Seoul, CNN Indonesia -- Hari sudah berganti ketika saya mendarat di Bandara Internasional Incheon, Seoul, Korea Selatan. Jarum jam menunjuk pukul 08.00, lebih cepat dua jam dari waktu di Jakarta.
Saat sampai di bandara, saya dijemput perwakilan Korea Foundation. Alih-alih mengantar saya dengan mobil pribadi, ia mengajak saya ke mesin pembelian tiket bus. Transportasi publik jadi favorit di Korea Selatan karena mudah dan murah.
Ia memesankan tiket seharga 16 ribu won (sekitar Rp194 ribu) untuk saya. Setelah menunggu setengah jam, bus saya datang sesuai jadwal. Saya pun langsung bertolak menuju Plaza Hotel Seoul untuk check in.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini kali pertama saya menjejakkan kaki di Korea Selatan. Saya berkunjung untuk menghadiri undangan '2019 KF ASEAN Next-Generation Leaders Visit Korea Program in Media' dari Korea Foundation.
Koreq Selatan memang terkenal dengan budaya musik K-Pop. Namun perjalanan ini menunjukkan sisi lain Negara Ginseng kepada saya.
Upacara Pergantian Penjaga IstanaDi hari pertama, Korea Foundation memberi kebebasan bagi undangan untuk menghabiskan waktunya di Seoul. Saya dan delegasi dari Indonesia lainnya, Djati Darma, memilih untuk berjalan-jalan di Seoul.
Kami berjalan tanpa tahu tempat wisata yang dituju karena niat awalnya hanya untuk menghabiskan waktu sekaligus menunggu waktu berbuka puasa.
Saat keluar hotel, kami melihat ada sebuah pertunjukan di N. Ternyata sedang ada upacara pergantian penjaga istana.
Upacara ini adalah tradisi sejak Dinasti Joseon berdiri. Gelaran ini dilaksanakan pukul 11.30 setiap hari, kecuali Senin dan ketika cuaca buruk.
Ritual ini berisi gelaran seni bela diri dari berbagai satuan pasukan kerajaan. Upacara dibuka untuk umum dan disajikan dalam bahasa Inggris.
Pengunjung juga bisa turut serta menjadi bagian pasukan dalam upacara ini. Namun harus mendaftar terlebih dahulu di situs www.royalguard.kr.
Selain itu, pengunjung juga bisa menyewa hanbok secara gratis selama pertunjukan berlangsung. Usai upacara selesai, pengunjung bisa berfoto bersama dengan para pasukan kerajaan.
Gyeongbokgung, Istana Kuno di Pusat KotaSetelah puas menyaksikan upacara pergantian pasukan, kami hendak berkunjung ke Istana Deoksogung. Letaknya hanya di seberang jalan dari Balai Kota Seoul.
Namun loket antrean hanya menerima mata uang won. Sehingga kami harus mencari ATM untuk mendapatkan mata uang Korea Selatan itu.
Kami berjalan sekitar 500 meter untuk menemukan ATM terdekat. Namun usai memegang won, Djati menyebut ada istana yang lebih besar di Distrik Jongno.
Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki ke sana. Sepanjang jalan, kami menyaksikan bagaimana Warga Korea Selatan memanfaatkan hari libur dengan baik. Berbagai macam festival dapat Anda temui setiap 200 meter.
Usai berjalan sekitar 20 menit, akhirnya kami melihat gerbang Istana Gyeongbokgung. Ini adalah istana terbesar dan utama dari Dinasti Joseon.
 Istana Gyeongbokgung. (AFP PHOTO / Ed JONES) |
Kami pun memutuskan untuk berkunjung ke Gyeongbokgung. Harga tiketnya hanya 3.000 won (sekitar Rp36 ribu).
Anda juga bisa membeli tiket terusan untuk mengunjungi lima istana Dinasti Joseon. Tiket itu bisa ditebus seharga 10 ribu won (sekitar Rp120 ribu). Tiket berlaku selama tiga bulan.
Gyeongbokgung sangatlah luas. Ada sebelas situs bersejarah di istana yang dipakai sebagai latar serial Netflix, Kingdom, ini.
Istana ini masih menyajikan kompleks tempat tinggal keluarga kerajaan. Sayangnya pengunjung hanya bisa mengintip dari teras masing-masing bangunan.
Selain melihat-lihat, pengunjung juga bisa mencoba jadi keluarga kerajaan. Ada penyewaan hanbok gratis bagi wisatawan yang hendak berfoto di dalam kompleks Gyeongbokgung.
Berbuka Puasa di MyeongdongKunjungan kami ke Gyeongbokgung tak berlangsung lama. Sebab kami datang saat istana hampir ditutup. Bahkan kami jadi pengunjung terakhir yang diperbolehkan masuk.
Usai berkunjung, kami berniat mencari tempat makan. Sebab waktu sudah menjelang petang, artinya waktu berbuka sudah dekat.
Setelah mencari rekomendasi di Google, kami memutuskan datang ke Myeongdong. Tempat ini adalah pusat perbelanjaan di Seoul yang terkenal dengan jajanan kaki lima.
Letaknya hanya 200 meter dari Balai Kota Seoul. Kami butuh waktu sekitar 45 menit berjalan kaki dari Gyeongbokgung.
 Myeongdong. (Ed JONES / AFP) |
Sesampainya di Myeongdong, kami menyaksikan betapa ramainya pasar ini. Turis domestik maupun mancanegara berbaur menjadi satu.
Berbagai macam makanan ada di sini. Saya memutuskan untuk membeli sate olahan kepiting dan moci janggut naga untuk berbuka.
Sate berisi adonan daging kepiting yang digoreng. Rasanya gurih, ditambah saus sambal dan mayonaise. Sate olahan kepiting saya beli dengan harga 3.000 won atau Rp36 ribu
Sementara satu kotak moci janggut naga berisi sepuluh buah. Tekstur moci ini agak berbeda. Sebab adonan yang digunakan berventuk serat, seperti gulali. Moci berisi cokelat dan kacang. Saya mendapatkannya dengan harga 6.000 won (sekitar Rp72 ribu) per bungkus.
Setelah mengisi perut, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Sebab jadwal esok hari kian padat.
Mengenal Awal Mula Seteru KoreaDi hari kedua, saya tidak melakukan wisata. Sebab jadwal dari Korea Foundation begitu padat. Saya baru berwisata lagi di hari ketiga.
Korea Foundation mengajak 14 delegasi dari 9 negara Asia Tenggara ke Museum Nasional Sejarah Korea Kontemporer. Letaknya hanya sekitar 300 meter dari hotel tempat saya menginap.
Korea Selatan punya banyak museum publik yang bisa dikunjungi secara gratis. Begitu pula dengan Museum Nasional Korea ini. Museum ini didirikan pada 2012 dengan luas 10 ribu meter persegi.
Di sini, pengunjung bisa mempelajari sejarah berdirinya Korea Selatan, terutama zaman penjajahan. Ada pemandu wisata yang menemani pengunjung dan menjelaskan sejarah Korea Selatan dengan bahasa Inggris.
 Museum Nasional Korea. (Istockphoto/july7th) |
Jalur di museum ini disesuaikan dengan perjalanan waktu sejarah negeri tersebut. Di pintu masuk, pengunjung disajikan foto-foto keturunan mantan pejuang kemerdekaan yang kini tinggal di seluruh penjuru dunia.
Kemudian dilanjutkan mengunjungi ruang-ruang diorama perjuangan Korea Selatan. Pengunjung bisa mengetahui sejarah invasi Jepang ke Korea Selatan saat masa Dinasti Joseon.
Lalu di ruang berikutnya, museum menampilkan sejarah bendera kebangsaan Korea Selatan. Ada beberapa bendera desain awal dengan bekas coretan dari para pejuang kemerdekaan Korea Selatan.
Di ruang berikutnya ada diorama tentang perang saudara antara Korea Utara dan Selatan. Di sini akan diceritakan bagaimana Kim Il Sung merayu China dan Rusia untuk membantu menginvasi Korea Selatan.
Bahkan di bagian ini ditampilkan diorama SS Meredith Victory, kapal mengangkut 14.000 pengungsi asal Heungnam, Korea Utara, menuju Jangseungpo, Korea Selatan, dalam Perang Korea pada 1950.
Diceritakan awalnya kapal itu mengangkut armada perang. Namun karena pasukan Amerika Serikat hendak menolong Korea Selatan, mereka menenggelamkan seluruh armada perang.
Sehingga para pengungsi bisa masuk meski berdesak-desakan. Diceritakan ada lima bayi yang lahir saat pengungsian itu. Mereka dinamai Kimchi 1, Kimchi 2, Kimchi 3, Kimchi 4, dan Kimchi 5.
Usai mengetahui sejarah Negeri Gingseng, kami melanjutkan perjalanan sebelum akhirnya kembali ke hotel untuk beristirahat.
Catatan perjalanan wisata ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Perbatasan Dua KoreaHari berikutnya, saya diajak mengunjungi perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan. Wilayah ini dinamai dengan Demilitarized Zone (DMZ).
Pengalaman baru saya dapatkan kala mengunjungi zona terdekat dengan kampung halaman diktator paling terkenal saat ini, Kim Jong Un.
Biaya kunjungan ke DMZ adalah 80 ribu won atau sekitar Rp1 juta. Anda harus ikut biro perjalanan jika ingin mengunjungi zona yang dipantau langsung PBB ini.
Di DMZ, saya mengunjungi beberapa situs, seperti stasiun penghubung Korea Utara dan Korea Selatan, Stasiun Dorasan. Saya juga berkunjung ke Imjingak untuk melihat sisa kenangan Perang Korea.
Yang paling berkesan adalah berkunjung ke 3rd Tunnel atau Terowongan Ketiga. Ini adalah satu dari empat jalur rahasia yang dibangun Korea Utara untuk menginvasi Korea Selatan.
Tempat ini ditemukan pada 1978 oleh militer Korea Selatan. Pemerintah menyekat terowongan lalu menjadikannya sebagai tempat wisata.
Terowongan ini terbentang 1.635 meter dari Korea Utara ke Korea Selatan. Ia terletak 435 meter di bawah tanah dengan ketinggian maksimal 1,9 meter. Jaraknya hanya 44 kilometer dari pusat Seoul.
Pengunjung DMZ bisa masuk ke dalam terowongan ini. Terowongan sudah diberi pendingin ruangan, kotak P3K, dan sumber air minum sehingga nyaman dikunjungi.
Cerita di DMZ begitu menarik. Sehingga saya membuatkan tulisan terpisah untuk pembaca CNNIndonesia.com.
Mengunjungi Bali di Korea SelatanKorea Foundation mengajak saya ke Pulau Jeju, tempat di Korea Selatan yang terkenal dengan keasrian alamnya. Saya harus menghadiri Jeju Forum di hari kelima kunjungan ke Korea Selatan.
Saya baru bisa menikmati keindahan Jeju, meski hanya sebentar, di hari keenam. Saya diajak mengunjungi Pantai Kepala Naga.
Pantai ini merupakan bantai berkarang. Menurut cerita setempat, pantai ini terbentuk usai letusan Gunung Hala di masa lampau.
Material vulkanik yang menyembur ke pesisir membentuk kepala naga. Sayangnya saya tidak bisa melihat bentuk kepala naga karena harus dilihat dari ketinggian.
Saat berkunjung ke Jeju, saya teringat pengalaman beberapa kali mengunjungi Bali. Alamnya masih asri dan mengutamakan wisata pantai.
Namun bedanya, suhu di sini lebih rendah. Saya saya berkunjung suhu berkisar di belasan derajat Celsius. Angin juga bertiup kencang di sepanjang pantai.
Terlintas hal jenaka di pikiran, saya seperti mengunjungi Pantai Kuta dengan kesejukan ala Puncak Pas Bogor.
 Pemandangan Pulau Jeju. (Istockphoto/orpheus26) |
Di pantai ini, pengunjung tentu bisa berswafoto secara bebas. Banyak spot menarik di antara bebatuan karang, seperti laguna di beberapa titik.
Pengunjung juga bisa memancing karena banyak warga lokal yang memancing di sini. Anda juga bisa mencicipi panganan laut segar.
Ada beberapa pedagang di pantai yang menjual ikan, cumi-cumi, kepiting, gurita, dan hewan laut lainnya yang masih hidup. Seafood bakar ataupun mentah dijual sekitar 20 ribu won (sekitar Rp240 ribu).
Setelah lelah berjalan di pantai, pengunjung bisa menghilangkan dahaga dengan jus jeruk Jeju. Jus ini berasal dari perasan asli jeruk Jeju dan dijual dalam kemasan botol.
Jus tersebut dijual seharga 3.000 won atau Rp36 ribu per botol. Pedagang juga menjual jeruk Jeju seharga 5.000 won (sekitar Rp60 ribu) per kilogram.
Usai diberi kesempatan berkunjung ke Seoul dan Jeju selama 7 hari, saya harus kembali ke Jakarta untuk berlebaran. Sebelum pulang, saya dan para delegasi kembali ke Myeongdong untuk berbelanja oleh-oleh.
Oleh-oleh tang sedang tren di Korea Selatan adalah alat perawatan wajah. Anda bisa membeli masker wajah di Myeongdong dengan harga mulai dari 10 ribu won (sekitar Rp120 ribu) per pak.