Relasi Perempuan-Laki-laki dalam Islam: Saling, Bukan Paling
Perbincangan mengenai derajat perempuan dan laki-laki menjadi salah satu isu yang tak pernah luput dalam kehidupan sosial, sejak dulu hingga sekarang ini.
Tak sedikit yang menilai bahwa derajat laki-laki dianggap berada di atas perempuan. Hal ini lantas menimbulkan kesenjangan terhadap peran laki-laki dan perempuan.
Padahal, menurut K. H. Faqihuddin Abdul Qodir, yang juga pendiri Mubadalah.id, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak diturunkan ke bumi.
"Dalam Islam, di dalam tauhid itu disebutkan bahwa hanya Allah SWT yang lebih tinggi dari manusia. Memang Adam diciptakan lebih dahulu baru Hawa, tapi penciptaan Adam dan Hawa itu di surga, ketika dilempar ke dunia sama-sama," katanya dalam acara peluncuran aplikasi 60 Hadis Nabi Tentang Hak-hak Perempuan, Senin (8/3).
Lebih lanjut, Faqih mengatakan bahwa hal tersebut mengartikan bahwa relasi perempuan dan laki-laki sama atau setara. Hal itu menurutnya berangkat dari ajaran yang paling dasar dalam Islam yakni relasi sebagai akhlak mulia, yang artinya memiliki relasi yang baik dengan orang lain.
"Punya relasi baik itu jika kita memandang seseorang sebagai seseorang yang bermartabat, yang mulia, yang sama-sama menginginkan dan melakukan kebaikan," paparnya.
Selain itu, Faqih menjelaskan bahwa dibutuhkan rasa saling dalam relasi antar manusia, termasuk laki-laki dan perempuan, jika tidak menginginkan keburukan, ketidakadilan, serta kezaliman terjadi pada diri sendiri
"Saling itu rasa keimanan dan misi akhlak mulia yang dibungkus sedemikian kuat oleh prinsip tauhid, bahwa hanya Allah SWT yang Tuhan, yang lain adalah hamba dan ciptaan. Relasi hamba ini tidak boleh menganggap Tuhan ke yang lain, menganggap lebih hebat dari yang lain," jelasnya.
"Ini saya kira fondasi yang kuat sekali dalam Islam oleh karenanya kita harus memandang yang lain sebagai sama-sama manusia yang hambanya Allah SWT, bermartabat dan mulia sehingga relasinya kesalingan."
Kesalingan ini dapat diwujudkan ketika menginginkan kebaikan maka kebaikan itu perlu dilakukan juga. Begitu dengan sebaliknya, ketika tidak ingin mendapatkan perlakuan buruk, kekerasan, kezaliman, maka jangan melakukan keburukan ke orang lain.
Faqih menjelaskan bahwa dalam konteks gender laki-laki dan perempuan, baik dalam keluarga atau masyarakat luas, kesalingan ini sangat penting untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki sehingga semuanya bersama-sama untuk berbuat baik.
"Sementara kalau ada hegemoni, dominasi, akan ada orang yang potensinya tertutup lalu tidak maksimal, bisa menjadi korban dari orang-orang yang merasa lebih hebat, kuat, dan melakukan kekerasan, itu sebenarnya kezaliman yang ingin dihapuskan Nabi Muhammad SAW," katanya.
Dia menambahkan bahwa dalam Islam, tidak ada relasi manusia lain yang lebih tinggi dari manusia lainnya, termasuk laki-laki dan perempuan. Sebagai sesama hamba, saling bekerja sama diperlukan.
Bahaya Sikap Paling
Sikap merasa paling di antara manusia lain pun dapat menimbulkan bahaya dalam kehidupan. Mengacu pada salah satu hadis, Faqih mengatakan bahwa ketika orang menganggap yang lain lebih rendah maka itu menciptakan keburukan-keburukan yang lain.
Di antaranya merendahkan orang lain, membuat orang lain tidak berhak sesuatu dan sangat mungkin terjadinya kekerasan.
"Seseorang menjadi yang sangat buruk ketika punya pemikiran bahwa dirinya yang paling baik, orang lain adalah buruk dan salah. Dan kalau punya sikap paling maka akan menjadi awal dari kekerasan, merendahkan, menganggap tidak penting, dan lain sebagainya. Itu juga akan terjadi ketimpangan, ketidakadilan, kekerasan dan lainnya," ungkapnya.
Di samping itu, hal tersebut juga dapat memunculkan stereotipe pada golongan atau kelompok tertentu yang mengarah pada keburukan lainnya.
Pendapat serupa disampaikan oleh Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Nusa Tenggara Barat, Atun Wardatun bahwa kerugian dari sikap merasa paling sangat besar serta bahayanya yang mengkhawatirkan.
"Yang kita takuti kalau menempatkan orang paling dalam tauhid paling dasar akan merusak kemurnian tauhid akan masuk ke syirik. Syirik tidak hanya menyembah berhala tapi juga menganggap orang paling. Dan bahayanya stereotipe, marjinalisasi, hingga diskriminasi," kata Atun.
(agn)