Masa pandemi virus corona kembali mengangkat popularitas tie dye. Secara umum, tie dye adalah teknik pembuatan desain motif di atas kain.
Menurut Bintan Titisari, lulusan Program PhD in Design, University of Leeds, Inggris, di Indonesia tie dye disebut celup ikat. Istilah ini mewakili proses pembuatannya yakni, kain terlebih dahulu diikat kemudian dicelup dalam pewarna.
"Ini sebenarnya bagian dari keluarga besar teknik tekstil yang disebut resist dyeing atau celup rintang. Pengertiannya, ada pemakaian rintang, ada yang dihalangi beberapa bagian kain sebelum akhirnya dicelupkan. Bagian yang ditutup itu kemudian jadi motif," jelas Bintan melalui pesan suara, Jumat (21/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya, Bintan melanjutkan, batik termasuk dalam teknik celup rintang. Hanya saja batik menggunakan malam (lilin panas) sebagai rintangnya. Sedangkan tie dye menggunakan tali.
Pada perkembangannya, teknik tersebut dipadukan dengan beragam teknik lain seperti teknik jahit jelujur (stitch resist dyeing) atau di Indonesia disebut tritik. Metode ini menghasilkan motif garis putus-putus kecil.
Kemudian di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, celup ikat disebut sasirangan. Ragam cara mengikat pun mampu menghasilkan kain dengan motif beragam seperti kain dilipat dulu baru diikat, digulung pada pipa lalu dikerutkan, ditekan dengan balok kayu lalu diikat (clamp resist dyeing).
"Teknik ada banyak sekali dan penamaan motifnya bisa dirujuk ke teknik atau hasilnya," imbuh dia lagi.
Di Indonesia, tie dye alias celup ikat menghasilkan beberapa ragam motif sesuai teknik yang diaplikasikan di suatu daerah.
Jumputan sebenarnya merujuk pada teknik jumputan. Bintan menjelaskan, teknik ini dilakukan dengan mengambil bagian kecil kain dan diikat. Hasilnya, kain akan memiliki motif lingkaran-lingkaran kecil yang kemudian dikenal sebagai motif jumputan.
"Dalam konteks ini, (namanya) bukan motif lingkaran tapi motif jumputan. Ini merujuk pada komposisi lingkaran kecil pada suatu kain, berwarna-warni dan pinggir kain atau bagian border dikombinasi dengan teknik tritik atau jahit jelujur," jelas Bintan.
Teknik tritik dikenal menghasilkan motif garis putus-putus. Ini merupakan perpaduan ikat celup dan jahit jelujur. Kain terlebih dahulu dijahit jelujur, ditarik baru kemudian dicelupkan ke pewarna. Tritik dikenal di Jawa khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Kalimantan, teknik tritik dikenal dengan nama sasirangan.
Ragam motif kain sasirangan khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan. |
Jika jumputan dan tritik populer di kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta, di kawasan Palembang, Sumatra Selatan Anda akan menemukan motif Pelangi. Nama 'Plangi' sendiri menggambarkan warna kain yang beragam dan meriah seperti pelangi. Ini yang membuatnya beda dengan jumputan dan tritik di wilayah Jawa.
Bintan menuturkan, motif Plangi diperoleh dari teknik yang sama seperti pada motif jumputan dan tritik. Namun hasil akhirnya memiliki tampilan visual agak berbeda.
![]() Ragam motif kain sasirangan khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan. |
Beranjak ke pulau Kalimantan, khususnya di Banjarmasin, teknik celup ikat disebut sasirangan. Bintan menyebut motif dari teknik sasirangan bisa menghasilkan motif beragam yang bisa dibedakan menjadi motif tradisional dan motif modern.
"Motif tradisional misalnya hulat karikit yang berbentuk zigzag, bayam raja atau bentuk bayam, lalu motif bintang bahambur. Sedangkan untuk motif yang modern misalnya berlian karena di Banjar Baru terkenal dengan batu-batuan termasuk berlian, paduan dengan teknik jahit jelujur bisa menghasilkan bentuk naga, peacock, sarang lebah," katanya.
![]() Ragam motif kain sasirangan khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan. |
Bukan saja di Indonesia, teknik pembuatan desain motif ini juga muncul di belahan lain dunia. Tie dye dikenal sejak zaman dulu. Praktik tie dye ada pula di berbagai negara seperti Jepang, India hingga Afrika.
Di Jepang, tie dye dikenal sejak abad ke 8 dan disebut dengan teknik Shibori. Bintan menyebut turunan Shibori ada beragam mulai dari dilipat, dijepit, menggunakan pipa, jahit jelujur. Namun prinsipnya sama yakni kain diikat lalu dicelup ke pewarna. Masing-masing turunan Shibori bakal menghasilkan motif berbeda.
Teknik Nui Shibori mirip dengan teknik tritik dan sasirangan yakni menggunakan jahit jelujur. Motif yang dihasilkan pun mirip dengan tritik atau sasirangan. Arashi Shibori memanfaatkan pipa sehingga kain dililitkan dan dikerutkan. Motifnya akan seperti garis-garis mirip hujan. Kain pun bisa dijepit terlebih dahulu dengan kayu atau disebut dengan teknik Itajime Shibori. Teknik ini akan motif sesuai dengan balok kayu yang digunakan.
"Saat ini banyak motif (kain) di Indonesia yang terinspirasi dari bentuk jaring laba-laba (spiderweb). Teknik yang digunakan Kumo Shibori. Bentuknya lingkaran besar seperti jaring laba-laba," jelas dia lagi.
Bintan menuturkan Shibori dikenal memiliki ciri khas motif yang detail. Ada motif berupa lingkaran kecil seperti jumputan tetapi sangat kecil dengan memanfaatkan beras. Lingkaran-lingkaran ini bisa disusun atau dibentuk menjadi ragam bentuk lain seperti ombak. Di kawasan Arimatsu, Jepang, teknik tradisional ini masih dipertahankan.
Tie dye di India disebut dengan Bandhani. Melansir dari laman The Skull and The Sword, Bandhani sudah ada sejak 4000 SM di peradaban Lembah Indus.
Dalam 'Harshacharita', biografi kaisar Harsha dikatakan bahwa kain sari Bandhani pertama dikenakan pengantin di pernikahan kerajaan. Saat itu tipe kain sari Bandhani dipercaya dapat membawa keberuntungan pada pengantin. Namun kini siapapun bisa mengenakan sari yang umumnya dibuat dengan teknik Bandhani atau disebut Bandhej Saree.
Secara visual, kata Bintan, motif yang dihasilkan dari teknik Bandhani mirip dengan motif Plangi. "Kalau dilihat dari sejarahnya, ada hubungannya dengan proses perdagangan pedagang India, melalui jalur sutera lalu sampai ke Palembang," kata dia.
Beranjak ke Afrika, Anda akan menemukan kain-kain tie dye dengan motif terinspirasi dari alam. Di sana, tie dye disebut dengan Adire. Motifnya bisa terbilang simetris semisal bentuk lingkaran besar.
Namun Bintan menyebut, karakter motifnya seolah pecah atau seperti ada sesuatu yang mengucur.
Lihat juga:Mengenal Perbedaan Tie Dye dan Shibori |