Namun, Rasyid juga menjelaskan, disfungsi ereksi pada pasien Covid-19 bisa juga terjadi karena masalah psikis. Stres karena terserang Covid-19, khawatir akan pemburukan, atau bahkan stigma pasien Covid-19, bisa membebani seseorang hingga mengacaukan kepercayaan dirinya. Kondisi ini juga bisa meningkatkan kemungkinan disfungsi ereksi.
"Bisa juga gangguannya lebih dilatarbelakangi oleh psikis, orang habis sakit berat khawatir ini-itu, stres, akibatnya disfungsi ereksi," kata Rasyid.
Dibutuhkan pemeriksaan medis untuk mengetahui apakah penyintas Covid-19 yang mengalami disfungsi ereksi disebabkan karena rusaknya organ paru, atau lebih pada masalah psikis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi kalau pasien masih muda dan tidak punya komorbid, ini kemungkinan karena psikis," ucap Rasyid.
Virus SARS-CoV-2 sendiri belum terbukti bisa menyerang organ reproduksi.
Meski demikian, sebuah studi yang terbit di National Institutes of Health pada 2021 mengatakan reseptor ACE-2 juga bisa diproduksi oleh sel Leydig yang terdapat pada testis. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi disfungsi ereksi pada pasien Covid-19 pria.
Di Indonesia sendiri, belum dilaporkan kasus disfungsi ereksi pada pasien Covid-19. Data Satgas Covid-19 melaporkan beberapa gejala yang sering ditemukan pada pasien Covid-19 yang sering ditemukan seperti batuk (63,3 persen), riwayat demam (43,1 persen), demam (38 persen), pilek (35,5 persen), lemas (26 persen), sesak napas (23,7 persen), sakit tenggorokan (23,1 persen), sakit kepala (23 persen), dan kram otot (14,9 persen).
(mel/chs)