bahan-bahannya diproduksi di dalam negeri, berbeda dengan sirine profesional yang ada unsur impornya.

"Memang radius suaranya maksimal hanya satu kilometer, tapi ini bisa diakali dengan menambahkan jumlahnya," ujar Sutopo.

"Kawasan wisata sudah seharusnya memiliki sirine berbasis komunitas ini, karena hal ini bisa sangat bermanfaat untuk asetnya. Hotel-hotel itu mungkin perlu bikin sirine seperti ini."

Sutopo melanjutkan kawasan wisata yang perlu dipasang sirine berbasis komunitas adalah yang berada di kawasan pantai selatan Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Selat Sunda, pesisir barat Sumatra, dan pesisir Utara Sulawesi.

Terkait kawasan Selat Sunda, Sutopo menambahkan, saat ini statusnya masih siaga tiga. Meskipun secara ketinggian gunungnya sudah jauh berkurang, namun urusan status kebencanaan adalah wewenang Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Sutopo juga mengingatkan agar tidak selamanya mitigasi hanya mengacu kepada prosedur yang dibuat oleh luar negeri, kearifan lokal juga harus diterapkan karena inti dari mitigasi adalah menyelamatkan orangnya. Menurutnya Indonesia adalah negara yang unik dan setiap daerah memerlukan cara yang yang khusus.

"Di Simeulue orang lebih kena dengan Smong ketimbang Tsunami, mungkin nanti bisa dibuatkan sirine yang bunyinya 'Smong, smong, smong'. Mungkin kalau di Jawa bunyinya bisa menyerupai suara kentongan," kata Sutopo.

[Gambas:Video CNN]

(agr/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER