Badai sitokin dapat memperburuk kondisi kesehatan pasien Covid-19. Beberapa pasien Covid-19 yang mengalami badai sitokin harus meregang nyawa karena kondisi tersebut.
Badai sitokin merangsang pertumbuhan sel imun hingga terus menyerang paru-paru, padahal virusnya sendiri sudah mati. Akibatnya paru-paru meradang parah karena sistem imun berusaha keras membunuh virus ketika infeksi sudah selesai.
Alhasil, jaringan paru-paru mengalami kerusakan. Kondisi pasien yang sudah membaik bisa tiba-tiba memburuk dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa saja gejala badai sitokin pada pasien Covid-19 dan bagaimana pengobatannya?
Dokter Spesialis Paru Erlang Samoedro mengatakan, gejala badai sitokin pada pasien Covid-19 sebenarnya sama seperti gejala infeksi Covid-19 pada umumnya. Hanya saja jika terjadi badai sitokin dalam tubuh maka gejala yang timbul bakal jauh lebih berat.
"Sebenarnya gejalanya sama saja seperti gejala Covid-19 pada umumnya, sesak napas, demam, tapi ini lebih parah," kata Erlang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (7/5).
Diketahui, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 menyerang sistem pernapasan. Akibatnya seseorang yang terinfeksi mengalami gejala flu, sesak napas, hingga pneumonia.
Pada kondisi tubuh terserang badan sitokin, gejala tersebut akan lebih berat hingga tak jarang dibutuhkan bantuan ventilator.
Hal itu dikarenakan sitokin bekerja berlebihan hingga tak terkendali. Sejatinya sitokin bekerja sebagai pembawa pesan agar sel kekebalan tubuh (imunitas) pergi ke organ atau jaringan yang terinfeksi virus.
Sel imun akan melawan virus pada organ tersebut hingga menyebabkan peradangan (inflamasi). Ketika virus atau bakteri yang dilawan sel imun sudah mati, maka sitokin akan berhenti 'memanggil' sel imun.
Namun ketika terjadi badai sitokin, sitokin tak berhenti bekerja sebagai pembawa pesan ke sel imun tubuh. Ia justru terus menerus memanggil sel imun untuk menyerang jaringan yang terinfeksi sehingga terus terjadi inflamasi.
Erlang menjelaskan, sitokin yang bekerja berlebihan juga bisa membunuh sel-sel dalam jaringan tubuh. Hal ini disebabkan sistem imun yang 'diundang' oleh sitokin justru menyerang jaringan dalam organ sehingga menyebabkannya tidak berfungsi.
Jika terjadi pada pasien Covid-19, sitokin akan membawa pesan untuk sel imun terus menyerang jaringan paru-paru karena dianggap ada infeksi virus. Padahal virusnya sendiri sudah mati.
Jika terus terjadi, maka jaringan paru yang sebenarnya baik-baik saja akan diserang sistem imun hingga menyebabkan kematian jaringan. Akibatnya, paru-paru tak berfungsi dengan baik.
"Karenanya, pasien yang terkena badai sitokin memiliki angka kematian yang tinggi di atas 50 persen," kata Erlang.
Sebagai informasi, sitokin bisa saja tak menyerang jaringan paru-paru, tapi jaringan pada organ lainnya yang sudah terinfeksi Covid-19.
"Tapi (badai sitokin) pada pasien Covid-19 biasanya menyerang paru-paru karena virusnya ada disitu," ujarnya.
Erlang mengatakan hingga saat ini terapi atau pengobatan untuk pasien dengan badai sitokin masih dalam penelitian.
Pasien juga bisa saja menunjukkan kondisi tubuh seolah-olah mengalami perbaikan atau menunjukkan kesembuhan dan tiba-tiba kondisinya drastis menurun.
Hal ini dikarenakan kondisi peradangan yang sudah membaik, tapi sitokin masih bekerja memanggil sel imun dan menyerang jaringan sel.
"Bisa saja pasien yang terkena badai sitokin, terlihat sudah sembuh dan membaik tapi tiba-tiba drop, ini karena sitokin bekerja terus," ujar Erlang.
Jika ada pasien Covid-19 yang mengalami badai sitokin, dokter biasanya akan memberikan pengobatan sesuai gejala yang timbul. Jika pasien mengalami demam, maka akan diobati demamnya, begitu juga jika pasien mengalami kesulitan bernapas, maka akan dipakaikan ventilator.
"Sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk badai sitokin, sehingga penanganannya sama saja seperti penanganan pasien Covid-19 bergejala berat," ucapnya.
(mel/agn)