Sebelum pandemi, kata Jero Ratni, sejumlah wisman yang menjadi pengunjung berasal dari beberapa negara, diantaranya Australia, Barcelona, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Meksiko, Singapura, dan Malaysia.
"Untuk potensi wisata di Ubud kini, karena saya merasakan sebagai wirausaha, spa juga sudah tutup dua tahun belakang, karena kita memutuskan istirahat, yang susah survive adalah owner atau pebisnis pariwisatanya," ujar dia.
Untuk wisatawan sendiri bisa saja kembali, tapi akan butuh waktu. Dan, sementara itu, banyak pengusaha yang sudah beralih fokus sasaran pasarnya, yang dulu mungkin asing, lalu beralih ke pasar local.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya, wisata Ubud bisa kembali seperti yang dulu, tapi taste sudah berbeda, dan tentunya akan lebih baik lagi, karena sudah biasa survive dalam kondisi berat. Dan untuk ramai seperti dulu akan makan waktu dan belum ada bayangan sampai kapan karena sampai hari ini pun sebenarnya pasar yang ini masih dominan lokal, dari Jakarta, dan daerah lain di Indonesia," ujarnya.
Lebih jauh, Jero Ratni mengatakan dirinya yang bergerak di bidang jasa yang berkaitan dengan alam, tidak ada ekspektasi akan pariwisata Bali seperti apa.
"Lebih mengalir saja, dan ikuti ritme dan regulasi yang dibuat pemerintah, dan survive di internal, bagaimana mengelola tetap bertahan dengan kondisi pasar saat ini, dan permintaan dari pasar, orang-orang yang memerlukan jasa kita," tambah dia.
![]() |
Tidak jauh berbeda dengan tempat spa dan yoga, restoran vegan yang mendominasi Ubud pun tidak sepenuhnya pulih.
Beberapa yang bertahan memanfaatkan pelanggan setia, komunitas, dan warga asing yang sudah lama menetap di Ubud dan sekitarnya.
Hal ini disampaikan Wayan Santana, General Manager restoran vegan Zest, Ubud Bali, saat ditemui pekan lalu.
Restoran yang berlokasi di jalan raya Penestanan Kelod, Ubud ini disebutnya terus berusaha bertahan selama pandemi.
"Kondisi ini belum pulih sepenuhnya, semoga cepat kembali lagi seperti dahulu," ujarnya.
![]() |
Meski begitu, kata dia, Zest tetap berusaha dan berjuang bertahan tanpa harus menutup operasional restoran, atau memberhentikan karyawan.
Sejak pandemi satu setengah tahun lalu, ujarnya, salah satu restoran vegan ternama di Ubud ini terus melayani pelanggannya yang mayoritas expat, termasuk dalam hal pesan antar.
"Pengunjung kami didominasi wisatawan mancanegara yang sudah lama menetap di Ubud. Sementara, untuk wisatawan domestik, beberapa tamu ada yang dating dari Jakarta, tapi jumlahnya tidak banyak," ujarnya.
Yang membantu kami bertahan, kata dia, dalam hal ini adalah adanya komunitas Ubud. Mereka yang masih terus jadi pelanggan.
Restoran Zest menyediakan beberapa sajian makanan vegan dengan lokasi yang mudah diakses dan tempat yang juga nyaman untuk bersantai saat bersantap.
Selain pengunjung yang masih belum ramai, jumlah pemasukan diakui Wayan juga berkurang jauh dari sebelum pandemi. Dapat dikatakan tidak sampai separuhnya.
Meski pada awal Oktober lalu, pintu gerbang wisata Bali untuk wisatawan mancanegara sudah kembali dibuka, kata dia, belum menunjukkan adanya efek. Belum tampak ada wisman yang datang.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, atau Desember ini misalnya, aktivitas kembali ramai dan Bali pulih lagi," pungkasnya.
(ard)