Hujan Kritik untuk Status UNESCO di Hutan 'Berdarah' Thailand

CNN Indonesia
Rabu, 04 Agu 2021 11:50 WIB
Tulang tetua suku adat ditemukan hangus terbakar di tengah hutan Thailand. Dan tahun ini, hutan tersebut meraih status bergengsi UNESCO.
Ilustrasi hutan. (Istockphoto/Marek Stefunko)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah kompleks hutan yang luas di Thailand telah ditambahkan ke Daftar Situs Warisan Dunia UNESCO, meskipun para ahli PBB sendiri memperingatkan banyaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat suku ada yang menghuni kawasannya.

Kompleks Hutan Kaeng Krachan di Thailand barat dikenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk buaya siam yang terancam punah, kata UNESCO dalam pengumumannya pekan lalu.

Tapi kawasan hijau itu juga rumah bagi komunitas asli suku Karen, yang telah lama menuduh pemerintah Thailand menggunakan kekerasan dan pelecehan untuk mengusir mereka dari tanah mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Thailand telah melobi selama bertahun-tahun untuk mendapatkan status Warisan Dunia untuk kompleks tersebut, dan Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha yang memuji keputusan UNESCO, bersumpah untuk melindungi hutan sesuai dengan "standar internasional".

"Mulai sekarang, pemerintah akan memulihkan hutan bersama dan mempromosikan pengembangan mata pencaharian dan hak asasi manusia penduduk setempat," katanya dalam unggahan status di Facebook.

"Semua orang akan menjadi bagian dari manajemen bersama, sehingga mereka akan merasakan rasa memiliki."

Pakar PBB pekan lalu mendesak komite UNESCO untuk menunda keputusan sampai pemantau independen mengunjungi daerah itu dan kekhawatiran tentang masyarakat adat telah ditangani.

"Ini adalah kasus preseden yang penting, dan dapat mempengaruhi kebijakan tentang bagaimana hak-hak masyarakat adat dihormati di kawasan lindung di seluruh Asia," kata ketiga ahli dalam sebuah pernyataan yang dirilis Jumat (30/7) oleh kantor Komisaris Hak Asasi Manusia PBB.

"Orang asli Karen di taman nasional terus diusir secara paksa dan rumah mereka dibakar."

Mereka juga mengatakan proses pencalonan Warisan Dunia tidak memiliki partisipasi efektif masyarakat adat, menyerukan masyarakat adat untuk diperlakukan sebagai mitra dalam melindungi hutan, bukan ancaman.

Daftar taman tersebut membuat kecewa aktivis Pongsak Tonnamphet, penduduk asli daerah tersebut.

"Keputusan itu tidak dibuat berdasarkan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, minoritas tidak memiliki kesempatan untuk berbicara," kata pria berusia 24 tahun itu kepada AFP.

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Dugaan Pembunuhan Suku Adat di Hutan Berstatus UNESCO

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER