CATATAN PERJALANAN

Rayuan Wisata Sarat Petualangan di Tambrauw

Dhio Faiz | CNN Indonesia
Minggu, 24 Mar 2019 12:41 WIB
Jalanan yang bergelombang dan curam menjadi rayuan bagi para turis berjiwa petualang untuk berwisata di Tambrauw.
Hutan Distrik Miyah di Tambrauw, Papua Barat. (Dok. Kementerian Pariwisata)
Sausapor oh Sausapor!

Hari kedua kami mulai dengan sarapan bersama di mess. Jam masih menunjukkan pukul 05.00 WIT saat kami sudah harus mengunyah makanan.

Setelah menyantap sepiring nasi dan beberapa potong ikan laut, kami bergegas meninggalkan Kebar menuju Sausapor. Di sana kami sudah ditunggu oleh Bupati Tambrauw Gabriel Asem.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah perjalanan, masih di Distrik Kebar, saya berhenti di tengah savana. Fenomena matahari terbit terbingkai indah oleh perbukitan dan padang rumput Kebar. Saya mengabadikan beberapa foto dan video.

Perjalanan ke Sausapor pun dilanjutkan. Lawatan kali ini agak berbeda dari hari sebelumnya. Jalan beraspal hanya sekitar 50 persen. Sisanya, jalan yang baru dikeraskan dan jalan berbatu.

Tak ayal perjalanan memakan waktu hingga 8,5 jam. Rombongan saya beberapa kali berhenti di tengah hutan. Beberapa orang meminta waktu untuk buang air di sungai atau sekadar meregangkan kaki.

Rayuan Wisata Sarat Petualangan di TambrauwJalanan menuju Sausapor di Tambrauw, Papua Barat. (CNN Indonesia/Dhio Faiz)

Saking parahnya medan yang ditempuh, beberapa di antara rekan saya muntah. Beberapa armada pun sempat mogok.

Namun saya tetap menikmati perjalanan karena mobil yang saya tunggangi, Triton Athlete keluaran terbaru, masih bandel-bandelnya.

Saya juga sangat menikmati perjalanan karena medan yang dilalui sangat menantang. Buat apa jauh-jauh ke Papua jika tak mencicipi jalan yang memacu adrenalin?

Kami membelah hutan yang dikelilingi pohon-pohon besar. Sepanjang perjalanan, kanan dan kiri kami adalah tebing. Tak jarang pula kami harus melintasi sungai dan menanjak 45 derajat sepanjang perjalanan.

"Di situ ada mobil Hi-Lux satu jatuh," ucap supir saya bernama Ian sembari menunjuk tebing. Medan berat ini, kata Ian, tak jarang menimbulkan korban jiwa.

Setelah perjalanan melintasi Distrik Kebar, Miah, Fef, dan Megah, saya akhirnya sampai di Sausapor. Distrik ini terletak di pesisir pantai di kepala burung Pulau Papua.

Rayuan Wisata Sarat Petualangan di TambrauwJalanan di Fef, Tambrauw, Papua Barat. (Dok. Kementerian Pariwisata)

Distrik Sausapor adalah yang paling maju di Tambrauw karena merupakan pusat pemerintahan. Masyarakatnya pun rata-rata sudah bekerja di bidang pariwisata. Tak seperti di pedalaman Tambrauw yang masih bertani ataupun berburu.

Setelah disambut dengan tarian dan pidato bupati, saya disuguhkan makanan khas Papua berikut cara memasaknya. Saya disajikan papeda plus ikan kua kuning.

Saya juga dipertontonkan tradisi bakar batu atau barapen. Tradisi ini adalah teknik memasak keladi, daging, atau sayuran. Bahan makaman dibalut kayu dan daun, lalu dipanaskan dengan batu yang membara.

Setelah makan-makan, saya seharusnya dijadwalkan untuk berkunjung ke situs Perang Dunia II dan menikmati pantai di Pulau Dua. Namun sayang seribu sayang, matahari telah terbenam. Rencana itu pun menguap dan saya dan kawan-kawan hanya bisa gigit jari.

Akhirnya kami menuju ke mess di Sausapor untuk bermalam. Sebelum tidur, saya dan beberapa kawan memutuskan untuk memandangi bintang di pesisir Sausapor sembari bersenda gurau mengenai perjalanan bak Crocodile Dundee hari ini.

Rayuan Wisata Sarat Petualangan di TambrauwPantai Sausapor. (Dok. Kementerian Pariwisata)

Salam Perpisahan dari Cendrawasih

Di hari ketiga, saya mengunjungi habitat burung Cendrawasih di Nuggou Bird Nature. Jaraknya hanya 40 menit dari Sausapor.

Pemandu wisata berujar kepada kami untuk berangkat sepagi mungkin agar bisa sampai lokasi sebelum kawanan Cendrawasih datang.

Pasalnya mereka belum terbiasa dengan manusia. Sehingga jika pengunjung datang lebih awal, kawanan burung surga itu tak akan menyadarinya.

Namun karena saya harus menunggu rombongan, kami agak kesiangan. Seharusnya perjalanan dimulai pukul 05.00 WIT. Kami baru bergegas sekitar pukul 06.00 WIT.

Perjalanan menuju Nuggou Bird Nature sangat mengesankan. Saya melewati hutan yang masih asri. Terbesit di pikiran, hutan ini sangat mirip dengan Isla Nubar di film Jurassic Park.

Suara burung Cendrawasih bersautan sepanjang jalan. Kami pun tak boleh terlalu gaduh agar mereka tak kabur.

Saat sampai di TKP, saya masih harus mendaki sejauh 400 meter. Jalannya masih berupa tanah, sehingga harus berhati-hati.

Setelah menempuh pendakian yang menguras napas, saya dan rekan-rekan sampai di titik pemantauan Cendrawasih. Sayang matahari sudah terlalu terik, sehingga sulit menemukan burung yang bermain di pepohonan.

Saya hanya berhasil melihat burung khas Papua itu sekali. Tiga ekor Cendrawasih mendekati titik pemantauan. Namun durasinya tak sampai 10 detik. Sial.

Rayuan Wisata Sarat Petualangan di TambrauwBurung Cendrawsih. (Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata)

"Kita sudah kesiangan," ucap tour guide kami.

Saya dan rombongan pun memutuskan untuk menyudahi pemantauan Cendrawasih. Kami harus bertolak ke Sorong untuk menghadiri undangan Bupati Tambrauw dalam peluncuran pin wisata.

Memang tak puas hanya melihat Cendrawasih sekedipan mata. Namun setidaknya perjumpaan pertama saya dengan burung titisan surga itu bisa jadi salam perpisahan yang cukup indah dari Tambrauw.

Amanai, Tambrauw!

(ard)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER