Pintu Bledeg di Masjid Agung Demak terbuat dari kayu jati dan dihiasi berbagai ukiran cantik bergambar dua kepala naga.
Pintu ini konon adalah gambar petir yang ditangkap dan digambar oleh Ki Ageng Selo.
Konon, Ki Ageng Selo memiliki kesaktian bisa menangkap petir. Pintu kayu jati buatannya ini diyakini dapat berfungsi sebagai penangkal petir. Oleh karena itu pintu tersebut diberi nama pintu bledeg yang bermakna pintu petir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bledeg yang ditangkap Ki Ageng Selo lalu diperlihatkan kepada Raden Fatah dan sembilan wali, kemudian setelah itu Raden Fatah memerintahkan Ki Ageng Selo untuk menggambar bentuk bledeg tersebut.
Pintu bledeg didominasi dengan warna merah dan dilengkapi dengan berbagai ukiran termasuk dua kepala naga. Pintu ini juga merupakan prasasti Condro Sengkolo yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani.
Tulisan itu berarti tahun 1388 saka atau 1466 Masehi. Tahun tersebut diprediksi sebagai peletakan batu pertama dari pembangunan Masjid Agung Demak. Pintu bledeg ini memang dulunya digunakan sebagai pintu di masjid tersebut.
Saat ini pemandangan Pintu Bledeg bisa dinikmati di Museum Masjid Agung Demak.
Masjid yang telah masuk dalam daftar Cagar Budaya Nasional Indonesia ini masih berada satu lokasi dengan kompleks makam Kesultanan Demak.
Di sana terdapat makam Raden Patah, makam Syekh Maulana Magribi, makam Pati Unus Raja Demak ke-2, dan makam Sultan Trenggono Raja Demak yang ke-3, dan makam pembesar Demak lainnya.
Pengunjung masjid juga biasanya tidak lupa untuk menengok situs kolam wudhu, yang merupakan tempat berwudhu para Wali Songo. Kolam yang memiliki ukuran 10x25 meter ini mempunyai tiga batu dengan ukuran yang berbeda.
Batu berwarna hitam yang lebih besar berdiri tegak, sementara dua batu hitam tergeletak bersamaan dengan batu hias lainnya yang ukurannya lebih kecil.
Masjid agung dan museumnya bukan satu-satunya situs ziarah dan objek wisata religi di Demak.
Jika ingin melanjutkan ziarah dan wisata religi setelah dari Masjid Agung Demak, wisatawan bisa juga menyambangi makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, yang berjarak sekitar tiga kilometer, dengan jarak tempuh selama 15 menit menggunakan kendaraan roda empat.
Di tengah pandemi virus Corona, perjalanan wisata masih dikategorikan sebagai perjalanan bukan darurat, sehingga sebaiknya tidak dilakukan demi mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, terutama di daerah yang masih minim fasilitas kesehatannya.
Jika hendak melakukan perjalanan antarkota atau antarnegara, jangan lupa menaati protokol kesehatan pencegahan virus Corona, dengan mengenakan masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak fisik antarpengunjung. Jangan datang saat sakit dan pulang dalam keadaan sakit.
(ard)