Jakarta, CNN Indonesia -- Berlin telah lama terkenal dengan budaya pestanya yang meriah, tetapi ketika wabah virus corona COVID-19 mulai menghantui, ibu kota Jerman itu khawatir akan reputasinya sebagai pusat kehidupan malam dunia.
"Anda tahu kita gemar pesta yang meriah, tapi wabah ini sudah memberi efek yang terlalu jauh," gurau klub malam Sisyphos di situs webnya, yang kini bergabung dengan barisan kelab malam populer di Berlin yang tutup sejak akhir pekan kemarin.
Polisi mulai menutup bar, pub dan kelab malam di seluruh kota sejak Sabtu (14/3) malam, membuat banyak pelaku industri hiburan Jerman khawatir akan masa depan bisnis mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena jumlah pemaparan dikonfirmasi terus meningkat di Jerman dan terutama di Berlin, pejabat kota melakukan langkah-langkah untuk memperlambat penyebaran virus.
"Dari 263 kasus yang dikonfirmasi di Berlin, 42 kasus yang ditelusuri berasal dari kelab malam," kata senator kesehatan negara, Dilek Kalayci ketika ia mengumumkan larangan baru pada semua acara publik.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk berpesta."
Peraturan baru itu, yang akan diberlakukan hingga paling lambat 19 April, juga mempengaruhi bioskop, pusat judi, kolam renang, pusat rekreasi, dan rumah bordil -- bisnis yang legal di Jerman.
Acara pertemuan pribadi yang dihadiri 50 orang diperbolehkan, selama tuan rumah memberi daftar identitas tamu kepada pihak berwenang.
Dikutip dari media lokal, beberapa bar telah menggunakan cara tersebut, dengan rencana untuk mempersilakan 49 pelanggan terdaftar untuk datang dalam satu waktu atau mengizinkan pelanggan datang dengan perjanjian sebelumnya.
Namun bagi para kaum hedon di Berlin, penutupan tempat kongko berarti bencana keuangan dan kemungkinan kehancuran.
Ancaman eksistensialSektor kelab malam di Berlin sangat khawatir bisnisnya bakal terpukul oleh wabah virus corona.
Komunitas musik techno di sana mulai berkembang tepat setelah runtuhnya Tembok Berlin, dan kelab malam seperti KitKat, Berghain dan Sisyphos sekarang mendatangkan puluhan ribu wisatawan ke kota setiap tahunnya.
"Bagi kami, ini adalah krisis terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, industri hiburan belum pernah memiliki ancaman sebesar itu," kata Lutz Leichsenring dari asosiasi industri tempat hiburan lokal, Clubcommission.
"Ada kemungkinan bahwa pada akhir krisis ini, gemerlapnya hiburan malam di Berlin akan senyap," katanya kepada AFP.
Sementara teater, orkestra dan gedung opera juga terpaksa menutup pintu mereka, mereka dapat kembali menggunakan dana publik jika krisis berlanjut.
"Perbedaan antara kami dan lembaga budaya kota lainnya yang telah ditutup adalah bahwa mereka didanai oleh pajak, sedangkan kami berikan didanai oleh tamu kami," kata Leichsenring.
Selain ancaman kehilangan pendapatan, pemilik tempat hiburan juga masih dihadapkan dengan biaya operasional yang tinggi, banyak pemilik kelab malam khawatir bahwa virus bisa memaksa tempat usaha mereka tutup selamanya.
"Ini adalah ancaman eksistensial bagi kita. Saat ini sepertinya kita bisa terus berjalan selama empat hingga lima minggu dengan jumlah uang yang tersedia, tetapi setelah itu pasti berakhir," Florian Winkler-Ohm, direktur pelaksana kelab malam khusus gay, Klub SchwuZ.
Situasi itu juga membawa malapetaka bagi para seniman lepas, tambahnya.
Clubcommission sekarang dalam diskusi dengan otoritas kota mengenai kemungkinan paket kompensasi.
Namun tanpa bantuan negara, kelab malam seperti SchwuZ akan terpaksa mengandalkan penggalangan dana dan kreativitas online untuk selamat dari krisis, Winkler-Ohm mengatakan kepada harian Tagesspiegel.
Di Sisyphos, sementara itu, para clubbers berusaha untuk tetap positif.
"Kami berharap bisa sesegera mungkin gila-gilaan lagi dengan Anda, dan akan menggunakan waktu penutupan ini untuk membuat kelab kami lebih heboh," tulis pengelola dalam situsnya.
[Gambas:Video CNN] (afp/ard)