Jakarta, CNN Indonesia -- Raymond Lee telah berkeliling dunia dengan sepeda selama dua tahun, sebelum pandemi virus corona mengguncang dunia dan dirinya terdampar di Guinea, salah satu negara miskin di Afrika Barat.
Setelah bersepeda melalui Eropa dan melintasi Sahara, pemuda Korea Selatan yang berusia 33 tahun itu berada di Guinea, untuk menuju selatan, ketika pemerintah menutup perbatasan dalam upaya untuk mengekang penyebaran virus.
"Ketika saya berada di Guinea, kondisi ini menjadi sangat serius," kata Lee yang sempat bekerja sebagai pramugara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selagi terdampar, dia berulang kali ditolak masuk dari hotel-hotel di ibukota tepi laut Conakry, dalam apa yang digambarkan Lee sebagai prasangka buruk terhadap orang Asia akibat pandemi.
"Mereka tidak membiarkan saya masuk karena saya orang Asia," kata Lee yang juga mengatakan bahwa ia ditolak dari tujuh sampai delapan hotel.
"Ini cukup kacau," tambahnya. "Saya pribadi tidak pernah mengalami rasisme sepanjang hidup saya, ini adalah pertama kalinya".
Terlepas dari sumber daya alam yang melimpah, Guinea adalah negara miskin di mana sistem kesehatan yang rapuh menyebabkan kekhawatiran dalam menghadapi pandemi.
Negara berpenduduk 13 juta jiwa ini juga memiliki kasus virus corona terburuk di Afrika, dengan sekitar 1.300 kasus positif yang dikonfirmasi dan tujuh kematian.
Lee sempat bertanya kepada warga lokal untuk mencari tempat bermalam dan ditipu oleh seorang pria yang setuju untuk menjadi tuan rumah untuk 50 euro (sekitar Rp817 ribu) sebulan.
Tetapi pria itu menghilang setelah menerima uang.
Saat ini ia tinggal di hotel berbintang, namun mengingat harus berhemat, tak lama lagi ia harus angkat kaki dari sana.
Orang baikSetelah mengunggah status di Facebook, seorang netizen akhirnya menghubungkan Lee dengan losmen yang setuju untuk menampungnya, dan di mana dia memperkirakan harus tinggal selama berbulan-bulan.
Lee mengatakan bahwa Conakry penuh dengan orang-orang baik.
Orang-orang yang jauh lebih jahat banyak ditemuinya selama pengembaraan keliling dunia.
"Saya tidak kaget," kata Lee. "Saya mengerti akan banyak hal yang tidak terduga," tambahnya, merujuk pada perantau seperti dirinya.
Ia lebih takut dengan kecelakaan lalu lintas atau penyakit serius, katanya, yang merupakan ancaman nyata.
Lee memulai perjalanannya di Selandia Baru pada bulan Maret 2018 - di mana ia memulai vlog YouTube - sebelum terbang ke Australia untuk bekerja dan menghemat uang, dan kemudian ke Eropa.
"Bepergian dengan sepeda adalah cara terbaik untuk menjelajah dunia," katanya, menjelaskan bahwa dia bisa berhenti kapan saja dan di mana saja.
Setelah berjuang di pegunungan di Italia dan Spanyol, Lee bersepeda ke Maroko dan kemudian ke padang pasir yang luas, di mana, meskipun dalam kondisi yang menantang, bersepeda itu menyenangkan.
"Di tengah padang pasir, saya melihat cakrawala yang tak ada habisnya selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan," katanya.
Untuk saat ini, Lee menghabiskan hari-harinya dengan membaca dan menonton serial televisi.
Tetapi ketika pembatasan perjalanan dicabut, ia berencana untuk melanjutkan ke Pantai Gading, dan dari sana mungkin ke Afrika Selatan - sebuah perjalanan yang katanya bisa memakan waktu lebih dari satu tahun.
"Saya hanya ingin pergi ke sebanyak mungkin negara selama saya merasa mampu melakukannya," kata Lee.
"Saya sudah bepergian selama dua tahun dan saya pikir itu belum cukup".
[Gambas:Video CNN] (afp/ard)