Berjarak 13 km dari Bandara Lombok Raya, ada Desa Sade yang dikenal sebagai salah satu desa adat #DiIndonesiaAja. Seperti juga desa-desa adat lain di Indonesia, Desa Sade juga sarat akan kearifan lokal dan memiliki beragam keunikan. Sebut saja, mengepel rumah dengan kotoran kerbau.
Pengunjung yang melangkahkan kaki masuk ke Desa Sade akan segera merasakan suasana yang begitu berbeda. Sekitar 150 rumah asli Sasak memenuhi desa. Rumah-rumah itu tidak memakai batu bata, melainkan tanah liat yang dicampur kulit padi, dengan atap alang-alang.
Thalim, warga asli Desa Sade menjelaskan, mereka memiliki cara tersendiri untuk merawat rumah. Setumpuk kotoran kerbau yang telah dikumpulkan sebelumnya, dioleskan sambil sedikit digosok ke lantai dan fondasi rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan dipel pakai kotoran kerbau, itu biar fondasinya kuat. Karena kalau enggak, fondasinya akan berdebu, karena fondasinya dari tanah liat, baru ditambah kulit padi. Makanya kalau enggak dipel nanti jadi retak-retak," ungkap Thalim.
Menurut Thalim, bukan hanya menjadikan rumah bersih, namun sejauh ini, penggunaan kotoran kerbau juga tidak memberi dampak kesehatan terhadap masyarakat setempat.
Singkirkan dulu keunikan warga Sade mengepel rumah. Tempat ini ternyata memiliki keunggulan tersendiri, yakni tenun. Inaq Tapang mengaku telah menenun sejak usianya 9 tahun. Dengan ramah, ia menjelaskan cara membuat kain tenun khas Sade.
"Benang yang habis dipintal, itu belum dikasih nasi. Nasinya itu dimasak lunak-lunak, lalu dicampurkan pada benang itu, lalu disikat pakai ijuk. Dia akan lurus jadinya [jadi kain]. Itu masih keriting karena habis dipintal," kata Inaq Tapang, menjelaskan sekumpulan benang putih yang teronggok.
Warna-warni cantik yang menghiasi kain tenun, kata Inaq Tapang, didapat dari alam. Misalnya, daun kecipir untuk warna hijau, kulit kayu untuk warna merah, sementara kunyit memberi warna kuning yang kuat. Bersama Inaq Tapang, pengunjung bisa mencoba menenun, proses panjang pembuatan kain yang tidak semudah kelihatannya.
Wisata edukasi di Lombok pun dapat terus dilanjutkan ke proses pembibitan awal mutiara, yang pada akhirnya menjadi salah satu aksesoris cantik, sekaligus komoditas unggulan Lombok. Tak main-main, pembibitan tersebut bahkan memakan waktu sampai tahunan.
Awalnya, bayi-bayi kerang ditempatkan dalam drum-drum besar. Selama 40 hari, mereka dijaga dan diberi nutrisi agar cepat besar dan bisa dipindahkan. Selanjutnya, bayi-bayi kerang ditempatkan pada soket yang dirancang sedemikian rupa, sebelum dimasukkan dalam lautan.
Soket-soket itu harus menunggu di dalam air selama empat tahun. Secara berkala, kerang akan dibersihkan dan diperiksa potensinya untuk menghasilkan mutiara. Saat itu, soket yang dibersihkan berisi kerang-kerang yang sudah berusia dua tahun. Kerang harus bersih, agar bisa mendapat makanan yang dibutuhkan di dalam air.
Dari pembersihan dan pemeriksaan, kadang ditemukan kerang yang sudah mati. Kerang itu kemudian akan digantikan dengan yang masih hidup. Kerang-kerang yang berusia dua tahun dan masih bertahan hidup lantas diberikan stimulus zat utama yang berfungsi untuk membentuk mutiara.
Lihat juga:Melayang Diayun Angin di Langit Manado |
Proses tersebut harus dikerjakan dengan sangat hati-hati dan teliti, supaya tidak membunuh si kerang. Cara panen kerang juga menerapkan cara tersendiri. Kerang yang sudah berusia empat tahun, akan diangkat dari laut dan ditunggu sampai membuka cangkang secara alami.
Pada saatnya, mutiara akan muncul dan bisa diambil. Kerang itu sendiri disebut masih bisa memproduksi mutiara kembali. Di sisi lain, mutiara juga punya kriteria masing-masing, tergantung kilau, bentuk, warna, dan kemulusan. Dari sana, mutiara dibentuk jadi aksesoris dan dibanderol sampai ratusan juta rupiah.
"Ada keinginan dari Autore untuk memberi edukasi sekaligus sebagai ladang wisata. Memadukan kedua hal ini, tujuannya antara lain untuk mempercepat proses pengenalan mutiara," kata Bakri dari Autore Lombok Pearl yang terletak di kawasan laut Teluq Nare.
Di Teluq Nare, 80 persen pekerja merupakan warga sekitar. Sehingga Anda yang ingin berkunjung ke Lombok dan menjalani wisata edukasi, tak perlu merasa khawatir. Setiap lokasi wisata di Lombek seperti Desa Sade dan Teluq Nare telah menerapkan protokol kesehatan berbasis CHSE sesuai anjuran Kemenparekraf.
Aman berwisata #DiIndonesiaAja, pengunjung pun diharapkan menjadi wisatawan yang bertanggung jawab. Yakni, dengan mematuhi protokol dan ketentuan yang berlaku, menghormati dan menjaga kelestarian lingkungan, sampai membawa sendiri perlengkapan pribadi seperti masker cadangan, serta botol minuman portabel.
(rea)