Seseorang yang gemar melakukan hubungan seksual, bahkan meminta 'jatah' berkali-kali dalam sehari, kerap diberi label sebagai hiperseksual. Padahal, orang yang gemar melakukan seks tidak selalu merupakan pengidap hiperseksual.
Bisa jadi orang tersebut memang memiliki libido (gairah) tinggi alih-alih hiperseksual. Lalu, apa bedanya libido tinggi dan hiperseksual?
Dokter estetik dan seksolog Haekal Anshari mengatakan, ada perbedaan menonjol antara libido tinggi dengan hiperseksual. Perbedaan ini terdapat pada bagaimana orang tersebut melampiaskan keinginan atau hasrat seksual mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang yang memiliki kecenderungan hiperseksual biasanya tidak tahu waktu, tempat hingga tak peduli apakah pasangannya memang sedang dalam mood untuk melakukan seks atau tidak. Mereka akan memaksakan keinginannya hanya untuk memuaskan nafsu seks pribadi.
"Sementara orang dengan libido tinggi masih santun dalam melampiaskan hasrat seksnya. Dia akan melihat waktu, tempat, dan kondisi," kata Haekal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (6/10).
Orang dengan libido tinggi juga tak akan melakukan seks dengan sembarang orang. Hal ini jauh berbeda dengan hiperseks yang tak memerlukan ikatan emosional saat melakukan seks, yang terpenting bagi mereka nafsunya bisa terlampiaskan saat itu juga.
Mereka yang mengidap hiperseksual akan mengalami stres hingga depresi saat keinginan seksnya tidak terlaksana saat itu juga
"Sementara mereka dengan libido tinggi justru tidak mudah stres atau depresi saat hasrat seksualnya tidak terwujud langsung," katanya.
Berbeda dengan hiperseksual yang agak sulit ditangani, orang dengan libido tinggi justru lebih mudah diatur. Menurut Haekal, orang dengan libido tinggi masih bisa diajak komunikasi dan melakukan aktivitas lain untuk mengalihkan energinya.
"Misalnya dengan berolahraga," kata dia.
Tak hanya itu, berbeda dengan hiperseksual yang bisa muncul walau tak ada dorongan dari luar, libido tinggi justru muncul karena energi yang berlebih dan ada dorongan yang memicu bangkitnya hasrat seksual.
Cara terbaik adalah dengan menghindari hal-hal yang bisa memicunya, misal foto, gambar atau film dewasa.
Faktor penyebab perilaku seksual tersebut beragam. Menurut Haekal, itu dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya didikan dan pengasuhan dalam keluarga, pengaruh mitos, gender, hingga pengalaman seksual sebelumnya (di masa kecil misalnya).
Namun tidak dengan faktor genetik atau keturunan.
"Tidak dan belum tentu karena belum ada bukti ilmiah yang kuat," katanya.
(tst/agn)