SURAT DARI RANTAU

Menghadapi Corona di Turki bersama Anak-anak TK Menggemaskan

Zakiya Nufus | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2020 13:10 WIB
Ankara Turki
Pemandangan kota Ankara di Turki. (iStockphoto/Thankful Photography)
Ankara, CNN Indonesia -- Hingga saat ini saya masih yakin, kalau foto saya yang terlalu imut dalam lamaran kerja menjadi salah satu alasan saya ditempatkan sebagai guru bahasa Inggris untuk taman kanak-kanak di Turki. Padahal di sekolah tempat saya kerja ini juga ada SD dan SMP. 

Saya telah bermukim di Turki sejak Agustus 2019. Ini adalah Ramadan dan IdulFitri pertama saya di negara empat musim.

Pengalaman saya bekerja sebagai guru bahasa Inggris di sebuah tempat kursus terkenal di Indonesia dan ijazah Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris membawa saya bisa meniti karier ke Turki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya datang ke Turki seorang diri dengan dua koper besar. Berangkat dari Tegal, menyambung penerbangan ke Jakarta-Muscat, lalu Muscat-Istanbul, dan Istanbul-Ankara. Total perjalanan sekitar 18 jam plus transit. Tak disangka sebelumnya saya berani dan bisa melakukannya!

Di Turki saya tinggal di apartemen yang berada di kota Cankaya, Ankara, bersama dua orang teman dari Brasil dan Tunisia, bernama Lucas dan Ayda. Keduanya juga guru bahasa Inggris di sekolah yang sama dengan saya.

Sekolah tempat saya mengajar merupakan sekolah internasional yang sistem belajar mengajarnya menggunakan dua bahasa, Turki dan Inggris.

Setiap hari saya meladeni bocah-bocah lucu berusia 3-4 tahun. Awalnya saya gentar karena tak paham betul soal psikologi anak di usia tersebut. Di bulan pertama saya juga kesulitan menyampaikan materi mengajar di kelas. Namun lama kelamaan, saya bisa beradaptasi.

Satu kelas berisi 15 anak dan dipandu satu guru bahasa Inggris, satu guru bahasa Turki, dan asisten guru yang bertugas mengantar anak ke toilet dan lainnya.

Mengajar anak TK berarti mengubah metode belajar setiap 15 menit sekali, karena anak-anak balita itu cepat sekali bosan. Saya menggabungkan cerita, bernyanyi, pemutaran video, dan permainan untuk menyampaikan materi pelajaran.


Kegiatan penulis Surat dari Rantau selama di Ankara, Turki. (Dok. Zakiya Nufus)Bersama salah satu anak murid. (Dok. Zakiya Nufus)

Setiap hari saya mengisi kelas selama satu sampai dua jam di pagi dan sore hari, selebihnya saya menemani mereka untuk makan dan tidur siang sampai jam 14.30.

Mereka lalu dibangunkan jam 15.00 untuk snack sore dan bermain sampai jam 18.30, di saat orang tua mereka datang menjemput. Banyak juga siswa yang dijemput 1 atau 2 jam lebih awal.

Ada saja tingkah polah anak-anak TK itu yang membuat saya gemas. Salah satunya saat mendengar perbincangan anak murid bernama Nihat dan Ates.

"Benim babam aksam geldi (ayah aku nanti datang menjemput dong)," kata Nihat.

"Benim babam ve annem de geldi (ayah ibu aku juga nanti datang menjemput)," jawab Ates.

"Hayir, senin annem geldi yöok (tidak, ibu kamu tidak datang menjemput)," kata Nihat.

Usai perbincangan itu entah mengapa Ates mengambek. Saya jadi harus memangku untuk menyuapi makanannya hahaha....

Mengajar dari rumah

Walaupun mereka kadang merepotkan, jujur saja saya sangat kangen mengajar ketika pandemi virus corona membuat sekolah-sekolah di Turki harus diliburkan sejak 15 Maret.

Mengajar online membuat saya lebih deg-degan, karena orangtua mereka juga akan menonton, sehingga saya harus merekam materi berulangkali sampai sempurna.

Anak-anak ini juga lebih susah diatur di kelas online, semuanya berebutan bicara, sehingga saya terpaksa mematikan mikrofon saat ada yang bandel. Saya pun tak bisa memaksa mereka fokus, karena saya tak bisa merajuknya dalam bahasa Turki.

Sesi belajar pengulangan, berupa mengulang kalimat yang saya ucapkan adalah yang paling sering saya gunakan dan efektif, namun juga merupakan salah satu tantangannya, karena mereka lebih sering mengantuk hehehe...

Dari kabar yang saya dengar, pemerintah Turki akan membuka sekolah dan universitas pada 22 September. Untuk sekolah usia dini, seperti TK, akan dibuka lebih awal pada 15 Juni.


Pandemi virus corona juga membuat aturan soal jam malam setiap hari Sabtu dan Minggu sejak 11 April, yang berarti tak ada pusat keramaian buka. Jika ada yang keluyuran malam hari saat hari itu bisa didenda 3.150 Lira (sekitar Rp6,8 juta).

Sebagai pendatang, saya ikuti saja aturan pemerintah daripada dideportasi. Untuk membunuh waktu, bersama teman-teman pengajar bahasa Inggris dari Indonesia lainnya, saya aktif dalam komunitas @afterschoolgang.id.

Di komunitas ini, kami biasanya mengadakan pertemuan online untuk berlatih bahasa Inggris. Siapapun bisa ikut untuk meningkatkan kemampuan berbincang dalam bahasa Inggris.

Kegiatan penulis Surat dari Rantau selama di Ankara, Turki. (Dok. Zakiya Nufus)Penulis bersama dua temannya, Ismail dan Ayda. (Dok. Zakiya Nufus)

Selain mengajar dan sibuk di komunitas, saya juga iseng memasak. Saat Ramadan, selalu ada tiga menu untuk berbuka; Indonesia, Brasil, dan Tunisia. Kami menyebutnya iftar internasional. Lucas dan Ayda sempat saya masakkan opor ayam dan mereka mengaku sangat menyukainya.

Sayangnya pandemi virus corona tahun ini memaksa penduduk Turki harus berada 'di rumah aja' , pemerintah Turki menetapkan 4 hari lockdown untuk libur Hari Raya Idul Fitri dari tanggal 23-24 Mei 2020. Rencana saya untuk kembali ke Istanbul untuk menikmati suasana Lebaran juga harus tertunda.

Sebelumnya saya sudah pernah ke Istanbul dan mengunjungi Balat, kawasan yang sering dijadikan lokasi syuting serial drama Turki.

Kegiatan penulis Surat dari Rantau selama di Ankara, Turki. (Dok. Zakiya Nufus)Penulis saat di Dolmabahçe Palace dekat Selat Bosphorus. (Dok. Zakiya Nufus)

Teman saya di Istanbul, Ismail, menceritakan kalau suasana Lebaran di kotanya sangat meriah. Hidangan khas Turki saat Lebaran yang kerap disajikan keluarganya ialah baklava, dolma biber, corba, borek, dan tentu saja kebab.

Saya jadi ingat suasana Lebaran di kampung halaman saya di Tegal. Pawai obor dan gema takbir berkumandang. Sedangkan disini, Takbir hanya dikumandangkan sebentar saja setelah sholat isya dan di pagi hari sebelum sholat Eid.

Saya sempat menangis tersedu-sedu mengingat suasana itu saat pertukaran pelajar di Thailand pada tahun 2015. Mungkin saya bakal lebih tegar menghadapi Lebaran jarak jauh tahun ini karena memang tak bisa bepergian.

Saya berharap pandemi virus corona bisa cepat berlalu, sehingga saya bisa kembali bertemu anak-anak murid saya dan berwisata keliling Turki.

-

Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi [email protected]

(ard)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER