Penelitian menemukan hubungan antara penyakit gusi dengan risiko masalah kardiovaskular. Orang yang sering mengalami periodontitis atau penyakit gusi ditemukan memiliki risiko tinggi terkena serangan jantung dan stroke.
Periodontitis merupakan infeksi serius pada jaringan lunak yang mengelilingi gigi. Jika tak diobati, penyakit gusi dapat menyebabkan kerusakan tulang dan gigi patah.
Bakteri dalam plak gigi menyebabkan periodontitis dengan memicu respons inflamasi yang terus menerus mengikir jaringan lunak dan tulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika Anda berada di zona usia rentan penyakit kardiovaskular dan mengabaikan penyakit masalah gusi, sebenarnya bisa berbahaya dan dapat meningkatkan risiko serangan jantung," ujar penulis utama studi, Thomas Van Dyke, melansir Medical News Today.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Periodontology ini mengikutsertakan 304 orang peserta. Peneliti melakukan pemindaian terhadap peserta untuk mengetahui tanda-tanda peradangan terkait penyakit gusi dan di pembuluh darah.
Pemindaian dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang berjarak waktu selama 4 tahun. Selama waktu penelitian, 13 orang di antaranya mengalami kejadian kardiovaskular.
Para peneliti menemukan, individu dengan tanda-tanda peradangan yang terkait dengan penyakit gusi pada awal penelitian secara signifikan lebih mungkin mengalami kejadian kardiovaskular.
Orang dengan radang gusi juga lebih mungkin mengembangkan peradangan di pembuluh darah yang dapat memicu serangan jantung.
Para peneliti juga memperhitungkan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokook, tekanan darah, dan diabetes.
Studi juga menemukan, individu dengan tanda-tanda pengeroposan tulang akibat penyakit gusi, tapi tidak mengalami peradangan berkelanjutan, tidak berisiko tinggi terkena penyakit jantung.
Para peneliti berspekulasi, peradangan lokal akibat penyakit gusi mengaktifkan dan memobilisasi sel-sel kekebalan di sumsum tulang. Sel-sel ini, pada gilirannya, memicu peradangan di pembuluh darah.
Kendati demikian, ukuran sampel penelitian dinilai terlalu kecil untuk menghasilkan kesimpulan pasti. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi temuan tersebut.
(asr)