Jakarta, CNN Indonesia -- Saya sudah memiliki rencana untuk melanjutkan studi ke luar negeri sejak masih duduk di bangku SMA. Empat tahun berselang, kini saya telah berada di kota Vancouver.
Vancouver merupakan kota metropolitan yang berpadu dengan kawasan pesisir dan pegunungan.
Tahun ini merupakan tahun keempat saya merayakan Halloween di Vancouver. Berbeda dengan Jakarta yang nuansa Halloween-nya hanya terasa di bar atau mal, di sini seluruh sudut didekorasi dengan pernak-pernik seram.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makanan bertemakan labu juga menjadi salah satu yang saya tunggu-tunggu saat Halloween. Dari kue, pie, hingga minuman semua berbahan dasar labu. Makanan-makanan tersebut juga menjadi makanan khas penanda datangnya musim gugur.
Semarak Halloween sudah terasa sejak pagi hari di tanggal 31 Oktober. Di kampus ada dosen yang berbaik hati yang membagikan permen bertema Halloween untuk mahasiswanya. Tahun ini kebetulan salah satu dosen saya membagikan pizza untuk kami sekelas.
Saat malam Halloween tiba, hampir sebagian orang menggunakan kostum, mulai dari yang terinspirasi karakter horor sampai mirip legenda.
Anak-anak muda biasanya langsung berpesta di bar atau kelab malam. Sementara anak-anak kecil berkeliling dari rumah ke rumah sambil mengenakan kostum untuk meminta permen sambil berseru
"trick or treat!".Tahun ini saya dan teman-teman turut mengadakan pesta Halloween kecil-kecilan sekaligus melepas penat sehabis kuliah.
Di pesta tahun ini saya memilih menjadi Winona Ryder era 90-an dengan pakaian serba hitam.
Salah seorang temanku yang juga dari Indonesia malah memilih berdandan menjadi anggota DPR RI.
Ada dua macam pesta Halloween di Vancouver. Yang pertama yang digelar di kampus dan tidak memerlukan kartu identitas untuk masuk.
Sementara untuk di luar kampus banyak pesta yang mengharuskan untuk menunjukkan kartu identitas karena biasanya disediakan minuman beralkohol.
Hal yang harus diingat ketika mengikuti pesta jenis kedua adalah untuk tetap berhati-hati, sebab kemungkinan besar kita tidak mengenal orang-orang di dalamnya.
Sebisa mungkin jangan menerima minuman dari orang yang tak dikenal. Selain itu juga jangan datang sendirian. Ajak teman-teman agar bisa saling menjaga satu sama lain.
Selain pesta kostum, hal yang paling ditunggu dari Halloween adalah rumah hantu. Sebenarnya dari dulu saya ingin sekali pergi ke sana namun belum pernah kesampaian.
Kata teman-teman saya sih suasananya cukup menyeramkan. Namun saya yakin tidak ada yang bisa mengalahkan seramnya rumah hantu yang berisi kuntilanak, pocong, atau karakter hantu lokal seperti yang ada di Indonesia.
Bicara soal hidup di Kanada, tentu ada biaya yang lebih tinggi yang harus dikeluarkan dibanding saat di Jakarta.
Cara berhemat yang paling sering saya dan teman-teman lakukan adalah dengan memasak sendiri. Makanan di restoran harganya cukup mahal.
Namun untuk kopi harganya hampir sama seperti di Jakarta.
Hobi yang juga saya harus tahan saat tinggal di Vancouver ialah nonton film di bioskop.
Saat di Jakarta, saya bisa tiap minggu nonton film di bioskop bersama teman-teman. Tapi di Vancouver, karena harga tiketnya dua kali lebih mahal daripada di Jakarta, hobi tersebut mau tidak mau harus saya tahan.
Untungnya Vancouver punya banyak taman indah yang bisa dijadikan tempat wisata murah meriah di kala senggang.
 Locarno Beach Park di Vancouver, Kanada. (AFP PHOTO / Doug Pensinger) |
Saya biasanya pergi ke Stanley Park, taman terbesar di sini, untuk bersepeda. Dari taman ini saya bisa langsung ke pantai yang ada di sebelahnya untuk melihat matahari terbenam.
Ada satu sudut di taman ini yang mengingatkan saya dengan adegan film '500 Days of Summer', yakni ketika Tom dan Summer saat duduk di sebuah bangku taman menghadap gedung-gedung perkotaan.
Jika ada teman atau keluarga yang berkunjung, saya pasti akan mengajak mereka ke Granville Island.
Tempat ini merupakan pasar yang sangat unik dan ditata sangat rapi dan indah. Di sini juga banyak jajanan kaki lima yang mengingatkan dengan Pasar Mayestik di Jakarta.
Tinggal di Kanada pastinya saya tak bisa lepas dari kabar politik setempat tiap harinya.
Baru-baru ini Justin Trudeau kembali terpilih sebagai perdana menteri. Sebenarnya saya lebih banyak mengikuti politik di Indonesia.
Namun belakangan ini saya jadi ikut mengikuti berita pemilihan perdana menteri karena ada isu soal kelestarian lingkungan.
Saya berharap PM Trudeau bisa benar-benar mendengarkan suara warga Kanada dan suku lokal untuk tidak lagi mengambil tanah mereka dan membangun pipa-pipa kilang minyak yang mengancam kerusakan lingkungan.
Selain itu saya juga berharap permasalahan gelandangan yang semakin memprihatinkan dapat ikut terselesaikan.
Di negara setenang Kanada, masalah tunawisma merupakan isu yang tak kunjung selesai. Jumlah mereka yang harus tidur di pinggir jalan beralaskan kardus dan berselimutkan kain seadanya sepertinya terus bertambah setiap harinya.
Walau hidup di Kanada nyaman, tapi saya tidak sabar untuk segera pulang ke Indonesia. Sesampainya di Jakarta, hal pertama akan kulakukan adalah pergi ke restoran padang favorit dan memesan nasi padang serta es teh manis.
Saya juga ingin sekali berkumpul dengan teman-teman lama yang ada di Jakarta, dan yang paling penting adalah kembali menonton band favorit saya yaitu White Shoes and The Couples Company.
---Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: [email protected] / [email protected] / [email protected][Gambas:Video CNN]
(ndn/ard)