Chusmeru
Chusmeru adalah Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Aktif meneliti dan menulis artikel tentang pariwisata di jurnal dan berbagai media cetak dan online. Pernah tinggal di Bali selama 21 tahun.

KOLOM

Menumpu Asa pada Desa Wisata

Chusmeru | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Agu 2021 07:32 WIB
Desa wisata dapat menjadi tumpuan asa di tengah mimpi buruk pariwisata nasional.
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, industri pariwisata Tanah Air terpuruk di titik yang paling rendah. Bahkan dampak pandemi dalam usaha pariwisata lebih dahsyat dibanding Bom Bali tahun 2002.

Pemulihan pariwisata Indonesia akibat Bom Bali berlangsung cepat ketika para pelaku pengeboman tertangkap dan diproses hukum. Namun pemulihan sektor pariwisata akibat wabah Covid-19 hingga kini masih belum terjadi, karena pandemi pun masih sulit untuk diprediksi kapan berakhirnya.

Hampir semua pelaku pariwisata pasrah dan tak berdaya menghadapi pandemi. Apalagi ditambah dengan kebijakan pemerintah berupa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat sektor pariwisata semakin lumpuh.

Angka kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, merosot drastis di semua daerah. Tingkat hunian hotel berada di bawah 10 persen, bahkan ada yang sampai nol persen. Pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun merumahkan karyawan menjadi pilihan pahit bagi pengusaha pariwisata.

Bukan hanya itu, sektor lain yang terimbas dari terpuruknya pariwisata juga dirasakan oleh pemandu wisata, biro perjalanan, rumah makan, perajin kecil, dan pelaku seni yang mendukung sektor pariwisata.

Bahkan pelaku wisata di beberapa daerah mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah menghadapi keadaan.

Di tengah keprihatinan dunia pariwisata Tanah Air, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyatakan, bahwa pariwisata Indonesia sangat berharap kepada desa wisata untuk dapat menjadi lokomotif perekonomian nasional.

Harapan itu tentu saja dilandasi atas berbagai perspektif yang menjadikan desa wisata layak untuk dikembangkan sebagai garda terdepan pengembangan pariwisata di Indonesia.

Desa wisata dapat menjadi tumpuan asa di tengah mimpi buruk pariwisata nasional.

Faktor pembangun desa wisata

Desa wisata memang masih memiliki potensi untuk dikunjungi wisatawan, meskipun pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Hal itu disebabkan desa wisata berbeda dengan destinasi wisata lain yang biasanya ramai dipadati pengunjung.

Desa wisata merupakan destinasi yang kecil resiko penularan Covid-19, karena memiliki area yang cukup luas, lingkungan yang hijau, serta udara yang sejuk dan segar.

Kejenuhan wisatawan pada objek dan daya tarik wisata yang sering dikunjungi serta faktor kerumunan yang biasa terjadi pada destinasi favorit, akan menjadikan desa wisata sebagai pilihan baru berwisata.

Oleh sebab itulah, saatnya desa wisata berbenah diri. Pengelola desa wisata tetap perlu menerapkan standar protokol kesehatan Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability (CHSE), yaitu kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkelanjutan.

Wisatawan biasanya akan memilih destinasi wisata yang aman dan nyaman, di mana tuan rumahnya telah menerapkan CHSE dengan baik.

Selain penerapan CHSE, ada beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh desa wisata untuk mengembangkan kawasannya.

Suasana wisata VW Safari di kawasan Desa Wisata Magelang, Jawa Tengah. (CNNIndonesia/Ardita Mustafa)Suasana wisata VW Safari di kawasan Desa Wisata Magelang, Jawa Tengah. (CNNIndonesia/Ardita Mustafa)

Desa wisata hendaknya mudah untuk diakses, baik oleh kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Banyak desa wisata yang memiliki potensi wisata yang baik, pemandangan yang indah dan peninggalan sejarah, tetapi sulit terjangkau oleh wisatawan karena infrastruktur jalan yang kurang baik.

Amenitas juga menjadi faktor penting dalam membangkitkan desa wisata. Untuk menambah lama tinggal wisatawan di desa, maka perlu disediakan homestay atau penginapan yang dikelola oleh masyarakat.

Warung dan tempat makan di desa wisata harus memenuhi standar higienis. Keberadaan kios cenderamata juga diperlukan untuk menambah kenangan bagi wisatawan serta untuk menghidupkan perajin industri kecil dan UMKM di desa.

Masalah yang sering dijumpai di desa wisata adalah tempat parkir dan toilet. Untuk itu pengelola desa wisata perlu menyiapkan lahan parkir yang memadai dan toilet yang dijaga kebersihannya.

Tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam membangkitkan desa wisata adalah atraksi seni dan budaya. Wisatawan datang ke desa bukan hanya untuk melihat keindahan alam, tetapi juga menyaksikan atraksi seni budaya yang khas dan unik yang dimiliki desa tersebut.

Jika memungkinkan, wisatawan juga dapat belajar tentang seni budaya serta berinteraksi dengan masyarakat desa.

Keuntungan adanya atraksi seni budaya selain menambah lama tinggal wisatawan, juga menghidupkan dan melestarikan seni budaya di desa, serta mendatangkan kentungan ekonomis masyarakat dan pelaku seni budaya.

Dengan demikian, desa wisata dapat mendatangkan kepuasan bagi wisatawan dan menyejahterakan masyarakat desa.

Organisasi terpadu

Penguatan kelembagaan juga perlu diterapkan dalam pengembangan desa wisata, seperti melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), maupun Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang ada di desa.

Lembaga-lembaga tersebut yang paling memahami peta wisata di desa dan dapat merencanakan pengembangan pariwisata di desa tanpa merusak lingkungan.

Melalui penguatan BUMDes, maka masyarakat setempat dapat turut berinvestasi dalam pengembangan desa wisata.

Lalu, peran PKK dalam pengembangan desa wisata juga diperlukan untuk peningkatan potensi perempuan dalam pengembangan pariwisata di desa.

Sedangkan Pokdarwis diperlukan penguatan untuk menjalankan program Sapta Pesona di desa wisata.

Jangan lupakan juga promosi desa wisata secara digital. Desa wisata kini banyak dikunjungi juga oleh wisatawan milenial, sehingga diperlukan sumber daya manusia yang mengelola dengan strategi kekinian.

Promosi desa wisata bukan hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga memanfaatkan media sosial. Karena itu perlu dibentuk Generasi Pesona Indonesia (GenPI) di desa, yang terdiri dari anak-anak muda desa yang akrab dengan dunia maya.

Pandemi Covid-19 memang belum jelas kapan akan berakhir. Namun pelaku wisata tetap perlu optimis, bahwa industri pariwisata dapat bergeliat lagi.

Oleh sebab itu diperlukan langkah-langkah strategis agar sektor pariwisata bisa kembali menjadi andalan kebangkitan ekonomi. Dan tumpuan asa itu ada di desa wisata.

(ard/ard)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER