Menikmati karya seni tak terbatas di darat saja. Setelah di Meksiko dan Spanyol, kali ini giliran Queensland, negara bagian di Australia, yang punya museum bawah laut yang bernama Museum of Underwater Art (MOUA).
MOUA yang resmi dibuka 1 Agustus 2020 menjadi museum bawah laut pertama yang eksis di belahan bumi bagian selatan, sehingga wajib dikunjungi bagi turis asal Indonesia yang sedang berwisata ke Australia.
Pematung sekaligus pecinta lingkungan asal Inggris, Jason deCaires Taylor, mendapat kepercayaan untuk memajang karya-karyanya di MOUA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum di MOUA, ia telah memajang patung-patungnya di museum bawah laut MUSA di Meksiko dan Museo Atlantico di Spanyol.
Karya awal deCaires Taylor untuk MOUA ialah patung bertajuk 'Ocean Siren' di dermaga kota Townsville dan 'Coral Greenhouse' di Taman Laut Great Barrier Reef, dengan karya lainnya direncanakan dipajang di Pulau Palm dan Pulau Magnetic.
Lebih dari karya seni yang menjadi magnet kedatangan turis, patung-patung yang dipahat Jason deCaires Taylor ialah pengingat kenangan dan peringatan soal alam.
Patung-patung yang dipahat deCaires Taylor bukan hanya indah untuk dipandangi atau difoto, tetapi juga punya fungsi menjadi habitat baru bagi makhluk laut serta "alarm" bagi manusia, seperti yang dijelaskannya saat wawancara dengan CNNIndonesia.com melalui email pada Jumat (31/7).
Patung 'Ocean Siren', terinspirasi oleh sosok Takoda Johnson, gadis berusia 12 tahun berdarah Wulgurukaba, satu dari dua suku yang mendiami kota Townsville.
Patung setinggi lima meter yang menjadi satu-satunya karya deCaires Taylor untuk MOUA yang berada di atas air ini ditempatkan di dermaga Strand, salah satu objek wisata paling populer di Queensland.
Pengerjaan dan penempatan patung ini dilakukannya bersama Universitas James Cook dan Institut Ilmu Kelautan Australia.
Suhu yang ditampilkan dalam warna patung 'Ocean Siren' merupakan hasil pencatatan stasiun cuaca Davies Reef di perairan Great Barrier Reef, gugusan terumbu karang di Australia yang belakangan ini diberitakan mengalami kerusakan akibat pemanasan global.
Pancaran warna dari patung bertenaga surya ini nantinya bisa menjadi pengingat bagi manusia mengenai ancaman naiknya suhu lautan akibat pemanasan global bagi kehidupan di darat, laut, dan udara.
Berjarak dua jam dengan kapal cepat dari Townsville, ada instalasi 'Coral Greenhouse' yang berada 183 meter di bawah perairan John Brewer Reef yang masuk dalam kawasan Great Barrier Reef.
Instalasi ini berupa bangunan rumah kaca yang "dihuni" oleh 20 patung seukuran manusia yang dipahat seakan sedang beraktivitas di dalam laboratorium.
Dengan total berat 165 ton, ini adalah instalasi terbesar di MOUA dan bangunan bawah laut pertama yang dibuat oleh deCaires Taylor. Pengerjaannya kurang lebih sembilan bulan.
![]() |
Selain sebagai daya tarik wisata dan habitat bagi makhluk laut, karya seni ini juga berfungsi sebagai laboratorium laut.
Tekanan, tingkat pH, oksigen, pertumbuhan terumbu karang di sekitar instalasi dipantau oleh kamera bawah air.
Bahan-bahan pembuat instalasi ini juga dirancang untuk tahan dari Badai Kategori 4.
Untuk mengunjungi MOUA, turis bisa memesan paket perjalanan dengan operator Adrenalin Dive Townsville, SeaLink Queensland, Pro Dive Magnetic Island, Yongala Dive Burdekin, atau Orpheus Island Resort.
Jason deCaires Taylor (45) bukan seniman kemarin sore yang mendadak peduli lingkungan.
Karya bawah laut pertamanya telah "ditenggelamkan" pada 2006 di lepas pantai Grenada, Karibia.
Terletak di kedalaman lima meter, Molinere Underwater Sculpture Park menampilkan 75 karya deCaires Taylor termasuk 'Vicissitudes', berupa lingkaran 26 patung anak-anak yang melambangkan pesan pentingnya menciptakan lingkungan yang berkelanjutan untuk generasi yang akan datang.
Berikut hasil wawancara lengkap CNNIndonesia.com dengan deCaires Taylor mengenai proses berkarya sekaligus pengalaman liburan semasa kecilnya yang membuahkan kecintaannya terhadap lingkungan:
1. Berapa banyak karya Anda yang akan ditampilkan di MOUA? Seperti apa proses saat mencari lokasi, memahat, sampai menempatkan patung?
Saat ini baru ada sekitar 32 patung berikut bangunan besar yang dipajang di MOUA. Rencananya akan ada 250 karya yang dipajang.
Saya dan tim telah menghabiskan waktu sekitar tiga tahun untuk memilih lokasi yang tepat.
Dalam hal pembuatan patung, saya menggunakan berbagai teknik, mulai dari metode tradisional sampai pencitraan 3D.
Selain soal perizinan, banyak faktor yang dipertimbangkan saat pembuatan patung, seperti; apakah karya bisa terlindungi dari badai tropis? Apakah karya punya dampak positif bagi lingkungan? Apakah karya bisa menggugah pengunjung?
'Coral Greenhouse' menjadi karya yang paling menantang saat penempatannya. Kami sampai harus menggunakan kapal tongkang dan crane untuk memasangnya.
Bisa dibilang, 'Coral Greenhouse' merupakan karya paling rumit yang saya pernah kerjakan.
Tidak hanya soal cuaca di Great Barrier Reef yang cepat berubah, tapi juga soal jarak antara lokasi karya dan daratan yang sangat jauh. Mungkin ini menjadi karya saya yang paling jauh dari daratan.
Saat perakitan di bawah laut juga harus presisi, karena jika salah perhitungan, gelombang sekecil apapun bisa menggeser posisinya.
Saya beruntung bisa bekerja sama dengan perusahaan penyelaman lokal yang menguasai teknik konstruksi dalam air tanpa merusak lingkungan.
2. Apa perbedaan tema karya Anda di MOUA dari yang telah ada di MUSA dan Museo Atlantico?
Saya selalu berusaha menampilkan kisah suatu daerah dalam setiap karya. Namun semuanya masih berkaitan dengan hubungan manusia dan laut, ketergantungan manusia dengan alam, dan bagaimana kita dibentuk oleh lingkungan tempat kita hidup.
Proyek di Australia sedikit berbeda dari yang lain, karena sebagian besar karya di tempat lain memiliki pesan mengenai dampak dari serbuan turis (overtourism) terhadap terumbu karang.
Untuk di Great Barrier Reef, karya saya memiliki pesan bahwa kawasan terumbu karang ini sangat luas dan kaya sehingga amat menarik untuk dijelajahi, namun jangan lupa untuk menjaganya dari kerusakan alam.
3. Dengan banyaknya pilihan untuk wisata bahari - salah satunya adalah museum bawah laut seperti MOUA, pasti semakin banyak wisatawan yang datang ke lautan. Sebagai seorang seniman yang juga peduli terhadap lingkungan, apa pandangan Anda tentang isu overtourism?
Saya pikir serbuan dapat memiliki hasil yang sangat merusak jika tidak dikelola dengan baik dan dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Sebenarnya pariwisata dapat menjadi alat yang sangat penting untuk konservasi, karena dapat memberikan aliran pendapatan yang berkelanjutan bagi penduduk lokal dan membantu menumbuhkan kecintaan seseorang terhadap alam.
Saya pikir pariwisata perlu dikalibrasi untuk lebih fokus pada kualitas pengalaman wisatawan daripada kuantitas wisatawan.
Pandemi virus corona mungkin memberi peluang bagi industri pariwisata untuk merestrukturisasi cara kita berwisata dengan cara yang lebih berkelanjutan.
Saya punya harapan bahwa nantinya semakin banyak orang yang berwisata bukan lagi sekadar demi mencentang bucketlist-nya, melainkan untuk bisa tinggal lebih lama di satu tempat dan merasakan pengalaman yang lebih mendalam ketika orang menghabiskan waktu di tempat tersebut.
4. Apakah unggahan ini juga salah satu satu bentuk kritik Anda atas isu overtourism?
Ya, saya pikir semakin banyak wisatawan yang lebih khawatir tidak mendapatkan gambar atau foto ketimbang mendapatkan pengalaman yang menggugah rasa selama berwisata.
Pada akhirnya, tidak ada yang peduli soal pengalaman yang ditawarkan oleh suatu destinasi. Dan sesungguhnya orang-orang yang hanya liburan untuk selfie patut merasa rugi.
5. Apa karya favorit Anda di MOUA dan mengapa wisatawan perlu melihatnya?
Saya benar-benar senang dan bangga dengan 'Ocean Siren', terutama saat melihatnya di malam hari.
Banyak orang berkumpul di dermaga itu saat malam hari. Mendengarkan bagaimana orang menafsirkan karya itu sangat menarik bagi saya.
6. Apakah kenangan masa kecil Anda saat berlibur bersama keluarga di pantai menjadi salah satu inspirasi saat membuat karya?
Saya sangat beruntung bisa tumbuh besar di Malaysia.
Di akhir pekan biasanya kami sekeluarga melancong ke pulau, salah satunya menjelajahi Pulau Perhentian.
Kalau libur panjang kami juga menyempatkan diri mengunjungi terumbu karang di Thailand.
Kenangan akan keasrian tempat-tempat yang saya datang semasa kecil itu masih selalu saya ingat hingga sekarang.
7. Apakah Anda merasa bahwa pemanasan global nantinya akan merusak karya-karya Anda yang notabene berada di dalam lautan?
Ini adalah hal yang tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya, saya pikir semakin banyaknya terumbu karang yang hilang, akan mengarahkan orang-orang untuk mencari terumbu karang yang palsu, ini adalah mimpi buruk yang harus kita hindari.
Saya berusaha keras untuk memfokuskan hasil karya saya untuk bisa membangun sebuah cerita yang bisa menekankan permasalahan ini sehingga hal ini perusakan pemanasan global bisa dihindari dan kita bersama-sama bisa melindungi bumi ini.
8. Apa saran Anda untuk wisatawan agar bisa menikmati lautan dan dengan cara yang lebih bertanggung jawab?
Nikmati lautan dengan mencari hal-hal terkecil yang ada di dalamnya, entah ikan, terumbu karang, atau makhluk laut lainnya.
Karena hal-hal terkecil bisa jadi memberi pengalaman besar bagi Anda - di samping Anda telah melihat hal-hal besar yang sudah pasti terlihat.
Beberapa hal terbaik yang saya pernah lihat juga ternyata ada di tempat yang tidak biasanya, misalnya sungai atau danau dekat pantai, jadi tidak selalu ada di tengah lautan.
Untuk mengurangi bahan kimia yang mencemari lingkungan, pakailah pakaian menyelam dan hindari mengoleskan tabir surya yang beracun bagi makhluk laut.
Kurangi sampah plastik dan hanya santap seafood yang diolah dengan konsep berkelanjutan, bukan yang berukuran kecil atau bukan yang terancam punah.
Nikmati pengalaman Anda selama wisata bahari dan ajak orang lain agar bisa ikut menjaga lautan, sehingga generasi di masa depan masih bisa ikut menikmatinya.
(ard)