Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa bulan yang lalu, turis mancanegara berdatangan ke Sri Lanka untuk menikmati pemandangan air terjun dan hutan hujan. Tapi kemudian pandemi virus corona melanda, dan kini mereka terdampar di Sri Lanka.
Ketika penerbangan dibatalkan dan bandara ditutup, Darshana Ratnayake datang memberi bantuan.
Ratnayake, seorang pemilik kafe di Ella, bekas stasiun bukit kolonial di negara teh Sri Lanka, menyiapkan makanan dan tempat berlindung gratis bagi lusinan turis mancanegara yang tak bisa pulang ke negara asalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami benar-benar takjub. Ini sangat luar biasa," kata Alex Degmetich, seorang direktur hiburan di kapal pesiar Amerika berusia 31 tahun.
"Saya berasal dari negara Barat, di mana semuanya harus dibayar dengan uang. Tapi di sini, penduduk setempat yang memberi kita - turis - makanan dan akomodasi gratis, benar-benar tulus. "
Pemerintah Sri Lanka memberlakukan jam malam nasional pada 20 Maret untuk mengekang penyebaran virus COVID-19, menyegel seluruh wilayah negara pulau Samudra Hindia itu.
Degmetich adalah di antara 40 wisatawan dari 11 negara yang terdampar di Ella, 200 kilometer timur ibukota Sri Lanka, Kolombo.
Kawasan Ella menjadi magnet kedatangan backpacker muda, dan Darshana tahu mereka akan segera kehabisan uang. Belum lagi penginapan yang juga akan segera kehabisan makanan.
Dia benar: Banyak turis hanya punya cukup uang untuk membayar perjalanan, dan rantai pasokan yang terganggu membuat tempat penginapan kehabisan sembako.
Darshana mendirikan Chill Cafe-nya sebagai bar jus dengan dua meja sejak 13 tahun yang lalu. Bisnisnya telah berkembang menjadi restoran dan hotel butik dengan 72 karyawan.
Tepat setelah jam malam diberlakukan, Darshana menyiapkan daftar orang-orang yang tersisa di tempat penginapan dan memulai pengiriman makanan kotak.
Dia sekaligus meyakinkan pemilik penginapan untuk membiarkan tamu mereka menginap gratis.
"Mata pencaharian kita tergantung pada pariwisata. Kita harus membantu wisatawan ketika mereka dalam kesulitan. Uang bukan segalanya. Kita harus membantu dan berbagi di masa-masa sulit seperti ini," katanya.
Dia mengatakan menyumbangkan 5 juta rupee Sri Lanka (sekitar Rp379,9 juta) untuk pemandu wisata yang kehilangan penghasilan ketika pariwisata di negara itu terhenti.
Darshana mengatakan perang saudara berdarah selama puluhan tahun di Sri Lanka berdampak besar pada pariwisata di Ella.
Setiap kali sebuah bom meledak di negara itu, katanya, kedatangan wisatawan turun tajam.
Selama 25 tahun, separatis dari komunitas minoritas Tamil berjuang untuk pemisahan negara. Pada saat pasukan pemerintah menghancurkan pemberontak pada tahun 2009, AS memperkirakan sekitar 100 ribu orang telah terbunuh.
Dengan berakhirnya perang, jumlah pengunjung Ella meningkat tajam, rata-rata 1.000 orang per hari, katanya.
Darshana telah kini menyediakan makan siang dan makan malam setiap hari, tanpa mengorbankan kualitas atau layanan pelanggan yang ia junjung.
Rebecca Curwood-Moss, seorang turis dari Inggris, merasa putus asa ketika jam malam Sri Lanka diberlakukan.
Dia mengatakan makanan Darshana lebih dari sekadar pengisi perut yang kosong.
"Di dalam kotak, kami tidak hanya menemukan nasi dan kari buatan rumah yang lezat, tetapi kami menemukan harapan," katanya.
(ap/ard)
[Gambas:Video CNN]