Fakta dan Bahaya Swab Antigen Sendiri yang Jadi Perbincangan

CNN Indonesia
Selasa, 05 Jan 2021 07:46 WIB
Selama beberapa waktu, praktik swab yang dilakukan sendiri tanpa bantuan ahli hingga penjualannya yang secara bebas marak menjadi perbincangan.
Ilustrasi. Selama beberapa waktu, praktik tes swab yang dilakukan sendiri tanpa bantuan ahli marak menjadi perbincangan. (AP/Kay Nietfeld)
Jakarta, CNN Indonesia --

Selama beberapa waktu, praktik terkait swab yang dilakukan sendiri tanpa bantuan ahli marak menjadi perbincangan.

Bahkan, alat untuk melakukan swab itu sendiri terpantau cukup banyak diperjualbelikan di e-commerce.

Perbincangan terkait hal ini pertama kali muncul setelah penyanyi Bunga Citra Lestari atau BCL membagikan videonya sedang melakukan swab ke teman-temannya seperti Vidi Aldiano dan Nino 'RAN' di media sosial, pertengahan Desember lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baru-baru ini, turut beredar tangkapan layar berisi cerita seorang dokter spesialis THT yang kedatangan pasien yang kebingungan karena terpapar Covid-19 saat melakukan swab terhadap kawannya sendiri.

Tes yang menjadi polemik ini adalah swab antigen, yang digunakan sebagai salah satu metode deteksi infeksi virus corona Covid-19. Ada sebagian orang yang memilih melakukan uji sendiri tanpa bantuan ahli.

Padahal, tindakan itu dapat membahayakan dirinya dan orang lain.

Apa itu swab antigen?

Swab antigen belakangan banyak dipilih karena harganya yang lebih murah dibandingkan swab PCR dan hasilnya lebih akurat dibandingkan dengan rapid tes antibodi.

Seperti rapid tes antibodi, swab antigen menghasilkan hasil yang cepat dalam waktu kurang lebih 30 menit.

Swab tes antigen mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, bukan mendeteksi antibodi tubuh terhadap penyakit Covid-19.

Swab dilakukan dengan cara memasukkan atau mencolokkan alat ke bagian dalam hidung hingga tenggorokan atau nasofaring untuk mengambil sampel lendir. Sampel itu kemudian diuji menggunakan alat serupa seperti rapid tes untuk melihat hasilnya.

Bila melihat prosesnya, pengujian menggunakan swab antigen memang tampak mudah dan cepat, serta seolah bisa dilakukan sendiri.

Hanya saja, dokter spesialis paru, Erlang Samoedro menegaskan bahwa swab sebaiknya dilakukan oleh petugas terlatih dan menggunakan alat perlindungan diri (APD).

Pasalnya, melakukan swab antigen sendiri menimbulkan risiko penularan Covid-19 hingga ancaman kematian.

"Melakukan swab sendiri ke orang lain itu risiko tertularnya sangat besar. Pertama, tidak tahu orang ini positif atau enggak," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (4/1).

Dia lanjut mengatakan, "Kedua, kalau tidak pakai APD kan swab itu langsung dari hidung, jadi kemungkinan virusnya menyebar dan terhirup dengan kontak yang sangat erat."

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa kesalahan dalam melakukan swab menyebabkan kematian.

"Ada bahayanya. Efeknya bisa menimbulkan kematian karena refleks vagal. Makanya, perlu dilakukan oleh petugas terlatih," kata Erlang.

Vagal atau vagus merupakan bagian saraf yang terletak di leher. Saraf ini berhubungan erat dengan saluran pencernaan, sistem pernapasan, dan jantung.

Bila saraf ini tertekan maka dapat menyebabkan refleks vagal seperti batuk, muntah, pingsan, hingga kematian.

Swab antigen dibandingkan dengan PCR

Meski sama-sama menggunakan metode swab, tetapi tes antigen berbeda dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).

Dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Erlina Burhan sempat mengatakan pada Agustus lalu bahwa jangan sampai metode swab antigen disamakan sebagai tes PCR.

Rapid tes antigen tetap membutuhkan metode swab dari hidung atau tenggorokan untuk mengambil sampel antigen demi mengetahui keberadaan protein yang dikeluarkan oleh virus, termasuk Covid-19.

Antigen dapat terdeteksi ketika ada infeksi yang sedang berlangsung di tubuh seseorang. Karena itu, rapid test antigen dapat mendeteksi keberadaan antigen virus corona pada orang yang sedang mengalaminya.

"Yang diambil adalah swab hidung atau tenggorokan dan ini dimasukkan ke dalam alat dan melihat reaksi antigen Covid-19. Jadi virusnya yang dideteksi adalah bagian luar virus," tutur Erlina kala itu.

Dia kemudian mengatakan bahwa PCR tetap merupakan standar tertinggi atau gold standard pendeteksian Covid-19 meski swab antigen menawarkan akurasi yang tinggi dibandingkan rapid tes antibodi.

Sebab, swab antigen tetap merupakan rapid tes dengan tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan PCR yang melakukan pengujian melalui laboratorium.

Erlina menjelaskan penelitian di Belgia menunjukkan deteksi dari rapid test antigen adalah 105 kali lebih kurang sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan RT PCR.

Pemeriksaan antigen hanya mendeteksi antara 11,1 persen hingga 45,7 persen yang positif dibandingkan dengan yang positif dari RT-PCR. Sehingga antigen lebih sering menghasilkan false negatif.

"Kalau PCR ini deteksi semua bagian virus, kalau antigen ini bagian luar virus saja saja. Akurasi memang tetap di bawah PCR yang masih gold standard," ujar Erlina.

Tes swab PCR juga dilakukan dengan cara mengambil sampel pada bagian hidung atau tenggorokan. Namun bedanya, sampel tersebut dikirim ke laboratorium untuk ditemukan tanda-tanda materi genetika virus.

Selanjutnya, dilakukan tes diagnostis menggunakan sampel atau swab untuk dianalisa di laboratorium memakai polymerase chain reaction (PCR) dengan tingkat akurasi tinggi.

Soal harga, swab PCR memang tergolong lebih mahal ketimbang swab antigen.

Tes swab antigen berkisar Rp250 ribu, sedang PCR sekitar Rp900 ribu.

Infografis Beda Tes Corona: Rapid Tes, Antigen, PCRInfografis Beda Tes Corona: Rapid Tes, Antigen, PCR. (CNNIndonesia/Basith Subastian)

(agn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER