Timbulnya gejala fisik yang menandakan adanya penyakit tertentu kerap jadi perkara yang mengkhawatirkan. Rasa penasaran terhadap kondisi tubuh membuat jari-jemari langsung menyentuh gawai, membuka peramban (browser), mengetik kata kunci, dan voila, berbagai informasi pun hadir.
Dari sana, diam-diam Anda mencoba mencocokkan gejala yang dirasa dengan informasi yang terlampir. Perlahan, rasa cemas pun muncul akibat self-diagnose, mendeteksi kemungkinan penyakit yang dialami melalui informasi di internet.
Kiwari, kondisi cemas yang muncul akibat kebiasaan mencari informasi medis di internet disebut dengan istilah cyberchondria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cyberchondria adalah istilah yang diberikan untuk seseorang yang mengalami kecemasan ekstrem tak masuk akal karena kebiasaan mencari informasi kesehatan di internet.
Mengutip Psych Central, kecemasan yang muncul bahkan tetap bertahan meski Anda sudah tidak mengakses informasi yang bersangkutan. Hal ini membuat Anda menduga-duga penyakit yang diidap tanpa adanya diagnosis resmi dari dokter.
Cyberchondria tak menjadi salah satu diagnosis gangguan mental yang formal. Istilah ini tak tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5).
Istilah ini merupakan plesetan dari 'hipokondria' yang dikenal sebagai gangguan penyakit, yang tercantum dalam DSM-5. Namun, banyak ahli percaya bahwa di masa kini, cyberchondria lebih umum ditemukan di tengah masyarakat.
![]() |
Sebuah studi pada 2016 mencoba mencari beberapa hal yang bisa menandakan cyberchondria. Berikut di antaranya:
- menghabiskan setidaknya 1-3 jam untuk meneliti gejala di internet;
- proses pencarian informasi membuat Anda merasa tertekan dan cemas;
- kebutuhan untuk mencari informasi terasa kompulsif dan sulit ditolak;
- takut atau merasa mengidap beberapa penyakit;
- merasa perlu memeriksakan diri ke dokter;
- tak percaya pada jawaban yang diberikan dokter.
Namun, perlu dicatat, sulit bagi seseorang untuk mengenali cyberchondria dalam dirinya sendiri. Pasalnya, kecemasan bekerja dengan memengaruhi pola pikir Anda. Orang lain seperti teman dan anggota keluarga lebih mungkin untuk mendeteksi cyberchondria
Seperti gangguan kecemasan lainnya, cyberchondria bisa berdampak pada kualitas hidup seseorang. Rasa cemas yang muncul akan membuat seseorang kesulitan melakukan aktivitas harian.
Kecemasan juga dapat meningkatkan stres, yang pada akhirnya berujung ke timbulnya gejala fisik, termasuk di antaranya tekanan darah tinggi dan sakit kepala.
Lihat Juga : |
Hingga saat ini, para peneliti belum mengetahui pasti penyebab cyberchondria. Namun, seperti bentuk gangguan kecemasan lainnya, ada beberapa faktor risiko yang melatarbelakangi.
Orang dengan gangguan depresi dan kecemasan lebih rentan terhadap cyberchondria. Pasalnya, kondisi mental tersebut umumnya akan menimbulkan rasa khawatir berlebih.
Seseorang juga mungkin mengalami cyberchondria jika memiliki pengalaman buruk terkait penyakit. Misalnya, saat seseorang berhadapan dengan kematian anggota keluarga secara tiba-tiba. Hal tersebut bisa meningkatkan risiko cyberchondria.
Untuk menghindari cyberchondria, Anda disarankan untuk membatasi kebiasaan mencari informasi kesehatan di internet.
Jika kecemasan yang dirasa semakin menjadi-jadi hingga mengganggu aktivitas harian, temui profesional untuk penanganan lebih lanjut.
(asr)