Hubungan antara agama dan budaya bisa tercermin dalam lembaran kain batik. Maka jangan heran jika Anda menemukan lafaz Allah, begitu pula dengan Asmaul Husna juga nama sahabat Nabi Muhammad SAW pada kain.
Pasalnya menurut peneliti sekaligus founder Buana Alit Batik, Dwita Herman, batik mendukung syiar Islam di Nusantara.
"Saya sering dengar kalau batik itu tidak Islami. Saya akan berargumen di sini, [justru batik] sangat Islami. Batik mendukung syiar agama Islam. Tidak bisa dipisahkan batik dan perkembangan Islam," kata Dwita dalam webinar bersama Abhanuraga Nusantara, Senin (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Nasib Batik yang Nyaris Terhempas Pandemi |
Islam masuk ke Nusantara dalam beberapa periode di pelbagai daerah, mulai dari Sumatra terutama Aceh lewat pengaruh Kerajaan Ottoman hingga kunjungan pedagang-pedagang dari Persia, Gujarat dan Yaman.
Dwita mengungkapkan, batik Basurek atau batik bersurat di Bengkulu misalnya, terinspirasi dari Kerajaan Ottoman.
Konon para peserta haji dari tanah Andalas mendengar ada raja yang mewakili Islam bertarung dengan raja yang mewakili Kristen. Perlawanan ini pun mengingatkan mereka akan perjuangan melawan penjajahan Belanda sekaligus menumbuhkan inspirasi.
Mereka pun melakukan apa yang dilakukan prajurit Turki yakni, mengenakan rompi dengan bertuliskan huruf Arab berisikan doa-doa.
Desain batik Basurek menampilkan tulisan Arab berbunyi 'Allah', kemudian gambar pedang bermata dua milik Nabi Muhammad SAW. Ada pula kain berlatar hitam dan motif tulisan Arab berbunyi 'Bismillahirrahmanirrahim', tulisan nama nabi dan, ditutup dengan 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un'.
![]() Infografis Sebaran batik Unik Indonesia |
Dwita berkata kain tersebut digunakan sebagai penutup jenazah.
"Kebanyakan batik berupa pesanan, tanpa diketahui fungsinya apa. Dulu pembatik tidak bisa menulis Arab [sehingga menirukan sesuai pesanan]. Hanya pembatik dan pemesan yang tahu," ia menerangkan.
"Misal ada motif berupa tulisan Arab yang menyebut sahabat nabi, Ummar, Usman, Abu Bakar dan Ali, lalu ada nama empat malaikat Jibril, Isroil, Isrofil dan Mikail. Yang tengah isinya personal dan tidak ada yang tahu [tidak diketahui terjemahannya]," jelas Dwita lagi.
Tak hanya di Bengkulu, jejak Islam pada lembaran kain batik juga ditemukan di Padang, Sumatra Barat.
Dwita menemukan selendang batik di sebuah Taman Pendidikan Al Quran (TPA). Selendang digunakan untuk mengabsen peserta didik dengan cara dikalungkan.
Batik Cirebon, Jawa Barat, menunjukkan motif awan-awan khas batik Cirebon dan gambar burung. Ini menggambarkan Nabi Muhammad SAW yang dikisahkan naik ke langit ketujuh dengan buroq untk mendapatkan perintah Allah.
Di Batang, lanjut Dwita, terdapat komunitas Rifa'Iyah yang mengimplementasikan ajaran Islam dalam karya batiknya. Motif batik di sana tidak menyematkan makhluk hidup sebagai simbol atau motif batik.
Salah satu motif yang dikenal 'Pelo Ati', menggambarkan ajaran Sufi yakni kebaikan dan keburukan yang berjalan bersamaan lalu manusia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan.
"Di Batang, pembatik diajarkan untuk menghafal Al Quran. Di sana batiknya sangat Islami, sangat memperhatikan kaidah Islam dan itu mereka lakukan sampai sekarang," imbuh dia.
Dwita menuturkan bahwa agama dan budaya sangat berkaitan. Tapi, ia melanjutkan, banyak yang kurang menghargai nilai-nilai dalam selembar kain batik.
Batik Basurek, misalnya, tinggal sedikit yang mengenakannya. Harus diakui pula, penggunaan batik dengan nuansa Islam ini sangat terbatas. Pun tidak memungkinkan juga untuk digunakan sebagai busana.
"Sekarang kebanyakan untuk disimpan saja, ada tulisan Allah takutnya riskan kalau dipakai sehari-hari," tutur dia.
(els/bac)