Psikosomatik, Saat Psikis Mulai Picu Gangguan Fisik

CNN Indonesia
Minggu, 10 Okt 2021 16:59 WIB
Masalah kesehatan mental tidak boleh disepelekan termasuk psikosomatik.
Ilustrasi depresi. (Foto: iStock/CandyRetriever)
Jakarta, CNN Indonesia --

Perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia dirayakan setiap 10 Oktober mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan mental. Masalah kesehatan mental tidak boleh disepelekan termasuk psikosomatik.

Andri, psikiatri di Klinik Psikosomatik OMNI Hospital Alam Sutera, mengatakan psikosomatik merupakan gejala atau gangguan fisik berkaitan dengan kondisi psikis.

"Kondisi psikologis terkait otak lalu manifestasi ke gejala fisik. Gejala fisik ini terkait kondisi fisik misal sakit lambung, jantung, paru, otot. Pada paru misal seperti rasa sesak, [sensasi] tercekik," jelas Andri dalam sesi Instagram Live bersama OMNI Hospital Group, Minggu (10/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana bisa kondisi psikis bisa memicu masalah fisik?

Gejala fisik timbul akibat sistem saraf pusat terganggu khususnya amigdala di otak. Biasanya gangguan berawal dari cemas, meski tidak menutup kemungkinan dipicu depresi, bipolar maupun masalah kesehatan mental lain.

Amigdala merupakan organ kecil di otak yang biasa disebut organ primitif. Andri mengatakan organ satu ini juga bisa dikatakan 'otak reptil'. Amigdala menekankan bagaimana manusia bertahan hidup. Tidak heran amigdala begitu sensitif terhadap hal-hal yang berbau stres dan mengancam diri.

Saat stres terus-menerus menumpuk, tidak terkendali, amigdala terus aktif sehingga membuat sistem saraf otonom (saraf simpatis dan saraf parasimpatis) semakin meningkat kinerjanya. Dari sini kemudian termanifestasi menjadi gejala fisik.

"Psikosomatik sendiri itu gejala. Diagnostik dasarnya itu cemas, umumnya gangguan kecemasan. Keluhan fisik pasien berasal dari pikiran cemas selama berbulan-bulan bahkan tahunan," katanya.

Bisa sembuh

Andri berkata biasanya orang tidak sadar dirinya mengalami psikosomatik. Karena ada keluhan fisik, orang akan mengunjungi dokter umum atau spesialis untuk menemukan sumber masalah.

Namun pada orang dengan psikosomatik, tidak akan ditemukan masalah saat pemeriksaan intensif misal ada keluhan sesak tetapi tidak ditemukan masalah pada paru maupun saluran pernapasan secara keseluruhan. Kemudian jantung berdebar hebat tetapi setelah cek EKG (elektrokardiogram), tidak ditemukan masalah apapun.

Biasanya perlu perjalanan panjang sampai pasien benar-benar menemukan sumber masalahnya adalah pada kondisi psikisnya. Namun Andri meyakinkan bahwa psikosomatik bisa disembuhkan.

Pemulihan psikis juga kondisi psikosomatik akan memperbaiki kualitas hidup pasien.

"Pernah ada pasien tanya, 'Apa saya kalau ada gejala psikosomatik di jantung, saya bisa mati dok?'. Saya bilang tidak. Kalau tidak ada faktor risiko seperti kelebihan berat badan, hipertensi, kolesterol tinggi, kalau ada serangan panik, enggak akan mati. Ini beda dengan serangan jantung," jelasnya.

"Dalam ilmu kedokteran jiwa, meninggal itu kalau depresi kemudian ada pikiran bunuh diri, lalu terjadi [bunuh diri]. Psikosomatik ini membuat kualitas hidup terganggu. Sudah ke banyak dokter, dokter ini, itu, [tapi tidak menemukan solusi]."

Pasien psikosomatik akan menjalani pengobatan yang bertujuan untuk meredam sistem saraf yang terlalu aktif. Obat akan berbeda pada tiap pasien misal obat anticemas, obat antinyeri, antiepilepsi, dan bisa juga obat jantung.

Saat gejala mereda, kadang masih ada rasa cemas sebab hippocampus, bagian dari amigdala, belum pulih. Kondisi ini bisa diperbaiki dengan obat antidepresan.

"Pengobatan psikosomatik agar memperkuat otak, lalu dibantu dengan kondisi fisik baik, tidur cukup. Kedua, pola pikir perlu ikhlas, sabar dan sadar. Ini yang selalu saya katakan pada pasien saya, agar amigdala lebih tenang," katanya.

(els/mik)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER