Nadia mengakui, bukan hal mudah terus mempertahankan karier dan pekerjaannya saat dia juga berperan menjadi ibu rumah tangga. Ada suami dan anak yang menunggu di rumah dan minta diperhatikan.
Dia sadar, perannya tak hanya sebagai jubir tapi juga istri dan ibu. Apalagi di awal-awal pandemi dia harus mendampingi anak untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Jadi tugas saya tambah tuh, jadi Direktur Pengendalian Penyakit Menular, jadi jubir, jadi istri, jadi ibu, dan jadi guru untuk membantu anak PJJ," kata dia diselingi tawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berat memang, walau begitu Nadia tetap berusaha menjalankan perannya yang beragam itu. Dia menyadari tidak bisa meninggalkan anaknya untuk belajar sendiri karena PJJ ini adalah hal baru yang tentu perlu pendamping ketat dari ibunya.
"Saya harus mengajari dia bagaimana sih pakai zoom, memantau belajarnya karena PJJ ini jujur saja kan tidak mudah," katanya.
Meski sibuk, Nadia selalu menyempatkan waktu untuk olahraga dan istirahat. Paling minal dia akan berolahraga pagi jalan kaki atau jogging keliling kompleks perumahan selama 15 menit.
Dia juga selalu menyempatkan untuk beristirahat dan tidur meski hanya 3 atau 4 jam saja.
"Tidur itu mahal sekali untuk saya, tiga jam pun saya usahakan untuk tidur karena ini untuk menjaga stamina tetap fit," kata dia.
Walau sibuk, Nadia menyebut setiap wanita berhak mengejar mimpinya. Memiliki keluarga bukan berarti harus mengubur mimpi, karena keluarga justru akan menjadi support system terbaik jika wanita berani mengutarakan kemauannya.
Dia mengaku, sesungguhkan para wanita tak perlu menumbalkan alias mengorbankan, karier, mimpi, atau keluarga demi satu hal. Itu bukanlah sebuah pilihan.
"Sibuk berkarier tidak harus mengorbankan keluarga, punya keluarga juga tidak harus mengorbankan karier. Semua bisa berjalan beriringan asal kita mau berjuang," kata Nadia.
Hal tersebut seiring sejalan dengan semangat Kartini yang dikobarkan sejak dulu.
(tst/chs)