Jakarta, CNN Indonesia -- Penggunaan
masker kini mau tak mau jadi bagian
new normal di tengah pandemi
Covid-19 yang belum pasti kapan berakhirnya. Pelindung hidung dan mulut ini digunakan untuk mengerem penyebaran
virus corona jenis baru (SARS-CoV-2).
Tapi mulai muncul pertanyaan mengenai dampak bagi kesehatan ketika memakai masker terlalu lama.
Mula-mula ada kritik dari pensiunan ahli bedah saraf, dokter Russell Blaylock soal penggunaan masker N95 bagi tenaga medis. Mengutip sejumlah penelitian sebelumnya, kata dia penggunaan masker N95 selama berjam-jam berpotensi menimbulkan efek sakit kepala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah artikel seperti dikutip
Jerusalem Post, Russell Blaylock menuliskan efek pemakaian masker yang berkepanjangan, "dapat bervariasi dari sakit kepala hingga peningkatan resistensi saluran pernapasan, akumulasi karbondioksida, hipoksemia, hingga komplikasi serius yang mengancam jiwa".
Ia memperingatkan, dampak bawaan itu memang bergantung pada masker yang digunakan--apakah itu masker kain, masker bedah ataukah masker N95.
"Karena N95 sebagai filter yang lebih efektif juga lebih tinggi dalam membatasi pernapasan, karenanya lebih sering dikaitkan dengan sakit kepala," kata Blaylock.
 Infografis jenis masker. (CNN Indonesia/Fajrian) |
Kekhawatiran Blaylock itu masuk akal sebab secara teori menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, saat memakai masker maka saluran pernapasan pun sedikit terhambat. Apalagi jika masker yang dikenakan memiliki daya saring yang sangat kuat seperti N95.
Dengan begitu tingkat kerapatan masker pun tergolong tinggi.
"Sakit kepala memang bisa terjadi karena kekurangan oksigen. Jadi, bila laju oksigen di pernapasan kita terganggu, maka peredaran darah kita yang kurang oksigen juga akan mengganggu sistem metabolisme kita yang akhirnya bisa menimbulkan reaksi dalam tubuh--karena kurangnya oksigen dalam darah--riwayat yang sering timbul memang pening atau sakit kepala," terang Hermawan kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Keluhan lain misalnya dirasakan dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan, Mohamad Fahmi yang mengalami iritasi di bagian hidung. Kata dia, kondisi ini berbeda pada masing-masing petugas kesehatan bergantung sensitivitas kulit.
"Kan anatomi orang beda-beda kan ya, kalau saya sendiri setelah pakai N95 itu ada tanda di hidung, seperti bekas luka. Untuk sebagian orang itu juga menekan sampai lecet," tutur Fahmi saat dihubungi
CNNIndonesia.com.
"Untuk sebagian orang, dia kan memang agak rapat, saya sendiri juga tidak tahu itu bisa mengurangi kadar oksigen di dalam darah atau enggak--karena ini belum pernah diteliti sih. Yang pasti untuk misalnya, teman-teman nakes (tenaga kesehatan) yang punya penyakit asma, itu pasti tidak tahan pakai N95," sambung dia lagi.
 Ilustrasi salah satu dokter yang menangani kasus virus corona. (Foto: AP/Pavel Golovkin) |
Sementara dokter spesialis penyakit dalam yang juga Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban berpendapat dampaknya kecil bagi kesehatan. Dengan catatan penggunanya dalam kondisi normal, sehat dan tanpa riwayat penyakit pernapasan.
Hanya saja memang diakuinya, penggunaan masker N95 dalam waktu yang lama akan menimbulkan ketidaknyamanan.
"Capek itu. Saya kalau pakai masker pas di rumah sakit itu [juga begitu]. Jadi saya sarankan 3-4 jam lah, ya buka dulu sebentar. Itu kan [masker] menghalangi kuman, virus, bakteri, basil masuk, tetapi sebaliknya juga mengurangi keluar masuknya oksigen, sedikit. Tidak banyak sih. Karena tidak terbiasa, kita jadi terganggu," terang Zubairi tentang pengalamannya mengenakan masker N95 kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Namun ia menggarisbawahi, kondisi tersebut dialaminya yang kini sudah berusia lebih 73 tahun dan memiliki riwayat operasi jantung bypass. "Jadi [saya] bukan standar. ... Kalau saya sih sakit kepala sih, enggak. Cuma terasa tidak nyaman, begitu," tutur dia.
Serupa diungkapkan Hermawan dalam wawancara terpisah, orang yang dalam kondisi sehat kecil kemungkinan mengalami gangguan kesehatan akibat pemakaian masker jangka panjang. "Tetapi pada umumnya, pada orang-orang yang fitalitasnya baik lalu dia
balance antara di rumah dan di area publik sebenarnya sih normal-normal saja," ungkap dia lagi.
Lantas, bagaimana dengan masker kain atau masker bedah?Gangguan kesehatan seperti kesulitan bernapas atau reaksi berupa sakit kepala, mungkin saja terjadi pada pengguna masker kain. Mengingat menurut Hermawan, pembuatan masker kain belum terstandarisasi. Berbeda dengan masker bedah yang cenderung sudah didesain sesuai standar--memiliki rongga yang cukup untuk sirkulasi udara tetapi juga punya daya saring yang cukup baik menangkal virus dan bakteri.
"Ada masker [kain] yang dibuat se-alakadar-nya dengan kerapatan tinggi sehingga udara yang kita hirup dari rongga-rongga masker juga terbatas. ... Ada beberapa bahan masker yang dari kain, yang kadang bisa terhirup partikel-partikel kecil yang bisa menimbulkan iritasi dan itu mengganggu kesehatan," ungkap pakar kesehatan lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tersebut.
Tapi lagi-lagi, kendala kesehatan itu punya faktor beragam. Bisa jadi, kata dia, pengguna masker dalam kondisi tubuh yang tidak fit atau memiliki sensitivitas tinggi.
"Pada orang yang hipersensitif itu bisa menyebabkan gangguan kesehatan, gejalanya bisa sesak, bisa bersin, iritasi dan juga bisa sampai pening kepala. Itu bisa-bisa saja terjadi. Jadi yang penting menjaga higienitas," dia menyarankan.
 Infografis serba-serbi masker kain. (CNNIndonesia/Basith Subastian) |
Senada, dokter spesialis paru Erlang Samoedro mengutarakan penggunaan masker kain dalam jangka waktu lama pada orang yang sehat mestinya tak memiliki efek sampingan. Kalaupun ada, ia menduga gangguan kesehatan itu lebih karena belum terbiasa.
"Iya, itu [memang ada kaitannya dengan oksigen yang kita hirup], karena tidak terbiasa atau memang punya penyakit khusus seperti asma, alergi penyakit pernapasan, bekas TB dan lain-lain," terang Erlang melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com.
"Oksigen [memang] agak terbatas bila menggunakan masker udara, yang dihirup lebih sedikit. Tapi mencukupi untuk melakukan kegiatan yang tidak berat," kata dia lagi.
Dokter spesialis paru dan kedokteran respirasi, Mohamad Fahmi juga mengungkapkan hal serupa soal ketiadaan dampak bagi gangguan kesehatan.
[Gambas:Video CNN]"Kalau masker kain sebenarnya sih tidak ada [dampaknya bagi kesehatan], karena ringan aja. Kalau bicara populasi orang normal, tidak ada efeknya, nyaris tidak ada baik yang kain maupun bedah," ungkap Fahmi.
Ia mengaku belum menemukan penelitian yang menguji keterkaitan antara penggunaan masker dalam waktu yang lama dengan kadar oksigen dalam darah. Meski memang secara teoritis, lanjut Fahmi, penggunaan masker dengan tingkat kerapatan tinggi seperti N95 akan menghalangi pernapasan.
"secara teori itu kan menghalangi oksigen masuk untuk pernapasan, begitu juga menghalangi terbuangnya Co2. Ini pasti akan membuat pembuluh darah, terutama yang di kepala itu akan terasa tidak enak.
Tapi Fahmi belum berani menyimpulkan apakah kondisi itu memantik reaksi tubuh seperti sakit kepala atau respons lainnya.
"Kami nggak berani bilang karena tidak ada penelitiannya, misalnya diteliti nih, dari populasi yang sama-sama sehat diteliti; mereka yang di poliklinik pakai masker bedah lalu mereka yang bekerja pakai masker kain, hitung saja berapa lama mereka bertugas disamakan lalu dicek kadar oksigen saturasinya sesudah pakai berapa dan sebelum berapa. Diukur secara klinis itu."
Namun begitu demi antisipasi dan pencegahan gangguan kesehatan, para ahli dan dokter menyarankan pemakaian masker jenis apapun tak lebih dari empat jam. Kalaupun Anda terpaksa beraktivitas di ruang publik atau bekerja yang mengharuskan penggunaan masker selama delapan jam atau lebih, para pakar menganjurkan untuk membawa masker ganti.
(nma)
[Gambas:Video CNN]