Aturan tentang hukuman kebiri kimia bagi pelaku tindakan seksual kepada anak sudah ditandatangani Presiden Jokowi.
Hal ini mengundang respons dari banyak pihak. Nur Rasyid, dokter spesialis urologi RSCM dan Siloam Asri serta staf pengajar di FKUI mengungkapkan bahwa dia setuju dengan pelaksanaan hukuman kebiri kimia tersebut.
"Kalau ditanya setuju atau tidak, saya setuju sekali karena yang ditarget predator," kata Nur Rasyid kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau banyak yang tidak setuju saya juga bingung, kalau bicara HAM, bagaimana dengan hak anak-anak yang masih punya masa depan dan HAM-nya hilang, tapi kemudian yang dibelain predator."
Hukuman kebiri kimia ini dianggap bakal memberikan efek jera pada pelaku perkosaan atau pelaku kekerasan seksual pada anak. Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa salah satu efek jera yang dirasakan adalah karena ada ketakutan kehilangan libido.
"Ini ada penelitiannya, setelah 2 tahun dilakukan kebiri kimia di luar negeri, itu manfaatnya terasa karena yang diincar kan efek jeranya," ucap dia.
"Ada ketakutan dalam diri mereka ketika mereka tak bisa merasakan dorongan seksual terhadap anak kecil (jika pedofil) yang sebelumnya mereka rasakan. Mereka ketakutan dan ini akan membuat mereka jera. Manfaatnya jelas kalau diberlakukan."
Agus Rizal, dokter urologi dari RSCM juga setuju dengan diberlakukannya kebiri kimia untuk para pedofil. Diungkapkannya, ada efek jera yang bakal dirasakan pelaku.
"Seharusnya iya, karena efek kebiri kimia ini akan sangat dirasakan oleh pelaku tersebut akibat turunnya hormon testosteron," ucapnya saat dihubungi CNNIndonesia.com.
"Akan tetapi pendampingan secara psikiatri perlu tetap dilakukan karena pelaku kejahatan ini juga biasanya disertai masalah psikologi yang perlu ditangani dengan baik. Selain itu yang perlu diingat bahwa pelaksanaan kebiri kimia ini juga dilakukan setelah proses evaluasi oleh tim medis terlebih dahulu."
Dalam prosesnya, kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual pada anak tak asal langsung dilakukan tetapi harus melalui tahap pemeriksaan klinis.
"Proses pemeriksaan klinis ini perlu karena kebiri kimia tidak bisa diterapkan pada orang yang memiliki masalah kekentalan darah. Bahan kimia ini akan membuat darah jadi kental, jadi kalau darahnya sudah kental, lalu dikebiri kimia, darahnya makin kental bisa berakibat stroke."
![]() ilustrasi kebiri |
Dalam peraturannya, hukuman ini juga tak permanen melainkan hanya dua tahun.
Hanya saja, masa hukuman kebiri kimia dua tahun ini dianggap cukup memberikan efek jera dan juga tak menimbulkan efek samping yang permanen.
"Diberikan selama dua tahun relatif safe (aman), pada kanker prostat itu ketika dikasih obat dia seumur hidup kalo di atas dua tahun efek sampingnya naik," ungkap Nur Rasyid.
"Pada umumnya efek kebiri kimia ini bisa bersifat reversibel apabila obatnya dihentikan, maka kondisi akan kembali normal. Dalam perpres juga telah dikatakan tidak melebihi jangka waktu 2 tahun supaya tidak terjadi efek samping yg menetap," kata Agus.
(chs)