Dokter Terawan dan Jejak-jejak Kontroversi Cuci Otak

CNN Indonesia
Kamis, 24 Okt 2019 15:55 WIB
Terpilihnya Terawan menjadi Menteri Kesehatan membuka lagi lingkaran kontroversi terkait metode cuci otak yang kontroversial.
Terpilihnya Terawan menjadi Menteri Kesehatan membuka lagi lingkaran kontroversi terkait metode cuci otak yang kontroversial.(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo mengangkat Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Terawan menggantikan Nila Moeloek sebagai Menteri Kesehatan RI. Sejak 2009, Terawan menjadi salah satu anggota tim dokter kepresidenan. 

Penunjukkan dr Terawan sebagai menkes ini menuai kontroversi dari berbagai pihak. Setelah dilantik Jokowi, netizen di Twitter pun ramai membicarakan kiprah dan liku sang dokter kepala RSPAD Gatot Subroto ini.

Pasalnya, di tahun lalu, nama Terawan pernah mencuat karena kasus cuci otak untuk menyembuhkan pasien stroke -- metode yang sebenarnya bernama Digital Substraction Angiography (DSA). Berdasarkan pengalamannya, pasien bisa sembuh dari stroke selang 4-5 jam pasca-operasi. Metode pengobatan tersebut disebutnya telah diterapkan di Jerman dengan nama paten 'Terawan Theory'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, beragam kesaksian soal metode yang dilakukan dr Terawan ini juga ada yang positif dan negatif.

Seperti cuitan akun @fiasjinan, "Dokter Terawan, pernah diberhentikan sementara oleh Ikatan Dokter Indonesia, eh sekarang jadi Menteri Kesehatan! This is what we called sweet revenge."

"Terawan jadi Menkes seru sih. Kayak sweet revenge gitu sama ikatan dokter," cuit akun @adww.

Cuitan ini bukan tanpa sebab. Pada Februari tahun lalu, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) dan Ikatan Dokter Indonesia sempat merekomendasikan sanksi pemberhentian sementara selama 12 bulan dan pencabutan izin praktek Terawan terkait kontroversi metode cuci otak.

Berdasarkan keterangan Sekretaris MKEK PB IDI saat itu, dr Pukovisa Prawiroharjo, rekomendasi sanksi itu adalah atas pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat.

"MKEK mengambil putusannya didasarkan pada murni pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat," kata Pukovisa, tahun lalu. 

Saat itu, Kementerian Kesehatan turun tangan dalam polemik pemecatan dokter Terawan Agus Putranto. Kemenkes berencana memfasilitasi proses mediasi antara Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia dengan Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu.

Namun, IDI kemudian mengkaji ulang kasus tersebut dan sidang kemudian memutuskan untuk menunda sanksi tersebut. Terawan pun hingga sat ini masih menjadi anggota IDI. 

Dalam dua hari ini, polemik dr Terawan kembali mencuat pasca-penunjukan sebagai Menteri Kesehatan. Beredar di kalangan media bahwa IDI sempat mengeluarkan surat 'rekomendasi' kepada Presiden RI untuk tidak menjadikan Terawan sebagai Menteri Kesehatan, menimbang sanksi yang diterimanya. 

CNNIndonesia.com berusaha untuk menghubungi MKEK dan IDI terkait beredarnya surat tersebut, namun masih belum ada jawaban dari keduanya. 

Terawan sendiri sempat merespons kabar dugaan pelanggaran kode etik itu dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah menanggapinya.

"Sudahlah, yang berkasus itu siapa. Biarkan saja. Saya kan tidak pernah tanggapi. Tidak perlu kan (menanggapi), belum waktunya, harus sesuai tata cara militer, saya waktu itu militer," tegas Menkes Terawan sebelum menghadiri syukuran di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada Rabu (23/10), seperti dikutip dari Antara.

Apa sebenarnya metode yang jadi kontroversi?

Metode kesehatan ini berawal dari disertasi dr Terawan bertajuk 'Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis'. Artinya ada penelitian ilmiah yang jadi awal populernya 'cuci otak'.

Namun penelitian ini dibantah oleh Fritz Sumantri Usman, dokter spesialis saraf. Ketika ditemui CNNIndonesia.com pada Jumat (13/4) tahun lalu, dia dan beberapa koleganya menuliskan riset bantahan.

Menurut Fritz, ada tiga poin yang menjadi titik lemah riset. Pertama, soal kesesuaian daftar pustaka dengan topik penelitian.

"Kalau kita mau membuat suatu tulisan maka daftar pustaka yang harus kita gunakan adalah yang menyokong atau menolak hipotesa kita," jelasnya.


Mengutip tinjauan Fritz dkk, salah satu sumber pustaka yang digunakan Terawan adalah riset milik Guggenmos. Riset berjudul 'Restoration of Function After Brain Damage Using a Neural Prosthesis', menurut Fritz tidak 'nyambung' dengan riset Terawan.

Dia mengungkapkan juga bahwa Terawan salah pilih sampel, tak pakai indikator jelas untuk perbaikan pasca metode cuci otak atau DSA, dan juga menarik biaya dari pasien yang dianggap menjadi subjek penelitiannya.

Namun Terawan mengklaim metode terapinya sudah teruji ilmiah, lewat melalui disertasi yang dibuat untuk meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin.

"Jadi kalau itu diuji secara ilmiah sudah dilakukan melalui disertasi, dan disertasi sebuah universitas yang cukup terpandang menurut saya adalah hal yang harus dihargai," kata Terawan dalam konferensi pers di RSPAD, Rabu (4/4).

Namun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menunda pemecatan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Mayor Jenderal Dr. dr. Terawan Agus Putranto. Keputusan ini ditempuh setelah digelar Rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IDI pada Senin (9/4) tahun 2018.

dr Terawan Agus Putranto,dr Terawan Agus Putranto (CNN Indonesia/Rahman Indra)


Pasien-pasien Terawan

Kasus dr Terawan ini menyedot banyak perhatian dari berbagai tokoh pemerintahan dan pasien-pasien lainnya. Kasus ini juga disebut memicu perpecahan di kalangan dokter dan juga memicu kebingungan masyarakat.

Ketika menjalankan metodenya, Terawan memiliki banyak pasien.

Sebut saja Aburizal Bakrie, Mahfud MD, Ani Yudhoyono, sampai Prabowo pernah jadi pasiennya.

"Saya mohon tolong, saya Prabowo Subianto pernah dibantu oleh dokter Terawan dan timnya sehingga saya sekarang sehat dan bisa lima jam pidato," kata Prabowo di sela-sela Rapat Kerja Nasional Bidang Hukum dan Advokasi DPP Gerindra di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (5/4) di tahun 2018.


Prabowo mengatakan sudah tiga kali menjalani terapi yang diperkenalkan dr Terawan atau metode 'cuci otak' gara-gara vertigo.

Menteri Polhukam Mahfud MD juga mengatakan dirinya pernah berobat langsung ke Terawan pada tahun 2012 saat masih menjabat sebagai Ketua MK.
Saat itu Mahfud mengalami sakit punggung dan tak bisa menggerakkan kepala dengan lancar.

"Lalu saya di-treatment dengan suntik dari paha, dia masukkan jarum, sumbatan semacam batu itu kemudian pecah satu-satu sampai akhirnya bersih," katanya.

Usai menjalani pengobatan dari Dokter Terawan, Mahfud mengaku tak lagi merasakan sakit di punggung dan dapat menggerakkan kepalanya. "Bagus sampai sekarang, tidak ada efek apa-apa," kata Mahfud.

Senada dengan mereka, Aburizal Bakrie juga pernah berobat ke dr Terawan.

"Ramai diberitakan kabar Kepala RSPAD Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto, diberhentikan oleh IDI dengan alasan etik. Metode 'cuci otak'-nya dipermasalahkan, padahal dengan itu dia telah menolong baik mencegah maupun mengobati puluhan ribu orang penderita stroke," tulis Aburizal yang karib disapa Ical tersebut pada 2018 lalu.

dr Terawan juga pernah merawat istri SBY pada 2019 lalu, Ani Yudhoyono sebelum meninggal. Presiden Joko Widodo disebut telah mengutus Kepala RSPAD Gatot Soebroto Terawan Agus Putranto untuk menemui dan membantu perawatan istri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono. 

[Gambas:Youtube]
(chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER