Jakarta, CNN Indonesia -- Debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2019 memanas di segmen ke-5
debat kandidat. Saat itu, cawapres nomor urut 01
Ma'ruf Amin menanyakan program 'Sedekah Putih' yang digadang-gadang oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 02
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Sandi menjelaskan sedekah putih adalah program pembagian susu bagi anak-anak yang mengalami kekurangan asupan gizi.
Sementara Ma'ruf Amin beranggapan bahwa program 'Sedekah Putih' tidak tepat untuk anak yang mengalami
stunting. Keduanya sempat berdebat terkait definisi stunting atau kondisi kekerdilan pada bayi di bawah lima tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Isu sedekah putih itu ditangkap oleh banyak pihak memberikan sedekah susu setelah anak itu selesai disusukan oleh ibunya. Padahal stunting itu adalah (terkait) 1000 hari pertama sejak dia (dalam) kehamilan sampai disusui oleh ibunya," kata Ma'ruf di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Minggu (17/3).
"Maka itu menurut saya istilah sedekah putih menimbulkan pemahaman yang mengacaukan masyarakaat," lanjut Ma'ruf.
Stunting sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Indonesia dengan angka yang mencapai 30 persen lebih.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bakti Pulungan,
pada pertengahan 2018 lalu mengatakan stunting dan anak berbadan pendek itu dua hal yang berbeda. Setidaknya ada dua syarat untuk menyebut anak sebagai orang yang mengalami stunting, yakni malnutrisi dan mengalami infeksi kronis.
Ia menyebutkan tidak semua anak-anak yang bertubuh pendek dapat disebut mengalami stunting. Kata Aman, anak bertubuh pendek terbagi dalam tiga kategori yakni pendek tapi gemuk, pendek tapi sehat, dan pendek tapi kurus.
Penanganan stunting hanya dapat dilakukan kepada anak-anak yang bertubuh pendek dan kurus, bukan pendek tapi sehat dan pintar.
"Jadi kalau ada anak sehat tapi tidak tinggi, jangan disebut stunting," kata Aman seperti yang dikutip dari
Antara, Senin (23/7) silam.
Sementara itu, Pakar nutrisi dan metabolik anak dokter Damayanti Rusli Sjarif
pada Agustus 2018 menjelaskan gagal tumbuh adalah kondisi tubuh anak yang tidak dapat menerima, mempertahankan atau memanfaatkan kalori untuk menambah berat badan.
Dengan kata lain, kondisi ini membuat pertumbuhan bayi yang dilihat dari berat atau tinggi badannya jauh dari kondisi normal yang direkomendasikan WHO. Istilah kedokteran mengenal kondisi ini dengan nama
failure to thrive atau
weight faltering.
Pada tahap awal, Damayanti menyebut ciri-ciri gagal tumbuh hanya ditandai dengan grafik berat badan bayi yang tidak mengalami kenaikan, cenderung stagnan bahkan menurun.
"Ciri-ciri gagal tumbuh itu cuma bisa dilihat dari grafik berat badannya saja. Kalau berat badannya tidak sesuai dengan grafik maka disebut weight faltering atau gagal tumbuh," kata Damayanti dalam diskusi Nutrisi Penyebab dan dampak gagal tumbuh pada balita di Jakarta, Senin (13/8).
Dokter dari RSCM ini menyebut pertumbuhan itu hanya dapat diketahui melalui grafik KIA (Kartu Kesehatan Ibu dan Anak) atau KMS (Kartu Menuju Sehat) yang tersedia di rumah sakit dan posyandu. Grafik itu mengukur menimbang pertumbuhan bayi berdasarkan jenis kelamin, umur, lingkar badan, kepala dan sebagainya.
Menurut Damayanti, penelitian di banyak negara termasuk Indonesia menunjukkan ciri-ciri anak gagal tumbuh rata-rata mulai terlihat saat masuk usia tiga bulan.
Saat kondisi anak mulai menunjukkan ciri-ciri gagal tumbuh, Damayanti menyarankan para orang tua untuk segera berkonsultasi dengan dokter anak. Menurut akademisi Universitas Indonesia itu, gagal tumbuh bisa disebabkan karena penyakit atau kurang asupan ASI.
"Kuncinya begitu berat badannya turun, cepat cari pertolongan untuk tahu kenapa berat badannya turun dan segera diambil tindakan seperti diberi makanan pendamping ASI," tuturnya.
Pada kondisi akut, dia menyebut gagal tumbuh dapat mengakibatkan gizi buruk. Sedangkan dalam kondisi kronis, gagal tumbuh menyebabkan stunting.
"Gagal tumbuh dulu, lalu bisa kena gizi buruk jangka waktunya beragam. Atau bisa menjadi stunting yang baru diketahui saat usia 18 bulan. Kondisi ini yang parah karena otak tidak bisa terbentuk maksimal dan menyebabkan kebodohan," ucapnya.
Jika kondisi gagal tumbuh tidak ditangani, maka bakal berdampak pada stunting dan membuat pertumbuhan otak tidak maksimal. Kondisi ini berbahaya karena setelah melewati usia dua tahun sebab otak tak lagi bisa dikoreksi atau diperbaiki dengan cara apapun. "Tidak bisa kembali normal, IQ-nya otomatis berkurang," ujarnya.
Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek menyatakan angka stunting di Indonesia mengalami penurunan menjadi 30,8 persen. Angka itu menurun sekitar 6,4 persen dari lima tahun sebelumnya.
Penurunan angka stunting tersebut didapat dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018. Menurutnya, berdasarkan data Riskesdas 2018, kematian ibu menurun secara signifikan sejak 2015 hingga September 2018.
Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 4.999 kematian ibu terjadi. Angka itu sedikit menurun pada 2016 dengan 4.912 kematian ibu. Selanjutnya, angka kematian ibu terus menurun hingga 2017 menjadi 4.295 dan 2.355 hingga September 2018.
[Gambas:Video CNN] (ctr/vws)