Moskow, CNN Indonesia -- Waktu menunjukkan pukul 21.00 waktu Moskow ketika pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Internasional Shermetyevo setelah kurang lebih 2 jam 30 menit penerbangan dari Bandara Murmanks Monkey dengan menggunakan pesawat Aeroflot.
Hari itu hari kedua saya berkunjung ke Rusia setelah sebelumnya saya dan lima orang wartawan lainnya melakukan kunjungan ke Akademik Lomonosov di Murmanks atas undangan dari Rosatom untuk melihat Floating Nuclear Power Plant (FNPP) yang rencananya akan diluncurkan akhir tahun ini.
Suhu di Moskow tak sedingin di Murmanks, hanya saja berbeda dengan Jakarta. Ketika pukul 21.00 WIB matahari telah jauh tenggelam digantikan bulan, di Moskow matahari masih cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan ketika saya keluar dari pesawat, malam hari masih terasa seperti siang hari di Jakarta, hanya saja dengan suhu udara yang jauh berbeda.
Setelah mengambil koper dan tas di bandara, saya memutuskan untuk langsung menuju Peking Hotel yang berada di kawasan Bol'shaya Shadovaya Ulitsa.
Jarak hotel ini sendiri tak terlalu jauh dengan Kremlin, Red Square, hingga Gereja St Basil yang menjadi ikon kota Moskow bagi pelancong dunia.
Karena lelah dalam penerbangan saya memutuskan untuk beristirahat sebelum melakukan perjalanan panjang menikmati musim panas di kota yang hampir sepanjang tahun mengalami musim dingin ini.
10.00 - Moscow Metro Stasiun Aviamotornaya di Moskow, Rusia. (REUTERS/Grigory Dukor) |
Matahari sudah cukup tinggi ketika saya keluar dari Peking Hotel. Maklum, matahari di Moskow pada musim panas telah terbit sejak pukul 02.30, hal yang tentu cukup mengejutkan bagi sebagian pelancong Indonesia.
Meski matahari telah terik, tapi suhu udara tak sampai di angka 30 derajat Celcius. Bahkan saya tak merasa kegerahan sama sekali ketika berjalan kaki kurang lebih selama 10 menit dari hotel ke Mayakovskaya Metro Station untuk bertandang ke kawasan Red Square.
Menaiki Metro tak semerepotkan yang saya duga sebelumnya. Saya cukup mengeluarkan kocek sebanyak 230 rubel (sekitar Rp52 ribu) untuk membeli tiket multi-tap yang berlaku selama 24 jam.
Moscow Metro adalah jaringan stasiun kereta bawah tanah yang telah beroperasi selama hampir satu abad.
Saya merasa kagum dengan arsitektur dan dekorasi yang disisipkan di setiap stasiun. Rasanya tak seperti berada di jalur kereta bawah tanah, tapi justru bak berada di istana masa renaissance karena kemegahannya.
Hanya sekitar dua stasiun yang harus saya lewati untuk kemudian tiba di kawasan paling ikonik di Negeri Beruang Merah ini, Red Square.
 Pengunjung Stasiun Kievskaya menunggu kereta. (REUTERS/Grigory Dukor) |
11.00 - Red Square Red Square. (AFP PHOTO / Mladen ANTONOV) |
Meski namanya Red Square tapi jalanan di sini tidaklah berwarna merah.
Saya mendapat informasi dari seorang warga lokal bahwa selama musim panas Red Square selalu ramai sejak pagi sampai malam.
Berkeliling Red Square seperti kembali ke masa Uni Soviet, di mana bangunan dibuat serba besar, tinggi, dan megah.
Saya dan ratusan turis lain tak berhenti menjepretkan kamera ke berbagai sudut.
Puas berkeliling di kawasan Red Square, Kremlin dan Gereja St Basil, saya pun memutuskan untuk memasuki kawasan elit tempat para kaum jetset berbelanja di Moskow.
13.00 - Mal GUM Mal GUM. (Istockphoto/finallast) |
Tujuan saya selanjutnya adalah GUM Shopping Center.
Tak seperti mal di Jakarta yang berarsitektur modern, GUM berarsitektur klasik Eropa nan megah. Pusat perbelanjaan ini disebut sebagai mal terbesar di Rusia.
Mirip dengan Moscow Metro, GUM juga membuat saya seakan datang ke istana. Bukan cuma dekorasinya yang mewah, di dalamnya juga terdapat toko-toko yang menjual barang mewah.
Kemewahan sudah menjadi hal biasa di Moskow, karena di kota ini tinggal puluhan miliuner kelas kakap. Majalah Forbes mengatakan kalau Moskow merupakan kota dengan jumlah orang berduit terbanyak di dunia.
GUM merupakan singkatan dari Glavnyj Universalnyj Magazin atau bisa juga disebut sebagai Main Universal Store. Mall ini konon sudah dibangun sejak abad ke-18.
Salah satu belanjaan saya di sini ialah es krim dari gerai Kitay Gorod, yang disebut sebagai es krim terenak di Rusia.
Es krim yang saya cicip tak terlalu mahal, hanya seharga 100 Rubbel (sekitar Rp 23 ribu) saja.
[Gambas:Video CNN]Lancong Semalam masih berlanjut ke halaman berikutnya...
14.30 - Taman Zaryadye Taman Zaryadye. (Istockphoto/scaliger) |
Puas mencuci mata sembari berteduh di GUM Mall, saya pun kembali melanjutkan perjalanan ke kawasan wisata hijau di Moskow.
Tak salah memang jika kota ini dijuluki kota paling memanjakan pejalan kaki. Trotoar di kota ini sangat lebar, sangat ramah terhadap pejalan kaki. Ruang terbuka hijau juga mudah ditemukan.
Langkah kaki saya membawa ke kawasan taman yang baru saja diresmikan 9 September 2017 lalu langsung oleh Presiden Rusia Vladmir Putin, yakni Taman Zaryadye.
Taman Zaryadye di musim panas adalah ruang terbuka yang sangat diminati kaum urban Moskow.
Dari mulai anak-anak, remaja, dewasa hingga orangtua terlihat duduk-duduk menghabiskan waktu sambil menikmati musim panas yang hanya berlangsung kurang lebih tiga bulan.
Jangan kaget jika menemukan segerombolan muda-mudi tidur terlentang dengan hanya mengenakan bikini di taman ini, lantaran beginilah cara masyarakat lokal menikmati musim panas dengan berjemur di area terbuka, meski bukan di pinggir pantai namum di tengah taman kota.
Taman Zaryadye sendiri merupakan taman berbentuk lanskap yang letaknya bersebelahan dengan Red Square.
Area ini dibangun di lokasi bekas Rossiya Hotel. Luas fasilitas taman ini hampir 78 ribu meter persegi, dimana 25,2 ribunya berupa "alun-alun" juga ditempati dengan gedung konser serbaguna.
Suhu mulai menanjak naik, tapi perjalanan saya berkeliling di sekitar pusat turis Moskow belumlah selesai. Saya terus berjalan mengitari Taman Zaryadye yang memang cukup luas.
Tujuan saya tak lain dan tak bukan adalah Floating Bridge atau jembatan apung yang strukturnya berbentuk huruf V di atas Sungai Moskwa yang mengaliri kota Moskow.
15.30 - Jembatan Apung Zaryardye Park Jembatan apung di Taman Zaryadye. (Istockphoto/scaliger) |
Jembatan ini memang cukup menarik lantaran arsitektur yang sengaja dibuat berbentuk huruf V dan menjulang ke atas membuatnya tampak seperti mengapung di atas air.
Tingginya konon kurang lebih 70 meter dari atas tanah dan tanpa dukungan tunggal apapun sebagai penyangga.
Jembatan ini benar-benar terapung di atas sungai. Deknya terbuat dari kayu dan konon mampu menahan tiga hingga empat ribu orang setiap harinya.
Di setiap sisinya dipasang pagar kaca bening demi keamanan pengunjung yang ingin menikmati Moskow dari atas ketinggian.
Mulanya saya cukup ketakutan ketika menjajal jembatan ini. Namun, ketika sampai di ujung jembatan rasa takut saya pun hilang lantaran mata saya dimanjakan dengan keindahan kota Moskow dari ketinggian.
Tak hanya itu, jika melihat ke bawah mata saya pun disuguhi dengan pemandangan kapal-kapal pesiar yang berkeliling mengitari Sungai Moskwa.
Berkeliling di kawasan Kitay Gorod, Red Square, dan Taman Zaryardye menyita hampir seharian waktu yang saya miliki.
Karena masih banyak sudut kota yang ingin saya kunjungi, saya pun melangkahkan kaki ke stasiun Metro terdekat untuk melancong ke Taman Gorky.
16.30 - Berkeliling di Taman Jantung Kota Moskow Taman Gorky. (Istockphoto/efesenko) |
Seakan tak bosan menikmati udara segar di musim panas, saya pun kembali menuju ke taman hutam kota yang memang cukup terkenal di Moskow.
Mungkin jika mendengar kata 'Gorky Park' yang akan terbersit di pikiran adalah lagu terkenal milik Scorpion yang bertitel 'Wind of Change'.
'I follow the Moskva, Down to Gorky Park, Listening to the wind of change. An August summer night, Soldiers passing byListening to the wind of change,'Sepenggal lirik lagu milik band lawas asal Jerman itu nyaring terdengar di telinga saya ketika untuk pertama kalinya kaki saya melangkah memasuki Taman Gorky di Moskow. Taman seluas 250 hektare ini merupakan taman utama yang letaknya berada di jantung kota Moskow.
Taman ini bahkan dibagi menjadi tiga bagian utama yakni Parterre, Neskuchny Garden atau cagar alam "Vorobyovy Gory" dan area hijau Moscow State University.
Di taman ini, masyarakat diberi keleluasaan melakukan apapun dan yang paling penting taman yang aman sangat luas dan hijau ini bisa dimasuki secara gratis.
Berbagai fasilitas disediakan di taman ini, dari mulai untuk festival musik, hingga area gym atau olahraga pun tersedia.
Konon, warga lokal senang sekali menghabiskan waktu di penghujung minggu atau penghujung hari dengan melepas penat di taman ini.
Saya pun mencoba bersantai di tengah riuhnya kota bersama warga lokal dengan menari salsa di pinggir Sungai Moskwa hingga matahari benar-benar tenggelam tepat pukul 22.00 waktu Moskow.
[Gambas:Video CNN]