"Karena mereka meyakini bahwa leluhur ini, kan, sakti, istilahnya meminta keberkahan dan kelancaran lewat ziarah ini," kata dia.
Sosiolog Universitas Indonesia, Ricardo mengatakan, berdoa dan meminta keberkahan kepada leluhur ini diyakini sebagai bentuk pencarian kebenaran masyarakat terhadap hal-hal yang dianggap besar atau di luar nalar mereka.
Ritual nyekar ke makam leluhur sambil merapal mantra atau membakar kemenyan dipercaya sebagai bentuk penghormatan. Pasalnya, mereka yakin jika ini tidak dilakukan, maka akan muncul bencana selama Ramadan atau setelahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi secara tidak langsung kalau tidak nyekar, mereka yakin puasanya tidak akan lancar, makanya mereka meminta izin atau restu ke keluarga yang telah meninggal atau leluhur yang dianggap suci," kata dia saat berbincang dengan CNNIndonesia.com melalui telepon.
Ritual-ritual nyekar ini memang bergantung pada tradisi yang berkembang di masing-masing komunitas masyarakat. Lagi pula, ritual ini, kata Ricardo, memang tidak dilakukan oleh umat Islam saja. Hindu dan Budha juga masih melakukan tradisi ini.
"Membakar kemenyan di Islam ada, tapi sebagian menganggapnya tidak lazim. Ini semua tergantung pada tradisi di dalam komunitas saja," kata dia.
Pada dimensi lain, menurut Ricardo, nyekar juga bermakna sebagai bentuk kepedulian manusia kepada orang tua, kerabat atau ulama dengan mendoakan mereka menjelang ibadah Ramadan.
"Ini sekaligus untuk berbakti dan memohon maaf atas kesalahan selama keluarga masih hidup dengan membersihkan makam dan berdoa di sisi makam," kata dia.
(tst/asr)