Christina Andhika Setyanti
Christina Andhika Setyanti
Jurnalis gaya hidup CNN Indonesia yang mengawali karier di media cetak lalu beralih ke media online seiring perkembangan zaman. Seseorang yang cinta dan terkadang menyindir gaya hidup masyarakat dengan segala permasalahannya.
KOLOM FASHION

Siapa Suruh Datang ke Paris Couture Fashion Week?

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Jumat, 11 Mar 2022 16:45 WIB
Ada perjuangan berat yang tak instan untuk menembus ajang kelas dunia Paris Couture Fashion Week, termasuk untuk para jurnalis.
Ada perjuangan berat yang tak instan untuk menembus ajang kelas dunia Paris Couture Fashion Week, termasuk untuk para jurnalis. ( Istockphoto/Image Source)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia --

Datang ke pekan mode Paris seperti Paris Fashion Week atau Paris Couture Week yang dihelat FHCM bukan cuma impian para desainer, tapi juga jadi impian jurnalis fashion. Saya salah satunya.

Bukan perkara flexing atau congkak-congkakkan pergi 'liputan gratis' atau semata cuma ikut dalam pekan mode dunia yang populer, tapi perkara pencapaian dalam karier, serta mendapatkan ambience, perasaan, atau pengalaman baru.

Sejak bertahun-tahun lalu, rencana ini urung terlaksana lantaran Paris tak termasuk dalam bucket list traveling saya. Namun tahun ini berbeda karena jadwalnya kebetulan berdekatan dengan saat saya berada di Jerman. Paris Couture Week begitu dekat di depan mata, meski tentu ada kekhawatiran soal Covid-19 yang merajalela di Paris pada Januari lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun dekat secara lokasi baru langkah awal. Perjuangan berat menanti untuk memenuhi sekian banyak syarat untuk tembus ke sana. 

Proses Panjang Akreditasi

Proses peliputan di Paris Couture Week (dan mungkin berlaku juga untuk Paris Fashion Week karena dinaungi oleh Federasi yang sama FHCM), dimulai dengan mendaftarkan diri ke website FHCM. Pendaftaran dibuka sebulan sebelum pekan mode dimulai untuk mengurasi media-media yang boleh meliput.

Tentu ini tak sembarangan. Akreditasi ini tak cuma berlaku untuk media, tapi juga wartawan freelance yang bisa membuktikan karya mereka sudah terbit di media yang kredibel, untuk fashion influencer, serta buyer.

Diperlukan berbagai dokumen terkait identitas dan keabsahan media yang bisa meyakinkan FHCM memberi izin liputan. Akreditasi ini juga harus diperbaharui di setiap season.

paris couture fashion weekFoto: CNN Indonesia/Christina Andhika
undangan Paris Couture Fashion Week

Setelah mendapatkan akreditasi pertama via email, lembar tersebut harus ditanda-tangani oleh pemimpin redaksi dan dikirim kembali ke federasi. Selanjutnya tinggal menunggu email approval akreditasi.

Jika mendapat approval, tak berapa lama undangan dari berbagai desainer bakalan berdatangan ke email terdaftar. Undangan ini tidak disebarkan oleh FHCM, tapi dari agensi desainer dan public relation in house rumah mode.

Ada yang mengirimkan undangan show, press release, atau penawaran wawancara dan lainnya.

Namun ingat, tak semua desainer yang mengirim email adalah desainer yang berpartisipasi di pekan mode tersebut. Semua desainer yang punya event off schedule juga bakal mengirimkan email, sehingga media harus crosscheck dan melihat jadwal agenda resmi. Berbagai acara fashion show off schedule yang berlangsung selama pekan mode utama memang ada, namun menurut hukumnya, tak boleh mencantumkan nama pekan mode utama sebagai embel-embel dalam shownya.

Ini sudah jadi aturan umum lantaran Paris Couture Week dan Paris Fashion Week sudah punya hak patennya sendiri. Seringkali ajang off schedule yang mengekor pekan mode memang agak sulit dideteksi karena lokasi show yang berbeda-beda. Kuncinya, selalu cek jadwal resmi dari FHCM, bukan website lainnya. 

Perjuangan selanjutnya adalah bisa tembus ke berbagai brand besar dan ternama. Undangan dari label besar seperti grup LVMH, Chanel, Fendi Couture, Viktor&Rolf memang tak bisa mampir dengan mudahnya ke email.

Saya harus mengirimkan email satu per satu, termasuk menghubungi perwakilannya di Indonesia untuk mengajukan undangan. Email permohonan peliputan ini bakal diseleksi kembali, karena tentunya mereka harus melihat berbagai aspek termasuk target market, publikasi, dan medianya.

Bukan cuma desainer yang harus bersaing dan mungkin mengeluarkan sejumlah uang untuk bisa ikut tampil di catwalk, para jurnalis di pekan mode harus berjuang demi fit in dalam list undangan mereka.

Yang bikin tegang, jika balasan email yang masuk berawalan dengan 'sorry,' atau bahkan tak ada balasan sama sekali. Beruntung kalau dibalas dengan undangan resmi.

Namun undangan resmi pun bukan berarti bisa bebas masuk ke show yang diinginkan. Konfirmasi harus segera diberikan untuk mengamankan spot dan mengirimkan undangan fisik ke alamat resmi di Paris, di area yang berkode pos khusus berawalan 75.

Teman saya, Fandi Stuerz yang sudah 'senior' dalam dunia pekan mode Paris menjelaskan ke saya soal ini. Tujuan dari penyelenggaraan pekan mode Paris ini bertujuan untuk mendukung industri fashion Paris.

"Kalo alamat Paris kan berarti harus menginap di area 75, support bisnis perhotelan paris," katanya. "Kayak haute couture yang harus dibikin di Paris, atelier harus di area 75 juga."

Setelah menunggu, saya hanya mendapat satu undangan fisik di fashion week pertama saya. Beberapa desainer kini tak lagi mengirimkan undangan fisik melainkan hanya undangan by email yang disertai dengan nomor tempat duduk dan lokasi show. Artinya, resmi dan aman, tinggal tunggu waktu show.

Tak Instan

Berbeda dari pekan mode di Indonesia, lokasi show Paris Couture Week tiap desainer berbeda-beda. Bisa jadi dari banyak show yang dihadiri, Anda bakal jadi keliling kota Paris, dari museum, kedutaan, Louvre, sampai sisi samping menara Eiffel.

Menyenangkan tentu, tapi siap-siap budget lebih untuk transportasi. Untungnya, demi mengurangi jejak karbon, Paris Fashion Week dan Paris Couture Week juga menyiapkan kendaraan bus listrik antar lokasi show untuk mereka yang punya undangan.

Rangkaian panjang yang sudah dilewati ini pada kenyataannya belum tentu bisa memastikan semua berjalan mulus. Dalam satu show seorang desainer, kursi saya belum tentu aman.

Suatu kali, seorang agency desainer menawarkan saya dan teman saya sebuah undangan. Kami mengonfirmasi kehadiran untuk 2 orang, dan mereka pun menyanggupi dan menyebut bakal mengirimkan undangan ke alamat kami. Nyatanya undangan fisik tak jua sampai.

Dengan setengah hati kami berangkat ke lokasi show dan mencari orang yang berkorespondensi. Tentu saja di meja registrasi depan kami sudah ditolak dengan alasan tak punya undangan dan nama tak tercantum di daftar hadir.

paris couture fashion weekFoto: CNN Indonesia/Christina Andhika
Re-see Schiaparelli Paris Couture Fashion Week

Kami sedikit tak terima dan masih mencoba untuk melobi mereka dengan menceritakan kronologi. Lapisan pertama berhasil kami tembus, berlanjut ke lapisan dua dan tiga.

Seperti dejavu, kami mengulangi lagi cerita kronologi undangan. Lolos memang, meski tak punya nomor kursi. Tapi keberuntungan berakhir di situ, di lapisan keamanan akhir, kami tetap boleh masuk tapi harus menunggu di backstage karena hanya dijadwalkan untuk wawancara dengan desainer, bukan melihat show.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin wawancara desainer dan menulis review fashion tanpa nonton show? Setelah berpikir panjang lebar, kami memutuskan untuk pergi dan tak melanjutkan janji wawancara. Toh, kami sama-sama tak rugi.

Bagaimana dengan undangan grup-grup fashion besar? Sayang belum berhasil di kesempatan kali ini.

Nyatanya, memang tak mudah untuk menembus show kelas dunia seperti Paris Couture Week, sekalipun jadi jurnalis yang kata orang "punya kartu sakti". Pasti ada perjuangan yang tak instan di baliknya.

Desainer Indonesia di Paris, Mau Apa?

Bagaimana kalau ada desainer Indonesia yang tampil di Paris Fashion Week atau Paris Couture Week? Sebagai jurnalis Indonesia, hal ini pasti bakal menyenangkan dan membanggakan.

Tentu saja bakal diapresiasi, selama semuanya dilakukan dengan cara yang benar dan tak menyesatkan.

Tak menyesatkan di sini bukan masalah on atau off schedule dalam kalender resmi pekan mode, tapi lebih ke penggunaan nama brand besar berhak paten yang tak tepat sehingga menjadi misleading di publik.

Tak masalah kok brand fashion lokal bisa show di luar negeri meskipun tanpa embel-embel tampil di pekan mode dunia. Pasti tetap menarik dan membanggakan buat orang Indonesia.

Karena yang penting prestasi, bukan basa-basi.

Sekadar pesan untuk desainer Indonesia yang ingin ke pekan mode dunia, sebaiknya pahami lebih dulu apa tujuan pergi ke pekan mode dunia? Melebarkan sayap ke kancah internasional, cari cuan, atau sekadar mengejar titel 'pernah ke Paris Fashion Week' atau demi iming-iming publikasi dari media internasional?

Yang terpenting juga adalah tindak lanjut usai perhelatan di pekan mode ini: bisa membangun brand Anda untuk jadi lebih maju dan diakui karena karya yang menarik.

Go internasional seharusnya tak jadi tujuan semata apalagi secara instan. Buktinya ada banyak desainer senior Indonesia yang justru ogah ikut pekan mode dunia, karena mereka lebih fokus pada target market dan kreativitas bukan sekadar popularitas, juga karena mereka yakin ada banyak sebab-akibat di belakangnya. Apalagi kalau ternyata brandnya sendiri belum 'matang' dalam segala hal. 

Tapi ini tak berarti tidak juga tidak boleh ikut pekan mode. Tentu sah-sah saja kalau punya keinginan seperti itu. Namun jangan lupa edukasi diri, bekali diri, dengan pengetahuan dari berbagai sisi termasuk publikasi agar tak mudah terpancing umpan gemuk di kail, agar kabar yang sampai ke tanah air murni karena karya, bukan kontroversi.

Maju terus fashion Indonesia!

(vws)


[Gambas:Video CNN]
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER