HARI BATIK NASIONAL

'Secarik' Harap Batik Marunda

CNN Indonesia
Rabu, 02 Okt 2019 10:29 WIB
Lahir dari tangan ibu-ibu yang direlokasi, Batik Marunda menjadi babak baru yang penuh harap bagi batik Betawi.
Ilustrasi, Batik Marunda diharapkan dapat mengubah kehidupan ibu-ibu warga relokasi. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lahir dari tangan ibu-ibu yang direlokasi ke Rusunawa Marunda, Batik Marunda menjadi babak baru bagi batik Betawi.

Ibu-ibu yang berasal dari pemukiman kumuh dan padat penduduk di bantaran sungai itu secara mengejutkan mampu menghasilkan batik yang notabene dibuat dengan penuh kesabaran, ketenangan, dan fokus yang tinggi.

"Ibu-ibu ini dulunya, kan, berasal dari kehidupan yang keras di bantaran sungai, sekarang mereka mencoba membatik dengan penuh kesabaran. Di situ tantangannya," kata Pembina Komunitas Membatik Rusun, Irma Gamal Sinurat kepada CNNIndonesia.com di Jakarta, sepekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski sulit, ibu-ibu rusunawa itu mampu mengasah kemampuan yang dimiliki. Dengan lincah, kedua tangan mereka menciptakan berhelai-helai karya batik, salah satu warisan budaya takbenda yang diakui UNESCO pada 2 Oktober satu dekade lalu. Hari ini ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.

Batik Marunda merupakan pendatang baru dalam dunia batik Indonesia. Kelahiran batik ini dimulai dari pelatihan batik di Kampung Marunda yang diinisiasi oleh Iriana Joko Widodo yang menjabat sebagai Ketua Dekranasda DKI Jakarta pada 2013 lalu. Veronica Tan meneruskan program tersebut menjadi komoditi Batik Marunda.

Ibu-ibu rusun diberi wadah untuk membatik di pusat pengembangan diri yang ada di lantai dasar rusun.

Ilustrasi. Batik Marunda merupakan pendatang baru bagi dunia batik di Indonesia. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)

"Saat dipindahkan dari bantaran ke tempat baru, secara psikologis ibu-ibu itu berubah dan butuh pembinaan. Salah satunya, untuk mengembangkan kreativitas lokal, ada program membatik di lantai dasar rusun," kata Veronica kepada CNNIndonesia.com.

Lebih dari 100 ibu-ibu di rusun mengikuti pelatihan membatik. Saat ini, terdapat 12 ibu-ibu berusia 30 tahun ke atas yang aktif membatik harian di Rusunawa Marunda. Jumlah ini sering kali tak stabil karena banyak ibu yang keluar masuk untuk membatik.

Selain meningkatkan kemampuan, program membatik juga diharapkan dapat menambah penghasilan ibu-ibu rusun. Batik yang dihasilkan dipasarkan ke masyarakat luas dengan nama Batik Marunda. Sejumlah rusunawa seperti Rusunawa Rawa Bebek dan Besakih juga memiliki program serupa, tetapi tetap menggunakan nama Batik Marunda sebagai pionir.

Batik Marunda saat ini didesain oleh Wendy Sibarani, seniman batik. Jika batik Betawi kebanyakan mengangkat ikon-ikon Jakarta seperti Monas dan ondel-ondel, batik Marunda mengangkat flora dan fauna yang ada di ibu kota. Motif batik dibuat lebih besar ketimbang motif batik yang banyak beredar di Jawa, dengan gaya yang lebih kekinian.

Seperti motif teratai dari Lebak Bulus yang terdiri dari bunga teratai dan kura-kura atau bulus. Konon, dahulu kala kawasan Lebak Bulus ditempati banyak tumbuhan teratai dan bulus. Ada pula motif bunga bandotan di Taman Menteng yang terinspirasi dari bunga liar yang tumbuh dengan warna-warni di pinggir jalan. Motif burung kipasan belang yang hidup di Kepulauan Seribu bermakna manusia harus selalu bergerak dan bekerja sama.

"Pemilihan motif ini supaya tidak monoton dan lebih modern jadi dekat dengan anak muda," ujar Veronica.

Pola yang didesain oleh Wendy lalu diberikan kepada ibu-ibu di Marunda. Ibu-ibu ini bakal mencanting atau menorehkan malam dengan telaten sesuai dengan gambar yang ada.

Mencanting satu lembar kain biasanya dapat diselesaikan dalam waktu sepekan. Setelah melukiskan malam, ibu-ibu Marunda itu pula yang bakal mewarnai kain batik sesuai selera mereka.

Saat ini pewarnaan Batik Marunda kebanyakan masih berupa warna-warna dasar seperti hitam, merah, biru, kuning, dan hijau.

"Warna dari Batik Marunda saat ini mayoritas masih merupakan warna dasar. Kami bakal memberi pelatihan pewarnaan untuk ibu-ibu ini agar dapat meningkatkan pemahaman dan kualitas warna mereka," kata Ketua Yayasan MEEK Nusantara, Tati Gozali. Yayasan membantu membina Komunitas Batik Marunda.

Kain batik yang sudah diwarnai, lalu diberi perekat warna berupa cairan kimia agar tak luntur saat dicuci. Setelah itu, malam diluruhkan dengan cara merebus kain batik di air mendidih. Kemudian, kain batik dijemur dan diangin-anginkan. Kain yang sudah kering siap dipasarkan.

Pemasaran batik Marunda saat ini masih terbilang sulit. Pasalnya, belum banyak orang yang mengetahui keunikan Batik Marunda.

Kendati demikian, sejumlah desainer dan label fasyen justru tertarik mengangkat Batik Marunda dalam koleksi terbaru mereka seperti Mira Hadiprana for Indonesia, Samasama, dan (X)S.M.L. Tiga label ini baru saja memamerkan koleksi terbaru mereka menggunakan Batik Marunda. Koleksi ini dilelang dalam program Batik Marunda Fashion Auction di Plaza Indonesia beberapa waktu lalu. Seluruh hasil pelelangan digunakan untuk mengembangkan komunitas Batik Marunda.

Tak main-main, tiga pemain ulung di dunia mode Indonesia ini mencoba mengotak-atik Batik Marunda jadi busana siap pakai dengan potongan kekinian.

Mira Hadiprana membuat Batik Marunda jadi busana yang anggun. Desainer senior ini mengolah batik menjadi 12 ragam gaun. Motif Batik Marunda terlihat mencolok di atas kain berwarna hitam. Di tangan Mira, batik-batik itu tampak cocok dikenakan untuk beragam acara malam.

"Menurut saya, Batik Marunda betul-betul batik dari hati. Motifnya seperti lukisan, itu yang saya tonjolkan," kata Mira.

Label Samasama, yang terdiri dari kolaborasi tiga desainer, mengaplikasikan Batik Marunda menjadi busana anak muda yang modern. Sebagian baju dibuat dengan teknik lipatan seperti pakaian Jepang sehingga tampak berstruktur dan memberi kesan tegas. Motif yang lebih berwarna seperti merah, biru, dan hijau tampak di koleksi ini.

Sementara, (X)S.M.L mengolah kain Batik Marunda menjadi potongan-potongan motif yang ditempel pada baju, jaket, dan celana. Koleksi ini memiliki potongan yang edgy serta siluet yang klasik.

Batik Marunda yang digunakan desainer dan label mode ternama ini diharapkan mampu membuat ibu-ibu Marunda bangga, sekaligus meningkatkan produksi membatik.

"Semoga ini bisa mengubah paradigma mereka, tidak lagi melihat diri mereka sebagai orang terbuang, orang miskin, tapi justru bisa melihat ada potensi dalam diri mereka," kata Mira.

Saat ini, ibu-ibu Marunda mampu menghasilkan 30-50 kain per bulan. Kain dijual dengan harga beragam mulai dari Rp1 juta. Penghasilan ibu-ibu Rusun juga ikut meningkat karena Batik Marunda.

[Gambas:Video CNN] (ptj/asr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER