Alasan Indonesia Perlu Segera Lakukan Tes Corona Secara Masif

CNN Indonesia
Jumat, 20 Mar 2020 05:29 WIB
Data kasus Covid-19 Indonesia diduga masih terbatas, karena itu perlu dilakukan tes secara masif untuk rencana penanggulangan yang lebih matang.
Ilustrasi: Data kasus Covid-19 Indonesia diduga masih terbatas, karena itu perlu skrining massal untuk rencana penanggulangan yang lebih matang. (Foto: ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar dan illmuwan mengusulkan agar pemerintah segera melakukan massive screening atau tes massal untuk menangani penyebaran virus corona jenis baru (SARS CoV-2). Ahli kesehatan masyarakat, Nurul Nadia dalam diskusi daring "Meliput Covid-19" menjelaskan, pengumpulan data ini penting guna menganalisis tren penularan, penyebaran penyakit hingga faktor penyebabnya.

Dokter peraih beasiswa Fullbright tingkat master di Harvard School of Public Health tersebut menjelaskan, bekal data itu bisa dijadikan dasar untuk menentukan rencana kebijakan penanggulangan Covid-19. Termasuk, menakar kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan dikaitkan dengan estimasi pasien.

"Penegasan, untuk menyarankan tes masif bagi mereka yang gejalanya ringan. Jadi, saat ini keterbatasan kita adalah keterbatasan data," terang Nurul yang kini menjadi peneliti dan konsultan di Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tes masif sebagaimana yang dilakukan Korea Selatan akan membantu proses menghimpun data. Menurut Nurul, sistem deteksi yang kini ada belum cukup maksimal. Sehingga temuan kasus positif Covid-19 di Indonesia pun tergolong masih rendah--apalagi jika mengingat Indonesia memiliki populasi terbesar keempat dunia.


Keterbatasan deteksi dan temuan kasus itu pun membuat tingkat kematian atau case fatality rate Indonesia melampaui persentase rata-rata global.

"Pertanyaannya, apakah memang jumlah kematian ini relatif [sebanding] dengan apa yang tersebar di masyarakat? Karena kita ada keterbatasan melakukan pemeriksaan jadi angka relatif pasien Covid yang meninggal dengan kasus yang positif itu tidak mencerminkan jumlah kasus yang ada di masyarakat," kata Nurul sangsi.

Itu sebab menurut dia, penting bagi Indonesia untuk meniru langkah tes masif yang ditempuh Korea Selatan. Toh kebijakan ini terbukti mampu menurunkan laju penyebaran virus corona dan mengerem angka kematian.

"Korsel itu penemuan kasusnya cukup tinggi, dan mereka melakukan tes yang sangat masif. ... Dampaknya, angka kematiannya tidak setinggi negara seperti Italia dan Iran," sambung dia.

Penyebaran penularan Covid-19 lanjut Nurul, perlu dilakukan seagresif mungkin mengingat keterbatasan fasilitas layanan kesehatan di Indonesia. Kebijakan massive screening ini menurut dia bisa beriringan dengan pemberlakuan social distancing (menjaga jarak sosial) dan self isolation (isolasi mandiri).

Alasan Indonesia Perlu Segera Lakukan Skrining Masif Covid-19Foto: CNNIndonesia/Fajrian

Metode serupa sempat diterapkan saat menangani pandemi flu di Spanyol pada 1918 silam. Tes masif dan isolasi mandiri saat itu menurut Nurul, terbukti manjur mengerem laju penyebaran virus.

Senada, peneliti utama dari Stemcell and Cancer Institute KalGen Laboratory Kalbe, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo yakin pendekatan massive screening atau agressive testing mampu membuahkan rencana kebijakan yang lebih matang dan manusiawi. Kendati, ia tak menampik metode ini berbiaya mahal.

"Mengenai harga, ini harga yang memang harus kita bayar. Karena kita sudah telat dua bulan, apa boleh buat," tutur Ahmad dalam diskusi yang digelar Society of Indonesian Science Journalist (SISJ), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) secara daring.

Ia melanjutkan, tes massal bisa dilakukan dengan rapid test diagnostic. Menurut Ahmad, saat ini mulai banyak perusahaan yang menawarkan test kid untuk Covid-19.


"Tinggal kita melakukan validasi. Jadi kan kita sudah ada kasus yang positif kan, jadi pasien yang positif itu kita pinjam darahnya nanti kita bandingkan pasien yang thru-positif dan thru-negatif," terang dia lagi.

Hanya saja ia mengingatkan, tingkat sensitifitas pengecekan dengan rapid test ini tergolong rendah. Karena itu ia tak merekomendasikan rapid tes untuk pasien yang mengalami gejala berat.

Pasien yang sudah parah tetap harus dirawat dan dicek menggunakan RT PCR (Reserve-Transcriptase Polymarase Chain Reaction).

"Rapid test ini memang tidak sensitif ya, tapi kalaupun dia bisa mengenali 40 persen saja yang membawa SARS-CoV-2, itu sudah good enough. Jadi ini memang perlu dipikirkan," kata dia lagi.

Ahmad menambahkan, rapid test diagnostic bisa digunakan di sejumlah titik seperti pelabuhan dan bandara. "Minimal kita bisa tahu burden diseasenya. Kita ingin tahu, misalnya, daerah yang sudah terpapar, dengan rapid diagnostic bisa membantu."

[Gambas:Video CNN]

(nma)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER