Krim Wajah Racikan Dokter Bikin Ketergantungan, Benarkah?

Advertorial | CNN Indonesia
Jumat, 06 Agu 2021 11:41 WIB
Memiliki kulit wajah yang cerah dan mulus tentu jadi idaman setiap orang, khususnya wanita.
Foto: Shutterstock
Jakarta, CNN Indonesia --

Memiliki kulit wajah yang cerah dan mulus tentu jadi idaman setiap orang, khususnya wanita. Tak heran banyak orang yang berlomba menggunakan skincare, krim kecantikan racikan dokter dan perawatan kulit lainnya.

Bicara perawatan kulit wajah, hingga saat ini banyak masyarakat yang menilai krim obat racikan dokter menyebabkan ketergantungan atau breakout saat berhenti digunakan. Padahal, kondisi ini disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda. Bahkan, Dokter Spesialis Kulit dari Erha Clinic, dr. Suksmagita Pratidina, SpKK mengatakan tidak semua jenis kulit memerlukan krim atau obat dokter.

"Biasanya keluhan kulit terbagi menjadi kulit yang tidak bermasalah atau bermasalah ringan, sedang dan berat. Kulit yang tidak memiliki masalah atau dengan masalah ringan, sangat mudah terkoreksi atau diperbaiki dengan skincare over-the-counter product asal pemilihan kita sesuai. Apabila kita sudah mencoba berbagai perawatan dan tidak membaik, kita biasanya membutuhkan expertise dokter untuk membantu memilihkan treatment yang tepat yang dikombinasikan dengan krim-krim racikan dari dokter," jelasnya dalam keterangan tertulis.

Terkait masalah kulit, dr. Suksmagita menjelaskan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisinya, mulai dari genetik, nutrisi, iklim, aktivitas fisik hingga ritual penggunaan skincare harian. Meskipun demikian, ia menyebut masalah tersebut dapat diatasi jika kita cerdas memilih rangkaian skincare yang tepat. Jika keluhan tak membaik, maka barulah dibutuhkan krim racikan dokter.

"Apabila keluhan kulit kita berat, tentunya tidak dapat diperbaiki dengan bahan atau perawatan kulit yang ringan. Maka pada saat itulah dibutuhkan jenis bahan aktif dan dosis yang lebih tinggi, yang biasanya harus dimonitor dan diberikan oleh dokter. Itulah sebabnya krim-krim dari dokter mempunyai efektivitas yang lebih baik serta hasil yang lebih cepat, namun agar tetap aman harus dimonitor," ungkapnya.

Meskipun dianjurkan untuk masalah kulit berat, dr. Suksmagita mengatakan penggunaan krim dokter akan menimbulkan efek yang berbeda pada setiap orang. Efek ini juga bergantung dengan zat atau kandungan yang terdapat dalam skincare tersebut, serta kondisi kulit pasien.

"Biasanya tergantung jenis dari bahan aktif racikannya. Krim dokter dapat memiliki efek untuk mengurangi produksi minyak, mengecilkan pori, menghilangkan kulit mati, menghilangkan flek dan mencerahkan kulit, mengurangi kerut dan anti komedo. Judgement dokter yang tepat sangat menentukan hasil, kenyamanan, serta efektivitas jangka panjang dari regimen perawatan kulit yang diresepkan.

Saat digunakan, lanjut dr. Suksmagita, krim dokter yang umumnya memiliki konsentrasi bahan aktif lebih kuat dapat memberikan efek yang tentunya berbeda dari penggunaan skincare bebas pada umumnya. Di awal pemakaian, biasanya krim dokter akan memberikan efek kering, kencang disertai perih ringan atau kadang disertai sedikit hangat. Namun tidak perlu khawatir, rasa tersebut akan berkurang seiring berjalannya waktu dan lambat laun akan terasa nyaman.

"Tapi kita juga harus bisa membedakan, apakah rasa yang kita alami ini adalah efek yang normal, yaitu berupa proses adaptasi yang seiring dengan waktu akan berkurang, atau ini berupa proses yang tidak diinginkan yang kelak dapat menyebabkan iritasi," katanya.

"Bila rasa yang tidak nyaman tersebut bertambah seiring dengan waktu, artinya pertanda sudah terjadi iritasi. Maka dokter akan mengatur, apakah obat tersebut masih bisa diberikan tapi dengan dosis yang lebih ringan atau harus diganti dengan bahan dasar yang berbeda," imbuhnya.

Lebih lanjut dr. Suksmagita menyampaikan adanya efek tersebut tentunya bukan berasal dari zat berbahaya. Pasalnya, setiap dokter tentunya akan melihat dahulu kondisi kulit pasien sebelum meracik krim. Selain itu, dokter juga akan memberikan krim yang berhubungan dengan kondisi pasien. Seperti pada ibu hamil atau menyusui misalnya, tentunya dokter akan memberikan jenis krim yang aman.

"Jadi dokter tidak akan memberikan obat yang berbahaya, tapi dibutuhkan diskusi agar dokter dapat menilai kondisi pasien, apakah kondisi kulitnya sensitive atau ada riwayat alergi, sehingga dokter dapat memberikan obat yang sesuai," paparnya.

Soal lama penggunaan krim dokter, dr. Suksmagita mengatakan jangka waktu penggunaan akan disesuaikan dengan kondisi kulit pasien saat awal konsultasi. Dari keluhan pasien dan observasi dokter, nantinya dokter akan menyimpulkan kondisi pasien merupakan masalah ringan, sedang atau berat.

Untuk keluhan ringan, dr. Suksmagita menyebut pasien akan mendapatkan lama pengobatan yang lebih pendek. Adapun pengobatan ini juga dapat dikombinasikan dengan perawatan skincare yang dapat dibeli bebas, namun atas supervisi dokter.

Namun, jika pasien memiliki keluhan sedang dan berat maka dokter akan menyarankan jangka waktu tertentu untuk menyembuhkan kondisi kulit menjadi kembali ideal. Pasalnya, dr. Suksmagita mengatakan produk yang dijual bebas tidak dapat memberikan hasil yang maksimal dan cepat pada kondisi kulit ini.

"Durasi untuk menggunakan skincare itu bergantung pada ringan, sedang atau beratnya suatu keluhan. Maka ketika kita memberikan perawatan, kita akan memberikan penilaian dalam 3-4 minggu, kemudian, setelah 3-4 minggu, dokter akan me-review dan memberikan option ke pasien, apakah sudah puas dengan hasilnya atau belum. Hal itu akan mempengaruhi berapa lamanya pengobatan, bergantung kebutuhan pasien," katanya.

dr. Suksmagita pun mengingatkan kondisi kulit pasien dapat berubah sehingga dokter akan memberikan perawatan yang sesuai dengan perubahan tersebut. Selain itu, beberapa pasien terkadang juga tidak melakukan perawatan sesuai yang dianjurkan. Akibatnya, pasien kerap mengalami breakout atau merasa ketergantungan saat lepas dari krim dokter.

"Yang pasien lupa adalah sebagian besar orang tidak mengira bahwa perawatan maintenance itu penting. Maka ketika kita sudah dalam kondisi baik, perawatan maintenance itu harus dilakukan, supaya keluhan lama tidak kembali. Contoh, untuk orang dengan kondisi kulit berminyak, perlu

diketahui bahwa kondisi berminyak itu bawaan yang mana bila tidak dikendalikan dan dimonitor maka akan kembali minyaknya," jelasnya.

"Maka jika kita sudah berhasil melakukan perawatan dan orang tersebut lalai tidak menggunakan pelindung dari sinar matahari, kemudian setelah itu mungkin tidak menggunakan krim malam yang fungsinya untuk repair. Maka jangan lupa menyelipkan perawatan yang sifatnya maintenance yang digunakan untuk menjaga agar keluhan tidak kembali," tambahnya.

Bahkan, dr. Suksmagita menyebut bahwa sebenarnya pasien tidak perlu selalu bergantung pada krim dokter. Namun, pasien tentunya perlu mengikuti arahan dokter soal perawatan lain yang perlu dilakukan.

dr. Suksmagita juga menambahkan menggunakan krim racikan juga tidak mutlak berlangsung konstan dalam jangka panjang, melainkan harus dimonitor oleh dokter. Jadi, ada baiknya untuk selalu berkonsultasi dengan dokter tentang lama waktu pemakaiannya.

"Bisa banget. Tugas dokter adalah bukan hanya memberikan krim racikan, tapi juga saran dan panduan. Namun, saat kondisinya sudah baik, biasanya boleh untuk tidak menggunakan obat atau krim racikan tapi ada syaratnya. Dokter harus memberikan guidance, sampai kapan pengobatan racikannya, kapan bisa berhenti dan kapan harus menggunakan kembali. Dan perawatan maintenance apa yang harus dilanjutkan," pungkasnya.

(adv/adv)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER