Studi: Kejang Usai Vaksinasi Tak Pengaruhi Perkembangan Anak

CNN Indonesia
Selasa, 07 Jul 2020 23:31 WIB
Seorang ibu menunggui putrinya yang menjalani perawatan akibat penyakit demam berdarah (DB) di ruang instalasi rawat inap RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (15/1). Dinas kesehatan setempat memberlakukan status Siaga 1 demam berdarah menyusul meninggalnya seorang pasien anak penderita DB dan meningkatnya jumlah penderita akibat penyakit tersebut. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/aww/16
Ilustrasi: Kejang terkait demam usai vaksinasi kerap membuat orang tua panik dan enggan melakukan imunisasi. Studi terbaru meneliti efek kejang dengan perkembangan anak. (Foto: ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejang terkait demam usai vaksinasi kerap membuat orang tua panik dan enggan melakukan imunisasi. Studi terbaru meneliti efek kejang dengan perkembangan anak.

Studi terbaru yang didukung Australian National Health dan Medical Research Council menemukan bahwa kejang terkait demam usai vaksinasi tak berhubungan dengan perkembangan perilaku anak. Hasil ini didapat setelah membandingkan dan tak menemukan perbedaan perkembangan serta perilaku anak yang mengalami kejang setelah vaksinasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Studi yang dipublikasikan secara online di jurnal medis American Academy Neurology pada 1 Juli 2020 ini membandingkan kondisi anak-anak yang mengalami kejang demam usai vaksin dengan yang tidak.

"Ini berita yang meyakinkan bagi orang tua. Kejang demam dapat terjadi setelah vaksinasi, dan dapat dimengerti, ini akan sangat menyusahkan orang tua. Ini juga dapat menyebabkan orang tua kehilangan kepercayaan terhadap vaksinasi ke depannya," ungkap penulis studi, Lucy Deng dari National Centre for Immunisation Research and Surveillance (NCIRS) di Sydney, Australia seperti dikutip Science Daily.

Ia pun berharap hasil penelitian yang menemukan bahwa kejang demam tak berhubungan dengan perkembangan dan pola perilaku anak itu bakal membuat orang tua sedikit lega.

[Gambas:Video CNN]

Penelitian ini membandingkan 62 anak yang mengalami kejang demam dua pekan setelah vaksinasi, dengan 70 anak yang mengalami kejang demam karena penyebab lain, dan 90 anak tanpa riwayat kejang. Semua anak yang punya riwayat kejang, mengalaminya saat usianya lebih muda 2 hingga setengah tahun.

Fungsi kognitif, motorik, dan bahasa anak-anak kemudian diuji oleh para penilai perkembangan anak yang bersertifikat. Tapi para penguji dibiarkan tak diberi tahu soal riwayat kejang tersebut.

Perilaku anak-anak diuji melalui kuesioner yang diisi oleh orang tua mereka. Anak-anak dengan kejang diuji dalam satu hingga dua tahun setelah kejang.

Hasilnya, para peneliti tidak menemukan perbedaan perkembangan, ketrampilan berpikir atau perilaku antara anak-anak yang mengalami kejang demam setelah vaksinasi dengan mereka yang memiliki kejang demam pada waktu lain ataupun mereka yang sama sekali tak pernah mengalami kejang demam.

"Pada saat ada kebangkitan global campak dan penyakit baru muncul, temuan kami sangat penting untuk meyakinkan orang tua dan penyedia tentang keamanan vaksin," terang Deng.

Deng juga menunjukkan beberapa faktor lain yang tak terkait dengan perkembangan anak, di antaranya soal waktu terjadinya kejang, jeda antara kejang pertama dengan selanjutnya, dan durasi kejang. Namun begitu penelitian ini masih terbatas, salah satunya soal jumlah peserta yang masih tergolong kecil. Karena itu diperlukan studi lanjutan dengan tambahan jumlah anak dan periode waktu yang lebih lama.

(nma)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER