SUDUT CERITA

Rini dan Labirin Kesehatan Soal Plasma Darah

CNN Indonesia
Jumat, 01 Jan 2021 19:38 WIB
Rini harus menghadapi kenyataan saat keluarga sang kakak terpapar Covid-19, dia dan keluarganya harus panik dan kebingungan menghadapi prosedur plasma darah.
Rini harus menghadapi kenyataan saat keluarga sang kakak terpapar covid-19, dia dan keluarganya harus panik dan kebingungan menghadapi prosedur plasma darah. ( istockphoto/choja)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dering telepon membuyarkan konsentrasi Rini yang kala itu tengah mengerjakan serangkaian tugasnya di rumah. Dia mendapat informasi bahwa kakak, kakak ipar, dan keponakannya yang masih berusia 4 bulan ternyata positif covid-19.

"Kakak ipar habis rapat di kantor ternyata ada temannya yang positif. Dia langsung swab antigen dan hasilnya negatif," kata Rini kepada CNNIndonesia.com.

"Tapi dia enggak yakin, jadi langsung PCR dan hasilnya positif."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rini mengungkapkan bahwa sang kakak sempat menjalani isolasi mandiri di sebuah apartemen usai tes antigen. Ketika dia dan keluarganya juga dinyatakan positif, mereka langsung dirawat inap di sebuah rumah sakit swasta (RS A)

Lambat laun sang kakak ipar pun mengalami gejala covid-19 berupa batuk-batuk. Selang 3 hari kemudian, sang kakak ipar tersebut mengalami sesak napas. Hasil observasi mengharuskan dia masuk ICU.

Kombinasi komorbid diabetes dan Covid-19 membuat kondisinya drop, dan kadar gulanya cukup tinggi. Dia pun harus menggunakan ventilator. Lalu, dokter memutuskan untuk membuatnya tak sadar atau ditidurkan.

"Sekitar 2 hari kemudian rumah sakit tiba-tiba menghubungi dan mengatakan kakak butuh plasma darah dan rumah sakit tidak punya stok," kata Rini.

"Akhirnya kakak saya (istri kakak ipar yang bekerja di rumah sakit) memutuskan untuk meminta bantuan sebuah rumah sakit pemerintah (RS B) untuk mencari plasma darah," imbuhnya.

Mengaku sempat kebingungan ketika harus mencari plasma darah penyintas Covid-19. Namun, dia beruntung karena keluarganya punya akses ke rumah sakit tersebut. Mereka pun mengajukan permintaan 400 cc plasma darah. Salah seorang anggota keluarganya lalu langsung mengambil plasma darah tersebut.

Tanpa pikir panjang, dikejar waktu, dan panik, saat plasma darah sudah di tangan, Rini pun langsung ke rumah sakit.

Seingatnya tak ada informasi apapun yang diberikan kepada saudaranya tersebut. Sesampainya di RS A tempat perawatan, diketahui plasma darah yang diterima hanya separuh dari yang diperlukan, 200 cc. Namun RS A menyebut jumlahnya masih mencukupi untuk beberapa hari.

Namun ketika donor plasma sudah nyaris habis, Rini dan keluarga kembali mendapat telepon dari RS A.

"Mereka malah tanya ke kami, gimana soal kekurangan plasma darah 200 cc, apakah dari RS B sudah info ke kami atau mau gimana?"

"Ya kami kebingungan, bukannya pertanyaan ini seharusnya keluarga yang tanya ke RS A, bukannya RS A yang harus tanya ke RS B?"

Sebab tak mau pusing, Rini dan keluarga pun enggan memperdebatkan sehingga memutuskan menghubungi RS B dan mempertanyakan ketersediaan plasma darah 200 cc. Ketika dihubungi, RS B pun tak bisa memastikan ketersediaannya, mereka diminta untuk datang sendiri melihat ketersediaan.

ilustrasi plasma darahilustrasi plasma darah. (istockphoto/P_Wei)

Tak ingin sekadar menggantungkan harapan pada RS B, Rini dan keluarga pun berinisiatif menghubungi Palang Merah Indonesia (PMI) dan mencari donor mandiri.

"Inisiatif mencari donor mandiri, tapi ternyata di RS A tidak bisa transfusi, harus di RS B atau di PMI. Tapi semua informasi ini harus saya cari sendiri, RS A kurang informatif dan ketika ditanya kebanyakan jawabannya,"Wah, maaf kami nggak paham, kami nggak paham coba tanya RS lain," keluhnya.

Titik terang tentang alur dan prosedur plasma darah pun mulai menunjukkan titik terang ketika Rini menghubungi PMI. Beruntung seorang kawan mengenal orang PMI terkait plasma darah.

"Jadi akhirnya kami dijelaskan bahwa kalau minta 400 cc, akan diberi secara bertahap per satu kantong isi 200 cc. Setelah habis baru diberi lagi 200 cc," ucapnya.

Rini menyebut pemberian secara bertahap ini dikarenakan tak semua instansi kesehatan memiliki dan paham cara memelihara plasma darah. Rini juga mengungkapkan bahwa ketika cadangan plasma darah tak tersedia, maka mereka juga akan mencarikan pendonor plasma yang memenuhi kriteria.

"Pendonor daftar di halo donor jadi harus isi form untuk pernah Covid-19, tidak ada penyakit bawaan. Kondisi saat ini baik, ada batasan usia, dan punya surat bukti negatif 2x swab. Selain itu, dia juga harus sembuh maksimal 3 bulan lalu. Pendonor juga harus melewati tahap wawancara dulu baru bisa donor."

"Untuk satu kantong plasma (200 cc) harus bayar Rp2 juta, tapi ini sebenarnya bukan pembayaran kata mereka, tapi biaya pemeliharaan dan perawatan plasma darah."

Dari hasil pencarian donor mandiri, Rini juga mengunggah pencarian donor melalui akun instastorynya. Beruntung, ada banyak respons yang muncul dan berusaha membantunya.

Sayangnya, tak semua penyintas tersebut bisa membantu keluarga Rini karena berbagai syarat yang harus dipenuhi sebagai donor

This photo taken on February 16, 2020 shows a doctor looking at an image as he checks a patient who is infected by the COVID-19 coronavirus at the Wuhan Red Cross Hospital in Wuhan in China's central Hubei province. - The death toll from the COVID-19 coronavirus epidemic jumped to 1,770 in China after 105 more people died, the National Health Commission said February 17. (Photo by STR / AFP) / China OUTIlustrasi. (AFP/STR)

Kebingungan

Rini mengaku beruntung karena memiliki teman dan keluarga yang kenal serta berkecimpung di dunia kesehatan. Meski demikian, dia mengaku masih kebingungan untuk mencari informasi pengobatan tersebut.

"Sampai sekarang masih bingung yang ambil keluarga atau RS. Plasma memang harus diambil tidak diantar, tapi harusnya siapa yang ambil, itu masih bingung," ucapnya.

"Susah dan enggak jelas dari RS-nya harusnya gimana. Karena dari RS-nya juga enggak informatif, pasien sendiri yang harus cari informasi. Enggak kebayang kalau tidak punya kenalan RS, pasti kebingungan harus gimana. Sudah panik karena keluarga sakit dan tidak ada informasi mumpuni."

Sebagai keluarga pasien, Rini juga mengharap keluarga pasien juga berinisiatif untuk mencari informasi dari berbagai sumber valid tak cuma mengharap pada RS saja.

Hari ini, tak cuma harus mendapat plasma darah, kondisi kakak ipar yang masih drop membuatnya harus mendapatkan pertolongan dengan tambahan obat peningkat daya tahan atau immunoglobulator. 

(chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER