Perbatasan Dua KoreaHari berikutnya, saya diajak mengunjungi perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan. Wilayah ini dinamai dengan Demilitarized Zone (DMZ).
Pengalaman baru saya dapatkan kala mengunjungi zona terdekat dengan kampung halaman diktator paling terkenal saat ini, Kim Jong Un.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya kunjungan ke DMZ adalah 80 ribu won atau sekitar Rp1 juta. Anda harus ikut biro perjalanan jika ingin mengunjungi zona yang dipantau langsung PBB ini.
Di DMZ, saya mengunjungi beberapa situs, seperti stasiun penghubung Korea Utara dan Korea Selatan, Stasiun Dorasan. Saya juga berkunjung ke Imjingak untuk melihat sisa kenangan Perang Korea.
Yang paling berkesan adalah berkunjung ke 3rd Tunnel atau Terowongan Ketiga. Ini adalah satu dari empat jalur rahasia yang dibangun Korea Utara untuk menginvasi Korea Selatan.
Tempat ini ditemukan pada 1978 oleh militer Korea Selatan. Pemerintah menyekat terowongan lalu menjadikannya sebagai tempat wisata.
Terowongan ini terbentang 1.635 meter dari Korea Utara ke Korea Selatan. Ia terletak 435 meter di bawah tanah dengan ketinggian maksimal 1,9 meter. Jaraknya hanya 44 kilometer dari pusat Seoul.
Pengunjung DMZ bisa masuk ke dalam terowongan ini. Terowongan sudah diberi pendingin ruangan, kotak P3K, dan sumber air minum sehingga nyaman dikunjungi.
Cerita di DMZ begitu menarik. Sehingga saya membuatkan tulisan terpisah untuk pembaca CNNIndonesia.com.
Mengunjungi Bali di Korea SelatanKorea Foundation mengajak saya ke Pulau Jeju, tempat di Korea Selatan yang terkenal dengan keasrian alamnya. Saya harus menghadiri Jeju Forum di hari kelima kunjungan ke Korea Selatan.
Saya baru bisa menikmati keindahan Jeju, meski hanya sebentar, di hari keenam. Saya diajak mengunjungi Pantai Kepala Naga.
Pantai ini merupakan bantai berkarang. Menurut cerita setempat, pantai ini terbentuk usai letusan Gunung Hala di masa lampau.
Material vulkanik yang menyembur ke pesisir membentuk kepala naga. Sayangnya saya tidak bisa melihat bentuk kepala naga karena harus dilihat dari ketinggian.
Saat berkunjung ke Jeju, saya teringat pengalaman beberapa kali mengunjungi Bali. Alamnya masih asri dan mengutamakan wisata pantai.
Namun bedanya, suhu di sini lebih rendah. Saya saya berkunjung suhu berkisar di belasan derajat Celsius. Angin juga bertiup kencang di sepanjang pantai.
Terlintas hal jenaka di pikiran, saya seperti mengunjungi Pantai Kuta dengan kesejukan ala Puncak Pas Bogor.
 Pemandangan Pulau Jeju. (Istockphoto/orpheus26) |
Di pantai ini, pengunjung tentu bisa berswafoto secara bebas. Banyak spot menarik di antara bebatuan karang, seperti laguna di beberapa titik.
Pengunjung juga bisa memancing karena banyak warga lokal yang memancing di sini. Anda juga bisa mencicipi panganan laut segar.
Ada beberapa pedagang di pantai yang menjual ikan, cumi-cumi, kepiting, gurita, dan hewan laut lainnya yang masih hidup. Seafood bakar ataupun mentah dijual sekitar 20 ribu won (sekitar Rp240 ribu).
Setelah lelah berjalan di pantai, pengunjung bisa menghilangkan dahaga dengan jus jeruk Jeju. Jus ini berasal dari perasan asli jeruk Jeju dan dijual dalam kemasan botol.
Jus tersebut dijual seharga 3.000 won atau Rp36 ribu per botol. Pedagang juga menjual jeruk Jeju seharga 5.000 won (sekitar Rp60 ribu) per kilogram.
Usai diberi kesempatan berkunjung ke Seoul dan Jeju selama 7 hari, saya harus kembali ke Jakarta untuk berlebaran. Sebelum pulang, saya dan para delegasi kembali ke Myeongdong untuk berbelanja oleh-oleh.
Oleh-oleh tang sedang tren di Korea Selatan adalah alat perawatan wajah. Anda bisa membeli masker wajah di Myeongdong dengan harga mulai dari 10 ribu won (sekitar Rp120 ribu) per pak.
(ard)