Jakarta, CNN Indonesia --
Covid-19 varian Omicron tak kalah meresahkan dari varian Delta. Namun Allen Widysanto, dokter spesialis paru di Siloam Hospitals Lippo Village, menyebut hingga kini masih banyak aspek yang harus dipelajari seputar varian Omicron. Pasalnya virus 'baru' dua minggu ini terdeteksi.
Allen mengatakan, ada satu hal menarik dari pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) beberapa waktu lalu bahwa varian Omicron bisa memicu reinfeksi. Artinya, varian lebih mudah menginfeksi pasien yang pernah terinfeksi Covid-19.
"Kenapa? Dia memiliki sifat immune escape. Dia bisa main terabas sistem imun walau sistem imun kita sudah mengenali virus, tapi Omicron bisa 'berbohong' lalu masuk begitu saja tanpa bisa dikenali," jelas Allen dalam sesi Instagram Live bersama Siloam Hospitals, Senin (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat sekelumit fakta soal varian Omicron, sebagian orang mempertanyakan efektivitas vaksin, kemudian pertimbangan untuk mendapatkan booster (vaksin ketiga).
"Yang perlu kita lakukan adalah menambahkan lebih banyak lapisan perlindungan," kata Julie Vaishampayan dari Infectious Disease Society of America, mengutip dari AP.
Booster memang salah satu lapisan yang dimaksud Vaishampayan. Dosis tambahan akan memicu lonjakan antibodi untuk melawan virus. Namun Allen menegaskan, untuk bisa bebas dari pandemi, vaksin bukan satu-satunya jalan.
"Untuk mengatasi pandemi, diperlukan multifaktor. Kita tahu bahwa proses vaksinasi di Indonesia baru mencapai 47,4 persen dari 70 persen [target] yang dicanangkan dan dianggap bisa mencapai herd immunity. Kita masih jauh. Ini pun tetap diperlukan satu kedisiplinan, kewaspadaan, tetap mematuhi 5M, 3T," imbuhnya.
Meski sudah menerima vaksin Covid-19, Allen mengingatkan untuk tetap menerapkan 5M yakni, mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Ini juga perlu diimbangi dengan 3T yaitu, testing (tes Covid-19), tracing (pelacakan) dan treatment (perawatan).
Anda disarankan untuk tidak pilih-pilih vaksin, sebab belum ada vaksin yang terbukti ampuh melawan varian Omicron. Allen menyebut vaksin yang kini tersedia sudah cukup bagus, tinggal didukung dengan kewaspadaan agar jangan sampai momen kasus landai ini jadi meroket lagi.
Mutasi bisa dicegah
Mutasi sendiri jadi mekanisme virus untuk bertahan hidup. Diane Lukito Setiawan, dokter spesialis patologi klinik di Siloam Hospitals Surabaya, menjelaskan virus hanya bisa hidup lewat inang, dalam konteks SARS-CoV-2 berarti sel tubuh manusia.
Sistem imun tentu tidak diam saja dengan invasi virus dan melakukan perlawanan. Dari perlawanan sistem imun, virus melakukan mutasi.
"Tujuannya, pas menginfeksi, dia bisa meloloskan diri dari sistem imun. Ibaratnya dalam tubuh ada pintu masuk, pintu masuk ini bentuknya tetap dari antibodi berkat sekarang ada vaksin dan lain sebagainya, antibodi yang terbentuk misal bentuknya huruf Y. Nah kalau virus bentuknya X, dia enggak dikenali dan isa masuk ke tubuh," kata Diane dalam kesempatan serupa.
Apa mutasi bisa dicegah mengingat ini mekanisme alami virus?
Mutasi bisa dicegah saat ada upaya pencegahan infeksi. Diane berkata saat virus dibiarkan menginfeksi manusia, maka tingkat mutasinya makin besar. Dia memberikan contoh, virus menginfeksi pasien A dengan infeksi pada pasien B, maka virus bertemu sistem imun tubuh yang berbeda dan mempelajarinya.
Ada cara-cara pencegahan yang bisa diterapkan antara lain 5M, 3T, juga vaksinasi.
"Cara-cara itu bisa kita terapkan untuk kita. Makin banyak orang terinfeksi, makin cepat virus bermutasi. Kalau kita bisa menghalangi infeksi, salah satunya dengan vaksin, dalam arti kalau virus masuk ada antibodi yang menghalangi," katanya.
Cakupan vaksinasi di Indonesia memang terbilang masih jauh dari target untuk mencapai herd immunity. Namun Diane berkata, jika berkaca dari kasus varian Omicron dan kejadian di Afrika Selatan, di sana cakupan vaksinasi baru 22 persen.
Sementara kenaikan kasus begitu cepat dari 3 ribuan di 26 November, menjadi 8 ribuan di 1 Desember dan 11 ribuan di 3 Desember.
Dia optimistis Indonesia bisa memerangi virus asal ada kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Kendor protokol kesehatan sama saja mengulang sejarah kenaikan kasus begitu tinggi beberapa waktu lalu.
"Pelajaran dua tahun ini, kita tarik kesimpulan biar enggak mutasi, efektivitas vaksin jalan lebih lama gimana.Jangan sampai populasi yang terkena main banyak. Virus belajar kalau pertahanan tubuh orang ini gini, oh saya ubah ininya. Virusnya saja pintar, orangnya kenapa mau mengulang hal yang sama," ujarnya.