Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Taizhou di Provinsi Zhejiang,
China mengumumkan obat pertama untuk mengatasi
virus corona jenis baru atau
COVID-19. Penggunaan favilavir sebagai obat antivurs COVID-19 ini telah disetujui National Medical Products Administration of China. Di Zhejiang sendiri untuk sementara tercatat setidaknya terdapat lebih dari 1.100 kasus virus corona.
Sedangkan data dari seluruh dunia menunjukkan virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China ini telah mencatatkan 74.500 kasus. Lebih dari 2.000 orang di antaranya meninggal dan lebih dari 16.330 orang sembut. Data ini adalah catatan hingga Kamis (20/2) pagi.
Sejak menjangkiti manusia pada 31 Desember 2019, pelbagai negara terus mengupayakan studi untuk menemukan antivirus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan obat ini menjadi harapan baru. Dikutip dari
Asia One, pemerintah China melalui akun resmi WeChat menginginkan obat yang dikembangkan perusahaan farmasi Zhejiang Hisun ini berperan penting mencegah penyebaran virus corona.
Favilavir atau sebelumnya kerap dikenal dengan fapilavir, adalah antivirus yang terbukti manjur mengobat virus corona jenis baru, telah diperbolehkan untuk dipasarkan dan diproduksi dalam jumlah besar. Produksi obat ini pun telah dimulai sejak Minggu (16/2) pekan lalu.
Ini adalah obat pertama yang disetujui sejak wabah menjalar hampir dua bulan lalu.
Dalam uji klinis, favilavir merupakan satu dari tiga obat yang menunjukkan khasiat signifikan untuk mengobati virus corona jenis baru. Menurut laporan
China Daily, dalam uji coba klinis terhadap 70 pasien, fapilavir bukan hanya manjur melainkan juga menunjukkan efek samping yang kecil.
Menurut Kementerian Sains dan Teknologi China, dua obat lainnya yakni obat anti-malaria chloroquine dan remdesivir tengah dalam pengujian. Chloroquine sedang diuji pada 100 pasien di lebih dari 10 rumah sakit di Beijing dan Provinsi Guangdong. Pengujian tambahan di Provinsi Hunan tengah berjalan.
Sementara itu, Gilead--perusahaan bioteknologi Amerika Serikat--menyatakan juga tengah melakukan studi di lebih dari 10 lembaga medis di Wuhan--pusat dari merebaknya wabah COVID-19.
[Gambas:Video CNN] (nma)