Petugas Kebun Cagar Buah Condet lainnya yang bernama Syafrudin mengatakan tidak ada kesulitan yang berarti dalam hal pembudidayaan Salak Condet.
Dia mengatakan, bibitnya mulai dapat berbuah sekitar empat hingga lima tahun sejak ditanam, sementara bunganya sendiri memerlukan waktu hingga lima bulan lamanya untuk dapat mengeluarkan buah.
Meski demikian, tak dipungkiri bahwa hingga saat ini masih banyak warga di lingkungan sekitar yang kerap mengambil buah dari pohon salak dan duku Condet yang ditanam di area konservasi secara diam-diam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal sekeliling area perkebunan sudah dibatasi dengan pagar besi untuk membatasi akses masuk bagi warga yang tidak berkepentingan.
"Kita di sini tidak mempertahankan buah saat panen itu karena aset pagar masih kurang rapat. Kedua, di sekitar kebun kita, masih ada rumah warga yang bertahan. Mereka kadang masih bisa masuk," tutur Syafrudin.
Dia mengatakan warga yang kerap mengambil tersebut terkadang tidak tahu tingkat kematangan dari buah yang dipetiknya.
Buah seperti Salak Condet yang seharusnya belum matang karena masih berusia muda kemudian dipetik sehingga tentu saja hal tersebut mengganggu upaya pelestarian.
"Kalau Salak Condet kadar kematangan belum seratus persen itu belum enak. Masih asam, belum ada manisnya," ujarnya.
Kepala Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman Dinas KPKP DKI Jakarta, Ali Nurdin, mengatakan masih banyaknya warga yang dapat masuk ke Cagar Buah Condet membuat proses penghitungan produksi salak itu tidak maksimal.
"Tingkat keamanan masih belum maksimal karena masih ada keluar masuk warga di dalam sana. Apabila itu semua tertutup sehingga produktivitas bisa dihitung maksimal," kata Ali Nurdin.
Dia jua mengungkapkan bahwa ketersediaan lahan juga menjadi tantangan lainnya dalam upaya pengembangan budidayanya.
Ali Nurdin mengatakan pesatnya laju pertumbuhan penduduk mengakibatkan banyak lahan yang tadinya digunakan untuk berkebun berganti menjadi permukiman.
Hal itu juga yang membuat keberadaan salak Condet semakin berkurang.
"Sebelumnya di hamparan Condet, Balekambang itu banyak di halaman rumah dan bantaran kalinya bertebar salak dan duku," ujar Ali Nurdin.
Ali Nurdin mengatakan dirinya belum mengetahui mengenai rencana penambahan lahan untuk pelestariannya di Cagar Buah Condet.
Untuk saat ini, dia mengatakan pihaknya berfokus untuk optimalisasi lahan yang ada untuk dimanfaatkan sebaik mungkin dalam pelestarian sang maskot Jakarta.
Dia mengatakan upaya Pemprov DKI Jakarta yang merencanakan kawasan Condet sebagai destinasi wisata dan budaya sebagai langkah yang harus didukung penuh.
Menurut Ali, Cagar Buah Condet menjadi salah satu lokasi yang tengah disiapkan menjadi destinasi wisata dan juga sebagai tempat edukasi bagi masyarakat mengenai buah sejarah itu.
"Ke depannya kita harus bersinergi dengan unit di luar kami, sebagai contoh, kemarin ada kunjungan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bahwa itu merupakan tempat salah satu destinasi wisata di Jakarta Timur," kata Ali.
Tentunya berbagai upaya untuk pelestarian sang maskot Jakarta tersebut harus didukung penuh oleh semua pihak, baik dari pemerintah hingga masyarakat.
Tujuannya jelas agar tunas-tunas bangsa generasi penerus di kawasan Condet khususnya dan Jakarta pada umumnya tidak hanya mendengar kejayaan Salak Condet hanya melalui cerita dongeng pengantar sebelum tidur.
Di tengah pandemi virus Corona, perjalanan wisata masih dikategorikan sebagai perjalanan bukan darurat, sehingga sebaiknya tidak dilakukan demi mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, terutama di daerah yang masih minim fasilitas kesehatannya.
Jika hendak melakukan perjalanan antarkota atau antarnegara, jangan lupa menaati protokol kesehatan pencegahan virus Corona, dengan mengenakan masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak fisik antarpengunjung. Jangan datang saat sakit dan pulang dalam keadaan sakit.
(antara/ard)