Jakarta, CNN Indonesia -- Merah, bagai darah. Panggung
catwalk dibuat merah menyala. Instalasi untaian mawar dengan siraman cahaya merah yang menyapu seisi ruangan, seolah ingin menyampaikan gelora rasa desainer
Didi Budiardjo.Dalam temaram cahaya, seorang wanita bergaun panjang muncul. Tampak samar, tapi gaun bertaburan motif tumbuhan dan hewan membuatnya terlihat nyata.
Garis yang membelah gaun mengingatkan khalayak akan
kayon atau gunungan sebagai tanda sebuah pertunjukan wayang kulit akan dimulai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu adalah satu babak dalam peragaan busana koleksi anyar Didi Budiardjo. Lewat pertunjukan ini, Didi seolah menjawab kerinduan khalayak akan karya-karyanya. Wajar, lima tahun sejak pertunjukan terakhir bukanlah waktu yang singkat.
Tema "Terlahir Kembali" diambil dalam peragaan yang digelar di The Tribrata: The Opus Grand Ballroom, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (26/3). Peragaan ini menandai 30 tahun kiprah Didi meracik busana.
Didi bereinkarnasi. Dia ingin mengekspresikan eksistensinya sebagai desainer Indonesia. Telah banyak hal yang dilakoninya di dunia fesyen.
"Untuk terlahir kembali dan melanjutkan profesi sebagai perancang busana, saya harus terlahir kembali," kata Didi dalam konferensi pers yang digelar jelang peragaan. Reinkarnasi Didi ditandai oleh logo anyar karya desainer komunikasi visual, Felix Tjahjadi.
Perlahan, cahaya merah itu berganti dengan cahaya putih. Pergantian cahaya diiringi dengan kemunculan model dengan
jumpsuit keemasan yang dipadu dengan
outer berupa kemeja
oversized berkelir putih.
 Koleksi teranyar karya Didi Budiardjo. (Dok. Tim Muara Bagja) |
Denyut adrenalin yang sebelumnya terpacu menurun sedikit seraya meraba-raba apa lagi yang bakal dipamerkan sang desainer. Betapa tidak, sebelumnya pesona nuansa kemerahan dan pewayangan yang megah dan anggun begitu menyala di seisi ruangan.
Namun, bukan pertunjukan wayang yang ingin dipamerkan Didi. Dia memamerkan ragam busana wanita dengan eksplorasi siluet, bahan, dan tekstur.
Siluet-siluet wanita nan feminim ditampilkan Didi melalui gaun-gaun panjang dan
midi dress. Busana tegas melilit dan membentuk lekuk tubuh.
Tampilan yang tegas dan kuat diwujudkan Didi lewat siluet celana palazzo, mantel, dan
oversized shirt. Meski terkesan maskulin, sematan ikatan pita besar di leher membuatnya cantik.
Ragam warna solid seperti hitam, merah, putih, kuning, dan emas dihadirkan. Didi juga menyematkan detail berupa potongan brukat berbentuk bunga dengan warna senada.
Pada beberapa titik, tak jarang Didi bermain dengan payet maupun sulaman. Tujuannya membentuk garis luar busana, kerah, maupun ujung lengan.
Reinkarnasi Didi memuncak dengan eksplorasi bahan yang lebih beragam. Beranjak dari katun, tule, dan lace, Didi memamerkan eksplorasi bahan
fil coupe yang memperlihatkan tekstur dalam busana. Bahan jacquard dan kain yang mengkilat pun memberikan kesan kokoh nan menggoda.
Hasil dari sekian 'aksi reinkarnasi' itu adalah busana yang megah. Pemberian motif bunga dipadu dengan bahan yang mengkilat membuat busana seolah tiga dimensi.
Sebagai gong, Didi mempersembahkan
ballgown putih dengan ekor panjang.
Sebanyak lebih dari 30
look busana yang dihadirkan, diakui Didi, terinspirasi dari cinta, satu hal yang menggerakkan dirinya untuk berkarya. Cinta dengan beragam emosi yang melingkupinya, termasuk hasrat yang terpatri dalam epos Ramayana.
"Saya terinspirasi dari berbagai hal dalam epos Ramayana, kesetiaan cinta seorang Shinta," ujar Didi.
Usaha Didi untuk bereinkarnasi melalui epos Ramayana patut diacungi jempol. Meski penerjemahan gelora cinta seorang Sinta tak kentara terasa dalam sekian banyak koleksinya, tapi permainan cahaya dan skenografi panggung berhasil membuat mata melotot.
[Gambas:Video CNN] (els/asr)