Jakarta, CNN Indonesia -- Pada 2 November 2019 kemarin, Institut Teknologi & Bisnis ASIA Malang melantik
Risa Santoso sebagai
rektor. Kabar ini pun sontak jadi pembicaraan netizen karena Risa masih berusia 27 tahun. Putri dari Tanadi Santoso ini didapuk jadi rektor termuda di Indonesia.
Institut Teknologi & Bisnis ASIA, Malang merupakan merger STIE dan STMIK ASIA di Malang. Institut ini berada di bawah naungan Yayasan Wahana Edukasi Cendekia Malang. Mengutip laman
Business Wisdom Institute, kampus yang berbasis digital ini juga digawangi oleh ayah Risa, Tanadi Santoso. Tanadi merupakan pengusaha yang salah satu usahanya bergerak dalam bidang pendidikan dan tercatat menjadi trainer di Business Wisdom Institute.
Risa Santoso lahir di Surabaya pada 27 Oktober 1992 ini pernah menjadi mahasiswa dari universitas bergengsi di luar negeri. Kuliah S1-nya ditamatkan di University of California, Berkeley di bidang Ekonomi dari tahun 2012-2014.Setelahnya dia kuliah S2 di Harvard University Graduate School of Education pada 2014-2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah kesibukannya menjalankan tugas dan menjalani sederet pertanyaan pewarta,
CNNIndonesia.com berkesempatan berbincang dengan Risa melalui sambungan telepon pada Rabu (6/11) malam.
[Gambas:Instagram] CNN (C): Selamat ya telah dipercaya mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai rektor, dan menjadi rektor termuda di Indonesia. Bagaimana nih awal-awal masa tugas?Risa Santoso (RS) : Lumayan padat, enggak nyangka juga jadi viral. Tertantang untuk membuktikan bahwa bisa mengerjakan tugas dengan baik.
Waktu habis digunakan untuk rapat, relokasi ruangan, SDM, barang, banyak diskusi, konsolidasi dua perguruan tinggi, ya pelan-pelan.
C: Cerita dong perjalanan pendidikan dan karier hingga akhirnya jadi rektor.RS: Saya ambil S1 jurusan Ekonomi di University of California, Berkeley. Di situ ambil minor pendidikan karena tertarik dan bisa kan ambil double major. Lalu S2 di Harvard University Graduate School of Education, ambilnya Learning and Teaching.
Kembali ke Indonesia, saya bekerja di KSP (Kantor Staf Presiden) di bidang strategis ekonomi, kan memang studinya di awal bidang ekonomi. Di KSP saya banyak melakukan monitoring, bantu kementerian. Di SK (Surat Keterangan) memang enggak ada akhir [kontrak kerja]. Lalu memutuskan kembali ke Malang karena ingin dekat sama keluarga.
Setelah di Malang, saya bekerja di Lembaga Penjamin Mutu Internal ITB ASIA Malang selama setahun, lalu sempat jadi direktur pengembangan bisnis selama setahun lebih. Baru setelah itu dicalonkan sebagai rektor.
C: Awal berkarier kan bidang ekonomi, lalu kenapa tergerak untuk ke pendidikan?RS: Dari dulu S2 kan pendidikan. Saya berpikir ingin [berkarier] ke pendidikan dan mendapat kesempatan buat coba.
Kalau sebelumnya di bidang ekonomi karena sektor yang banyak diperlukan [SDM] di ekonomi. Kapan lagi bisa bantu di pemerintahan. Kerja di
public sector kan enggak aneh. Saya ingat waktu di awal Presiden Jokowi menjabat, Pak Luhut [Binsar Panjaitan] sempat bilang yang di luar negeri bantu bangsa, gitu. Ya sudah memutuskan untuk kembali.
C: Bagaimana proses Risa terpilih menjadi rektor?RS: Jadi IT ASIA Malang ini ada tiga calon. Ini kan dua perguruan tinggi jadi satu [Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Asia dan Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer], dulu adanya ketua kemudian wakil ketua. Begitu jadi satu, menjadi institut jadi jabatannya ada rektor, wakil rektor, dekan dan lain-lain. Jadi ini jabatan rektor pertama.
Saya menjadi rektor waktu itu dipilih, bersedia atau tidak. Saya bilang, tanggung jawab rektor itu besar, tapi jadi tantangan [untuk membuktikan bahwa] milenial bisa.
C: Apa yang mendorong seorang Risa Santoso untuk sanggup mengemban tanggung jawab besar ini?RS: Saya melihat semangat mahasiswa. Menurut saya mungkin saat sebelum jadi rektor saya membuat program kerjasama dengan negara lain sehingga mahasiswa bisa ke sana dan didukung penuh oleh kampus.
Program berupa internship di Filipina, Malaysia.
Impactnya besar, mahasiswa jadi pengen membuat kampus jadi lebih maju. Saya merasakan ini jadi dorongan tersendiri. Saya ngobrol tentang program baru dan mendapat support dari mahasiswa.
 Foto: Screenshoot Via Instagram santosorisa Risa Santoso |
C: Selama masa pencalonan, terbayang enggak sih pekerjaan rektor itu seperti apa?RS: Bayangan itu ada, cuma yang enggak kebayang itu jadi viral (Risa tertawa). Setelah dilantik biasa, oh ya sudah kami diskusi dengan dosen, ngobrol sama mahasiswa, minta masukan. Yang mengagetkan itu seberapa suportif dosen dan mahasiswa, dan dari situ saya merasa telah mengambil keputusan tepat.
Jadi pemimpin, di usia terbilang muda, padahal jajaran struktural usianya sudah jauh di atas. Bagaimana bakal bisa bekerjasama apalagi memimpin mereka?
Banyak yang bertanya seperti itu (sambil tertawa). Tapi menurut saya, asal tujuan satu, jelas, tahu harus ke mana, apa yang mau dicapai, saya rasa bisa. Ada input saya terima, dosen diberi input, oke. Di luar pekerjaan tetap
ngajeni (menghargai) senior. Kerja ya profesional.
C: Apa saja yang dikorbankan demi menjalankan tugas sebagai rektor?RS: Sekarang karena masih awal-awal, masih konsolidasi, meeting, waktu luang, bersantai jadi berkurang. Biasanya kalau ada waktu luang buat baca majalah, nonton TV, Netflix, olahraga, nongkrong ketemu temen.
C: Apa pesan Risa untuk generasi milenial yang juga ingin maju?RS:Jangan takut untuk diberikan tanggung jawab. Biasanya kan milenial itu banyak mikir. Ada tanggung jawab lebih, ambil enggak ya? Mikir-mikir terus. Jangan takut ambil kesempatan, bareng-bareng kita step up, kita kerja. Milenial bisa kok ngasih dampak gede.
Yang pasti kerja maksimal. Jangan takut menyuarakan ide. Apa sih yang terburuk dari menyuarakan ide, paling hanya ditolak.
C: Seperti apa rencana ke depan setelah menjabat jadi rektor termuda Indonesia di ASIA Malang?RS: Ke depannya itu, PR terbesar untuk belajar sama universitas lain, memastikan bisa bantu kampus untuk jadi kampus yang diakui di Indonesia dan di luar Indonesia, kemudian bisa dipercaya oleh industri, mahasiswa kualitasnya baik. Mahasiswa harus tangguh, pantang menyerah dan berintegritas. Kami ingin belajar dari industri kebutuhan industri sekarang seperti apa.
Sempat ngobrol sama mahasiswa, mereka ingin terobosan yang
support mereka. Mereka ingin dapat sesuatu yang buka wawasan selain belajar di kelas, lalu buka kesempatan. Waktu itu kami ada workshop dari film
Lampor, ada Dion Wiyoko dan pemain film lainnya ke sini menunjukkan bagaimana pembuatan film. Program seperti ini yang saya rasa bisa membuka wawasan mahasiswa, jadi enggak cuma di kelas.
(els/chs)